Berita

Pelantikan Prabowo Subianto sebagai Presiden periode 2024-2029/Kemhan

Publika

Dark Matter of Governance: Kekuatan Tak Terlihat yang Membentuk Birokrasi Kita

SELASA, 27 MEI 2025 | 18:25 WIB | OLEH: R. MUHAMMAD ZULKIPLI*

DI ALAM semesta, dark matter bukan sekadar hipotesis. Ia adalah realitas tak terlihat yang membentuk galaksi, menjaga struktur semesta agar tetap utuh, meski kita tidak dapat melihatnya secara langsung.

Dalam tata kelola pemerintahan, kita juga menemukan dark matter: jaringan informal, kebiasaan birokrasi, serta pola pikir yang mengakar, yang diam-diam menentukan arah dan keberlangsungan suatu bangsa.

Vera Rubin, pionir astronomi yang berjasa besar dalam studi dark matter, pernah mengatakan: “Science progresses best when observations force us to alter our preconceptions.”


Seperti fisikawan yang terpaksa mengubah pandangannya tentang alam semesta setelah menemukan dark matter, kita juga harus berani mengubah paradigma dalam melihat birokrasi—bukan hanya sebagai struktur formal, tetapi juga sebagai ekosistem kompleks yang dipengaruhi oleh kekuatan tak kasat mata.

Presiden Prabowo Subianto secara terbuka mengakui tantangan ini. Ia menyatakan, "Mari jujur, akui, birokrasi kita terkenal ribet dan lambat." (Kompas, 23 Oktober 2024). Kejujuran ini adalah langkah awal yang penting untuk memahami dan mengatasi materi gelap dalam sistem pemerintahan kita.

Sebagaimana para astrofisikawan berusaha memahami dark matter untuk membaca struktur alam semesta, para perancang kebijakan perlu mengenali dan mereformasi elemen-elemen tersembunyi yang sering menghambat efektivitas birokrasi.

Yang menarik, baru-baru ini kita menyaksikan langkah fenomenal yang mencuri perhatian publik: Pelantikan Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Bea dan Cukai yang berasal dari luar internal Direktorat Jenderal masing-masing.

Langkah ini mungkin dibaca sebagai simbol keseriusan pemerintahan di bawah Presiden Prabowo untuk menghadirkan perspektif baru, terobosan inovatif, dan penyegaran di jantung birokrasi keuangan negara.

Tentunya, ini bukan semata-mata soal “mengganti orang”, melainkan upaya strategis untuk mengurangi inertia, membuka ruang dialog baru, dan memperkuat akuntabilitas publik di sektor vital penerimaan negara.

Namun, perlu ditekankan: ini bukan upaya melemahkan profesionalisme birokrasi, melainkan sebuah pengingat bahwa setiap institusi harus terus beradaptasi dengan tantangan zaman.

Keberhasilan reformasi tidak hanya bergantung pada pemimpin baru, tetapi juga pada keterbukaan semua pihak dalam birokrasi untuk berkolaborasi, saling mendengar, dan membangun solusi bersama.

Komitmen Presiden Prabowo untuk memperbaiki birokrasi tercermin dalam instruksi-instruksinya kepada para menteri untuk memberikan layanan publik yang lebih baik dan mengganti pejabat yang tidak memenuhi standar kinerja. Ini sejalan dengan upaya membongkar struktur birokrasi yang tidak transparan dan mempercepat perbaikan pelayanan.

Kebijakan efisiensi anggaran, seperti yang tercermin dalam Instruksi Presiden Nomor 1 Tahun 2025, juga menunjukkan langkah konkret dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya negara. Namun, langkah-langkah seperti ini harus diimbangi dengan upaya menjaga agar layanan dasar tetap berjalan dengan baik.

Reformasi birokrasi bukan hanya soal teknis administratif, tetapi soal membangun keterlibatan masyarakat. Warga negara perlu dilibatkan dalam proses transformasi birokrasi agar merasa memiliki dan ikut bertanggung jawab.

Komunikasi yang transparan tentang tujuan, capaian, dan tantangan reformasi akan membantu membangun kepercayaan publik sekaligus memperkuat semangat gotong royong dalam pemerintahan.

Mengatasi materi gelap dalam tata kelola pemerintahan membutuhkan pendekatan menyeluruh yang menggabungkan transparansi, akuntabilitas, dan partisipasi publik. Dengan menerangi kekuatan-kekuatan tak terlihat dalam birokrasi, kita membuka jalan menuju pemerintahan yang benar-benar melayani rakyat—secara efisien, adil, dan transparan.

Sebagaimana Asta Cita bangsa ini menetapkan cita-cita untuk mewujudkan Indonesia yang berdaulat, adil, dan makmur, memahami dan menata kekuatan-kekuatan tak terlihat dalam birokrasi adalah bagian dari upaya kita membangun tata kelola yang sehat dan berkelanjutan.

Maka persis seperti yang disampaikan Carl Sagan, “Absence of evidence is not evidence of absence,” memahami materi gelap dalam birokrasi adalah langkah pertama untuk menciptakan peradaban yang lebih baik. Tabik!

*Penulis adalah Praktisi di Bidang Manajemen

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya