Harga minyak dunia naik tajam pada Rabu, 11 Juni 2025, didorong meningkatnya ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan kabar positif tentang perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Dikutip dari Reuters, harga minyak mentah Brent naik 2,90 dolar AS atau sekitar 4,34 persen, menjadi 69,77 Dolar AS per barel. Sementara minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) naik 3,17 Dolar AS atau sekitar 4,88 persen menjadi 68,15 Dolar AS per barel. Ini merupakan harga tertinggi sejak awal April.
Kenaikan harga terjadi setelah muncul kabar bahwa AS bersiap mengevakuasi kedutaan besarnya di Irak, produsen minyak terbesar kedua dalam kelompok OPEC, setelah Arab Saudi.
Seorang pejabat Amerika juga mengatakan bahwa keluarga tentara AS kemungkinan akan dipulangkan dari Bahrain di tengah bergolaknya situasi di kawasan akibat perang Gaza yang telah berlangsung 18 bulan.
“Pasar tidak memperkirakan risiko geopolitik sebesar ini,” kata Phil Flynn, analis dari Price Futures Group.
Sebelumnya, Menteri Pertahanan Iran, Aziz Nasirzadeh, menyatakan bahwa negaranya siap menyerang pangkalan militer AS jika perundingan nuklir gagal dan terjadi konflik.
Presiden AS, Donald Trump, mengatakan dia pesimistis Iran akan bersedia menghentikan program pengayaan uranium sebagai bagian dari kesepakatan nuklir baru. Ketegangan dengan Iran ini juga memperkuat prediksi bahwa pasokan minyak dari Iran akan tetap terbatas akibat sanksi.
Sementara itu, organisasi negara pengekspor minyak dan sekutunya (OPEC+) berencana menaikkan produksi minyak sebesar 411.000 barel per hari pada bulan Juli. Ini adalah kenaikan keempat secara berturut-turut setelah sebelumnya mereka memangkas produksi.
Namun, analis dari Capital Economics, Hamad Hussain, menyatakan bahwa permintaan minyak di negara-negara OPEC+, terutama Arab Saudi, mungkin cukup tinggi untuk menyerap tambahan pasokan ini, sehingga harga tetap tinggi.
Harga minyak juga didukung oleh kabar positif dari negosiasi dagang AS-China. Trump mengatakan China akan kembali memasok magnet dan mineral tanah jarang ke AS, dan AS akan mengizinkan mahasiswa China belajar di kampus-kampusnya. Ia menyebut kesepakatan ini tinggal menunggu persetujuan akhir dari dirinya dan Presiden China, Xi Jinping.