Berita

Sekretaris Jenderal AFPI, Ronald Andi Kasim (kanan) dalam konferensi pers Rabu 14 Mei 2025/RMOL

Bisnis

Diseret ke KPPU

AFPI Bantah Tuduhan Kartel Bunga Pinjol

RABU, 14 MEI 2025 | 19:23 WIB | LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) akan menyidangkan dugaan kartel suku bunga di sektor fintech peer-to-peer (P2P) lending atau pinjaman online (pinjol). 

Dugaan praktik kartel bunga ini mencuat setelah KPPU menerima laporan yang mencurigai adanya keseragaman suku bunga di sejumlah platform. 

Ketua KPPU Fanshurullah Asa menyampaikan sebanyak 97 penyelenggara layanan pinjaman online yang ditetapkan sebagai Terlapor, yang diduga menetapkan plafon bunga harian tinggi secara bersama-sama melalui kesepakatan internal yang dibuat Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI). 


Kesepakatan ini dibuat sebelum ada ketentuan dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

Fanshurullah mengatakan pihaknya menemukan bahwa pelaku usaha itu menetapkan tingkat bunga pinjaman (yang meliputi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya) yang tidak boleh melebihi suku bunga flat 0,8 persen per hari, dihitung dari jumlah aktual pinjaman yang diterima oleh penerima pinjaman yang kemudian besaran tersebut diubah menjadi 0,4 persen per hari pada 2021.

“Kami menemukan adanya pengaturan bersama mengenai tingkat bunga di kalangan pelaku usaha yang tergabung dalam asosiasi selama 2020 hingga 2023. Hal itu dapat membatasi ruang kompetisi dan merugikan konsumen," ungkap Fanshurullah dalam keterangan tertulisnya.

Merespons masalah itu, AFPI membantah tuduhan tersebut. Sekretaris Jenderal AFPI periode 2019-2023, Sunu Widyatmoko, menjelaskan bahwa aturan mengenai batas maksimal bunga pinjaman sejatinya sudah tidak lagi berlaku. 

Ia mengatakan bahwa kebijakan tersebut sebelumnya tertuang dalam Code of Conduct tahun 2018, sebagai langkah awal industri untuk menekan suku bunga yang kala itu sangat tinggi. Selain itu, kebijakan tersebut juga dikhususkan untuk memberi pembeda antara pinjol legal dengan praktik pinjaman ilegal yang kerap meresahkan masyarakat.

“Waktu itu, bunga pinjaman daring bisa mencapai di atas 1 persen per hari, bahkan ada yang dua hingga tiga kali lipat. Batas bunga maksimum justru ditujukan agar platform legal tidak ikut-ikutan mengenakan bunga mencekik. Ini bagian dari perlindungan konsumen," jelas Sunu saat konferensi pers di Jakarta, Rabu 14 Mei 2025.

Satgas Waspada Investasi (SWI) sebelumnya mencatat, pada kurun waktu 2018 hingga 2021, terdapat lebih dari 3.600 entitas pinjol ilegal yang beroperasi tanpa izin. Entitas-entitas tersebut, kata Sunu seringkali memberikan bunga tinggi tanpa perlindungan hukum bagi peminjam.

Sekjen AFPI saat ini, Ronald Andi Kasim, menyatakan bahwa batas bunga yang sempat diberlakukan adalah batas atas, bukan harga tetap. 

“Kenyataannya, ada platform yang menetapkan bunga di bawah batas bunga maksimum, seperti 0,6 persen, 0,5 persen, bahkan 0,4 persen per hari,” ungkap Ronald.

Ronald menekankan bahwa masing-masing platform fintech memiliki kewenangan penuh dalam menentukan suku bunga secara independen, dengan mempertimbangkan berbagai faktor, termasuk profil risiko, jenis pinjaman (multiguna, produktif, atau syariah), hingga kesepakatan antara pemberi dan penerima pinjaman. 

“Tidak ada paksaan harga seragam dalam praktik industri,” tandasnya.

Ia menambahkan, setelah disahkannya Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UUP2SK), serta terbitnya Surat Edaran OJK No. 19 Tahun 2023 yang mengatur bunga pinjaman, AFPI langsung mencabut ketentuan batas bunga maksimum dan menyesuaikan aturan dengan ketentuan dari regulator.

“Yang kami lakukan adalah bentuk tanggung jawab industri. Kami ingin borrower mendapatkan bunga yang lebih ringan, tanpa menurunkan minat lender yang menyalurkan dana. Karena kalau bunga ditekan terlalu rendah, risiko tidak sebanding, dan lender akan pergi. Justru borrower yang akan kesulitan akses dana,” pungkasnya.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya