Berita

Ilustrasi/Tatkala.co

Publika

Dilema Bahasa Daerah: Antara Modernitas dan Tradisi

Oleh: Reka Hastia*
SABTU, 24 MEI 2025 | 05:45 WIB

“SETIAP kali sebuah bahasa punah, hilang pula satu cara unik manusia memahami dunia”.

Kutipan tersebut menggambarkan bahwa betapa pentingnya sebuah bahasa sebagai bagian dari identitas budaya. Keberagaman bahasa daerah di Indonesia sangat relevan dengan hal tersebut. Banyak penyebaran budaya dilakukan melalui bahasa, seperti kegiatan adat, penyebaran sastra tutur, dan lain sebagainya. Namun, data dari UNESCO menyatakan bahwa banyak bahasa daerah di Indonesia yang mulai terancam punah, termasuk bahasa Aceh. 

Menurut peneliti BRIN, Iskandar Syahputera, bahasa Aceh saat ini berada pada level 3 dalam skala keterancaman UNESCO, yang berarti "terancam punah secara pasti". Kondisi ini disebabkan oleh minimnya transmisi bahasa dari orang tua kepada anak-anak di lingkungan keluarga, yang mengakibatkan penurunan jumlah penutur bahasa Aceh secara signifikan. Jika situasi ini terus dibiarkan, bukan tidak mungkin generasi mendatang akan tumbuh tanpa mengenal bahasa ibunya sendiri.


Ancaman punahnya bahasa daerah seperti bahasa Aceh tidak terjadi secara tiba-tiba, melainkan disebabkan oleh berbagai faktor. Salah satu faktor utamanya adalah lemahnya peran keluarga dalam pewarisan bahasa daerah. Keluarga sebagai lembaga pertama dalam proses pewarisan budaya, seharusnya memiliki peran penting. Namun kenyataannya, banyak orang tua kini tidak lagi mengajarkan atau membiasakan anak-anaknya berbicara dalam bahasa daerah. Bahasa Indonesia dan bahasa asing lebih sering digunakan di lingkungan rumah karena dianggap lebih praktis dan modern. 

Akibatnya, banyak generasi sekarang yang menjadi penutur pasif, mereka hanya mengerti apa yang lawan tutur bicarakan, tapi tidak mampu menggunakannya dalam komunikasi aktif. Fenomena ini mencerminkan hilangnya kebanggaan terhadap bahasa lokal. Hal ini sangat disayangkan, karena anak-anak mulai kehilangan keterampilan berbahasa daerah dan pewarisan identitas budaya perlahan akan sirna.

Selain peran keluarga, pergeseran perilaku bahasa di kalangan generasi muda juga menjadi faktor penting dalam terancamnya keberlangsungan bahasa daerah. Penggunaan bahasa daerah sudah jarang digunakan dalam percakapan sehari-hari. Bahasa asing lebih diminati oleh generasi sekarang. Bahasa Inggris, misalnya, dianggap lebih modern dan keren karena membuka peluang pendidikan dan pekerjaan yang lebih luas. 

Karena kurangnya keterkaitan antara kemampuan berbahasa daerah dan peluang kerja, bahasa daerah dianggap belum memiliki nilai ekonomi atau keuntungan praktis. Akibatnya, bahasa daerah menjadi lebih terpinggirkan karena dianggap tidak relevan dengan kehidupan dan kebutuhan saat ini. Bahkan, beberapa mengganggap bahwa bahasa daerah menjadi tidak keren dan terkesan kurang prestisius. Hal ini mendorong generasi muda untuk lebih memilih mempelajari bahasa asing dari pada bahasa daerahnya.

Lingkungan sosial yang tidak mendukung pelestarian bahasa daerah turut mempercepat proses kepunahan. Kurangnya representasi bahasa daerah di ruang publik seperti papan nama jalan, iklan layanan masyarakat, atau forum diskusi budaya membuat bahasa daerah semakin terpinggirkan. Di sisi lain, pemerintah sebenarnya sudah menunjukan kepudulian, seperti Pemerintah Aceh yang pernah mengeluarkan kebijakan penggunaan bahasa Aceh dalam instansi setiap Kamis dan memasukkan pelajaran muatan lokal ke dalam kurikulum sekolah. 

Namun, kebijakan ini belum sepenuhnya efektif. Tantangannya terletak pada minimnya pengawasan dan rendahnya kesadaran publik akan pentingnya kebijakan tersebut. Padahal, jika peran pemerintah dioptimalkan melalui regulasi yang konsisten dan dukungan terhadap komunitas pelestari bahasa, maka bahasa daerah bisa kembali memiliki ruang hidup yang layak di tengah masyarakat modern.

Dalam Upaya mencegah kepunahan bahasa daerah, sepeti bahasa Aceh, semua pihak perlu berkontribusi mengambil peran nyata. Keluarga sebagai lingkungan pertama anak, perlu kembali membiasakan penggunaan bahasa daerah dalam komunikasi sehari-hari agar pewarisan bahasa dapat berlangsung alami. Pemerintah juga harus memperkuat pelaksanaan kebijakan pelestarian, seperti pengajaran muatan lokal di sekolah, penggunaan bahasa daerah di ruang publik, serta dukungan terhadap komunitas budaya secara lebih serius dan berkelanjutan. 

Selain itu, penting untuk meningkatkan relevansi Bahasa daerah dengan dunia kerja dan ekonomi agar generasi muda termotivasi untuk terus mempelajari bahasa daerah. Oleh karena itu, pemerintah dan pemangku kepentingan harus menciptakan peluang kerja yang relevan bagi mereka yang mampu menguasai bahasa daerah, misalnya melalui pengembangan industri kreatif berbasis budaya lokal, pariwisata, serta sertifikasi kemampuan berbahasa daerah sebagai nilai tambah dalam dunia kerja.

Generasi muda pun perlu dilibatkan dalam pelestarian melalui media kreatif, seperti konten digital, aplikasi pembelajaran, dan program budaya yang relevan dengan zaman. Dalam hal ini, duta wisata sebagai ikon daerah juga sepatutnya memiliki kemampuan berbahasa daerah yang baik sebagai representasi identitas budaya yang harus dibanggakan. Jika seluruh elemen ini bersinergi, maka bahasa daerah tidak hanya dapat dipertahankan, tetapi juga kembali menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat.

 
*Penulis adalah Mahasiswa Magister Pendidikan Bahasa Indonesia, Universitas Syah Kuala

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Gunting Pita Cegah Bencana

Minggu, 30 November 2025 | 03:18

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

UPDATE

Larangan Reklame Produk Tembakau Mengancam Industri Periklanan

Minggu, 07 Desember 2025 | 08:05

Indonesia Raih Juara 2 di MHQ Disabilitas Netra Internasional 2025

Minggu, 07 Desember 2025 | 08:03

Nasihat Ma’ruf Amin soal Kisruh PBNU

Minggu, 07 Desember 2025 | 07:48

Kemenkop–Kejagung Perkuat Pengawasan Kopdes Merah Putih

Minggu, 07 Desember 2025 | 07:35

China Primadona Global

Minggu, 07 Desember 2025 | 07:01

UUD 1945 Amandemen Masih Jauh dari Cita-cita Demokrasi Pancasila

Minggu, 07 Desember 2025 | 06:37

Pekerja Pengolahan Tuna di Jakarta, Bali dan Sulut Masih Memprihatinkan

Minggu, 07 Desember 2025 | 06:12

Bakamla dan Indian Coast Guard Gelar Latihan Bareng di Laut Jawa

Minggu, 07 Desember 2025 | 05:55

Program Edukasi YSPN Cetak Regenerasi Petani Muda

Minggu, 07 Desember 2025 | 05:37

Saatnya Rakyat jadi Algojo

Minggu, 07 Desember 2025 | 05:09

Selengkapnya