Berita

Ilustrasi/Ist

Publika

Panen Raya Oligarki

Oleh: Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla*
RABU, 26 MARET 2025 | 04:41 WIB

PULUHAN tahun telah berlalu sejak Reformasi, namun harapan akan tatanan ekonomi yang adil bagi seluruh rakyat Indonesia masih jauh dari kenyataan. Justru sebaliknya, perekonomian nasional semakin terkonsentrasi di tangan segelintir elite, yang sejak lama menanam benih kekuasaan mereka. 

Kini, mereka menikmati “panen raya” dari investasi kekuasaan yang telah mereka bangun sejak era Orde Baru, dengan memanfaatkan celah dalam sistem pemerintahan yang seharusnya berpihak kepada rakyat.

Praktik kongkalikong antara oligarki dan oknum pejabat negeri dari level bawah hingga puncak kekuasaan terus berlangsung tanpa pernah benar-benar diberantas. Sistem ini membuat mereka tak hanya mengendalikan perekonomian nasional dari hulu ke hilir, tetapi juga memastikan kebijakan yang dikeluarkan pemerintah tetap menguntungkan mereka. Dengan kendaraan monopoli, mereka mendikte pasar, dan ketika sudah semakin kuat, mereka naik kelas ke tingkat tertinggi dalam bentuk kartel, yang memungkinkan mereka mengatur harga dan distribusi barang sesuai kepentingan mereka sendiri.


Konsekuensi dari sistem ini sangat nyata dirasakan rakyat. Harga kebutuhan pokok terus melambung tanpa kendali, industri kecil sulit berkembang karena terbentur dominasi segelintir korporasi besar, dan kesenjangan ekonomi semakin melebar. Negeri yang kaya akan sumber daya alam ini justru semakin tergantung pada impor, sementara sebagian besar keuntungan ekonomi hanya dinikmati oleh kelompok tertentu.

Hukum Ada Tapi Tak Bertaring

Secara hukum, praktik monopoli dan kartel bertentangan dengan berbagai regulasi yang telah dibuat untuk melindungi kepentingan nasional, antara lain: Pasal 33 UUD 1945 – Jelas menyatakan bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas kekeluargaan.” Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara harus dikuasai oleh negara untuk kepentingan rakyat. Namun, realitanya, sektor-sektor strategis seperti energi, pangan, dan industri manufaktur banyak yang sudah dikuasai swasta, bahkan asing.

Kemudian Undang-Undang No. 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat. Seharusnya menjadi senjata utama dalam menindak para pelaku monopoli dan kartel yang merugikan rakyat. Namun, implementasi undang-undang ini kerap tumpul ketika berhadapan dengan kepentingan kelompok elite.

Selanjutnya, UU No. 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan. Seharusnya UU ini melindungi kepentingan rakyat dengan mengatur persaingan usaha yang sehat dan melarang penguasaan pasar secara sepihak. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa harga pangan, BBM, dan berbagai komoditas utama masih sepenuhnya dikendalikan oleh kartel-kartel besar.

Dan UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Seharusnya UU ini memberi ruang bagi rakyat untuk mengkritik kebijakan yang merugikan mereka. Namun, berbagai bentuk pembungkaman, baik dalam bentuk tekanan politik, kriminalisasi aktivis, maupun sensor media, terus terjadi demi menjaga status quo.

Regulasi ada, tetapi tidak dijalankan secara tegas. Bahkan, banyak kebijakan yang dibuat justru semakin memperkuat dominasi oligarki. Dalam kondisi seperti ini, wajar jika rakyat mulai bertanya: masih adakah harapan untuk merebut kembali kedaulatan ekonomi negeri ini?

Masihkah Ada Harapan?

Jawabannya, tentu saja masih ada. Sejarah telah menunjukkan bahwa perubahan besar hanya terjadi ketika ada persatuan antara pemimpin yang berjiwa patriot dan rakyat yang sadar akan hak-haknya.

Saat ini, masih banyak pemimpin yang memiliki integritas, keberanian, dan kepedulian terhadap rakyat. Mereka adalah sosok-sosok nasionalis sejati yang berpegang teguh pada nilai-nilai moral dan keadilan. Namun, tantangan terbesar adalah bagaimana mereka bisa bersatu dalam satu visi dan misi untuk menegakkan kembali kedaulatan bangsa ini.

Jika kelompok-kelompok patriot ini bersatu dan bergandengan tangan, maka jalan untuk merebut kembali kendali negara dari cengkeraman oligarki masih sangat terbuka.

Indonesia membutuhkan kepemimpinan yang kuat dan berani menghadapi para perusak sistem ekonomi yang hanya menguntungkan segelintir orang. Pemimpin seperti inilah yang akan membawa bangsa ini kembali ke jalur yang benar—jalur yang berpihak kepada kepentingan rakyat, bukan kelompok tertentu.

Saatnya Bangkit dan Bersatu

Saat ini adalah momentum bagi seluruh anak bangsa untuk membangun kesadaran kolektif. Jika kita ingin Indonesia kembali menjadi negara yang berdaulat, maka kita harus mulai dari sekarang.

Bersatulah! Bangkitlah! Tegakkan kembali semangat Bela Negara demi Indonesia yang benar-benar merdeka dan berdaulat di tangan rakyatnya sendiri..!

*Penulis adalah pemerhati masalah kebangsaan

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya