Presiden AS Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping/Kolase RMOL
Amerika Serikat (AS) telah menghentikan sementara kenaikan tarif impor untuk banyak negara selama 90 hari, kecuali China.
Dalam putusannya, Presiden AS Donald Trump pada hari Rabu mengumumkan akan menaikkan tarif impor barang-barang dari China hingga 145 persen.
Langkah ini memicu perang dagang besar antara dua negara dengan ekonomi terbesar di dunia. Keduanya saling menunggu siapa yang akan mengalah lebih dulu.
Dua pejabat senior Gedung Putih mengatakan ke
CNN bahwa AS tidak akan menghubungi China lebih dahulu.
"Trump sudah mengatakan ke timnya bahwa Tiongkok harus ambil inisiatif karena menurutnya, China yang lebih dahulu membalas dan memperkeruh situasi," kata sumber tersebut.
Selama dua bulan terakhir, tim Trump sudah menyampaikan langsung ke pejabat China bahwa Presiden Xi Jinping harus minta berbicara langsung dengan Trump. Tapi menurut beberapa sumber, Beijing menolak permintaan itu dan belum mau mengatur panggilan telepon antara kedua pemimpin.
Menurut tim Trump, salah satu alasannya adalah Xi tidak mau terlihat lemah di mata publik dengan menjadi pihak yang lebih dulu mengajak bicara.
Trump sendiri berharap bisa membuat kesepakatan besar dengan China, mulai dari meningkatkan ekspor AS, mengatasi penyebaran narkoba jenis fentanil, sampai mengubah cara kerja TikTok untuk pengguna Amerika. Trump yakin China akan setuju, hanya saja belum tahu caranya.
"China mau membuat kesepakatan, tapi mereka tidak tahu caranya," kata Trump di Gedung Putih.
"Mereka itu sombong," ujarnya.
Tiongkok psempat berupaya membuat jalur belakang, seperti yang pernah dilakukannya dengan penasihat keamanan nasional mantan presiden Joe Biden, Jake Sullivan, tetapi sejauh ini upaya tersebut belum berhasil.
Keberatan AS, menurut para pejabat, adalah bahwa Pemerintahan Trump menolak Menteri Luar Negeri China Wang Yi sebagai perantara, karena dirinya dianggap tidak cukup dekat dengan lingkaran dalam Xi dan tidak dapat dipercaya.
Meski sempat ada komunikasi lewat duta besar Tiongkok di AS, belum ada jalur resmi antar pemimpin yang berhasil dibuka. Padahal, menurut pihak AS, panggilan langsung antara Trump dan Xi itu penting.
Dua pejabat Gedung Putih mengatakan bahwa Trump terbuka kalau pembicaraan dimulai dari pejabat tingkat bawah, asalkan bisa menghasilkan sesuatu.
"Pintu negosiasi masih terbuka, tapi harus didasari saling menghormati dan posisi yang setara," kata juru bicara Kementerian Perdagangan Tiongkok.
Beberapa mantan pejabat AS menyebutkan, sebenarnya bisa saja disiapkan jalur komunikasi darurat untuk panggilan antara Xi dan Trump.
Tapi mereka juga mengingatkan pentingnya membuat Tiongkok merasa aman, agar Xi tidak merasa dijebak atau dipermalukan, seperti yang terjadi pada Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky saat berkunjung ke Gedung Putih.
"Tiongkok tidak mau pemimpinnya diperlakukan seperti Zelensky," kata Danny Russel, mantan pejabat Kementerian Luar Negeri AS.
"Mereka ingin semuanya sudah jelas dan disepakati dulu sebelum pertemuan benar-benar terjadi," ujarnya.