Berita

Menteri Keuangan Sri Mulyani/Foto: IG@smindrawati

Bisnis

Analis Asing: Masa Depan Sri Mulyani Sangat Penting bagi Para Investor

KAMIS, 20 MARET 2025 | 07:37 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Bank Indonesia (BI) kembali mempertahankan suku bunga acuan pada level 5,75 persen. 

Beberapa analis asing mengatakan, keputusan BI ini muncul di saat kepercayaan investor telah menurun. Apalagi saat ini, ada kekhawatiran tentang rencana belanja sosial besar-besaran Presiden Prabowo Subianto serta pemotongan anggaran. 

Sebelumnya, terjadi aksi keluar investor asing, yang membuat gelombang mengejutkan dan beresiko menelan Rupiah. 


BI sebenarnya menjadi kunci apakah kemerosotan saham-saham Indonesia tersebut akan berlanjut menjadi sebuah aksi jual yang lebih luas dan buruk. Pada Rapat Dewan Gubernur, Rabu 19 Maret 2025, BI memutuskan untuk mempertahankan suku bunga, sesuai ekspektasi.

Khoon Goh, kepala riset Asia di ANZ mengatakan, jika BI memberikan kejutan dengan penurunan suku bunga, hal ini akan menyebabkan pelemahan lebih lanjut pada Rupiah. 

"Karena para investor akan khawatir bahwa  trade-off -nya adalah BI akan mengorbankan Rupiah dan menoleransi pelemahan lebih lanjut untuk menopang pertumbuhan," ujar Khoon Goh, seperti dikutip dari Reuters, Kamis 20 Maret 2025. 

Proposal-proposal tersebut telah meningkatkan kekhawatiran tentang kesehatan fiskal Indonesia, meskipun pemerintah mempertahankan perkiraan defisit anggaran pada 2,53 persen dari output ekonomi.

Suku bunga yang tinggi telah mengikis pendapatan bisnis dan menyebabkan aksi jual saham yang tajam. Pihak asing yang memiliki setengah dari saham-saham yang terdaftar, menarik diri. Mereka telah menjual saham senilai 3,85 miliar Dolar AS sejak Oktober dan berada di jalur penjualan selama enam bulan berturut-turut, yang terakhir kali terjadi pada tahun 2017.

"Pergeseran kebijakan fiskal Indonesia menimbulkan banyak ketidakpastian di tengah-tengah volatilitas makro global dan valuasi lokal yang tidak menarik," kata Aninda Mitra, kepala strategi makro Asia di BNY Investment Institute.

Yang juga memicu kekhawatiran adalah berita bahwa pemerintah akan mengesahkan revisi undang-undang (RUU) TNI yang kontroversial pada pekan ini. RUU ini disebut-sebut akan mengizinkan personil angkatan bersenjata untuk menduduki lebih banyak jabatan sipil, yang menurut para investor dapat merusak lingkungan yang ramah bagi dunia usaha di Indonesia.

Spekulasi bahwa Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan mengundurkan diri juga telah meningkatkan kekhawatiran, meskipun Sri Mulyani telah membantah rumor tersebut. 

Rong Ren Goh, manajer portofolio di tim pendapatan tetap Eastspring Investments memandang, masa depan Sri Mulyani sangat penting bagi para investor mengingat reputasinya dalam hal disiplin fiskal yang sangat kontras dengan pendekatan Prabowo.

"Tidak mengherankan jika rumor ini memicu reaksi pasar, mengingat bahwa mereka telah tertatih-tatih dalam keseimbangan yang tidak stabil selama berbulan-bulan," ujar Rong. 

Saat ini aksi jual mata uang dan obligasi Indonesia telah mereda, sebagian karena daya tarik imbal hasil obligasi yang mencapai 7 persen lebih.

Rupiah sejauh ini telah turun kurang dari 2 persen untuk tahun ini, sementara imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia bertenor 10 tahun (IndoGB) hanya naik sekitar 60 basis poin dari level terendahnya di bulan September, sebelum Prabowo menjabat. 

"Secara intuitif, Rupiah mungkin berada di bawah tekanan, tetapi jika BI memilih untuk memangkas suku bunga, mereka mungkin akan siap untuk meredakan gejolak valuta asing," ujar Goh. 

Para trader mengatakan BI telah melakukan intervensi besar-besaran untuk membendung penurunan nilai tukar Rupiah. Volatilitas Rupiah berlangsung di saat pasar global sedang gelisah karena kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump terhadap mitra dagangnya meningkatkan risiko penurunan ekonomi yang lebih luas.

"Jadi ini adalah kombinasi dari badai yang sempurna, yang mengakibatkan para investor asing mengambil pandangan yang sangat hati-hati terhadap aset-aset Indonesia," kata Goh. 
 
Sementara itu, sebelumnya Gubernur BI Perry Warjiyo memastikan bahwa instrumen aset keuangan Indonesia, khususnya Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), secara fundamental tetap menarik bagi investor asing.

Hal itu disampaikan Perry merespons kondisi pasar saham yang tengah mengalami tekanan. 

Pada Selasa siang, Bursa Efek Indonesia (BEI) melakukan pembekuan sementara perdagangan (trading halt) yang dipicu oleh penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang mencapai lebih dari 5 persen.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya