Presiden Amerika Serikat Donald Trump/Net
Kebijakan tarif 32 persen yang diberlakukan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump terhadap Indonesia berpotensi mengguncang sektor otomotif, elektronik, hingga tekstil nasional.
Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai kenaikan tarif ini akan berdampak signifikan terhadap ekonomi dalam negeri, meski ekspor Indonesia ke AS hanya 10,5 persen dari total ekspor nonmigas.
"Spillover effect-nya ke ekspor negara lain juga besar. Dengan tarif resiprokal 32 persen maka sektor otomotif dan elektronik Indonesia di ujung tanduk," kata Bhima kepada RMOL, Kamis, 3 April 2025.
Ia menjelaskan, kenaikan tarif akan membuat harga kendaraan di AS lebih mahal, menekan daya beli konsumen, dan berpotensi meningkatkan risiko resesi ekonomi di AS.
"Korelasi ekonomi Indonesia dengan AS, setiap 1 persen penurunan pertumbuhan ekonomi di AS, maka ekonomi Indonesia (ikut) turun 0,08 persen," jelas Bhima.
Selain itu, produsen otomotif Indonesia menghadapi kesulitan untuk mengalihkan pasar ke dalam negeri karena spesifikasi kendaraan ekspor berbeda dengan yang dijual di pasar domestik.
Hal ini berpotensi menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penurunan kapasitas produksi industri otomotif nasional.
Menurut Bhima, sektor tekstil dan alas kaki, yang merupakan industri padat karya, juga diperkirakan semakin tertekan.
"Sebagian besar merek internasional yang beroperasi di Indonesia memiliki pangsa pasar besar di AS. Pada 2024, ekspor pakaian jadi ke AS mencapai 61,4 persen dari total ekspor, sedangkan alas kaki sebesar 33,8 persen. Dengan tarif yang lebih tinggi,
brand tersebut akan mengurangi pesanan dari pabrik di Indonesia," jelasnya.
Di sisi lain, pasar domestik diperkirakan akan dibanjiri produk dari Vietnam, Kamboja, dan China, yang mencari pasar alternatif.
Regulasi dalam negeri, seperti Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 8/2024, juga dinilai masih menghambat ekspor, sehingga perlu segera direvisi.
Lebih jauh, Bhima memperkirakan harga komoditas utama Indonesia, seperti minyak sawit mentah (CPO), batu bara, dan nikel, akan mengalami tekanan seiring dengan melemahnya permintaan global akibat perang dagang.
"Ekspor CPO ke AS cukup besar, sehingga ikut terimbas. Harga batubara dan nikel tahun ini bakal terkoreksi dalam selain karena faktor
oversupply beberapa bulan sebelumnya," pungkasnya.