Berita

Ilustrasi (Foto: AI/AT)

Publika

ALLaM Made in Saudi

RABU, 12 MARET 2025 | 08:02 WIB | OLEH: AHMADIE THAHA

SELAMA ini, artificial intelligence atau akal imitasi (AI) global hanyalah panggung duel antara dua raksasa: Amerika dan China. Seperti dua gladiator di Colosseum digital, mereka saling mengintai, menjegal, bahkan menampar satu sama lain dengan kebijakan pembatasan teknologi. Dunia hanya bisa menonton, sambil nunggu, siapa yang akan memenangkan supremasi kecerdasan buatan.

Tapi tunggu dulu. Dari balik gurun, tanpa banyak gembar-gembor, Saudi Arabia tiba-tiba melompat ke arena. Bukan sebagai penonton, bukan pula sebagai penyedia minyak untuk server AI mereka, melainkan sebagai pemain. Dan mereka tidak datang dengan tangan kosong. Mereka punya senjata rahasia: bahasa Arab.

Saudi Data and Artificial Intelligence Authority (SDAIA) tampil ke arena dengan merilis ALLaM, sebuah model bahasa besar (Large Language Model atau LLM) yang khusus dikembangkan untuk bahasa Arab. Model ini kini tersedia di platform Hugging Face, siap bersaing dengan model-model AI global lainnya.


Pertanyaannya, kenapa Saudi repot-repot bikin LLM sendiri? Bukankah bisa tinggal pakai GPT-4 atau LLaMA buatan Barat? Jawabannya sederhana: selama ini, bahasa Arab hanya mendapat remah-remah dari meja makan AI global. Dengan lebih dari 400 juta penutur, bahasa Arab tetap diperlakukan seperti bahasa pinggiran.

Di dunia AI, bahasa Arab kalah jauh dari bahasa Inggris, Mandarin, atau bahkan Prancis. Padahal, bahasa ini bukan sekadar alat komunikasi. Ini bahasa sastra, filsafat, dan —tentu saja— agama. Ia bahasa al-Qur’an. Kalau Saudi selama ini dikenal sebagai penjaga dua kota suci, mereka kini juga ingin menjadi penjaga bahasa Arab di dunia digital.

Visi ini sejalan dengan strategi Muhammad bin Salman, yang memahami bahwa kedaulatan bukan hanya soal ekonomi dan militer, tapi juga budaya dan teknologi. Bayangkan jika suatu hari orang Arab harus berbicara dengan chatbot berlogat London atau Shanghai hanya untuk mencari fatwa atau membaca syair klasik.

Tapi, apakah ALLaM bisa bersaing? Untuk menjawab ini, mari kita lihat dapurnya. ALLaM hadir dengan 7 miliar parameter, angka yang lumayan besar, tapi belum masuk kategori raksasa yang jauh berpengalaman. Jika AI adalah koki, maka parameter adalah jumlah resep dan teknik memasak yang dikuasai.

Model kecil dengan 1 juta parameter ibarat koki yang hanya bisa memasak mie instan. Model menengah dengan 7 miliar parameter seperti ALLaM bagaikan koki profesional yang bisa menyajikan hidangan kompleks. Sementara model AI raksasa dengan 175 miliar parameter seperti GPT-4 bak koki bintang Michelin yang bisa memasak hidangan dari berbagai budaya dengan presisi tinggi.

Dengan 7 miliar parameter, ALLaM setara dengan LLaMA 2-7B dari Meta atau Mistral 7B. Tidak sebesar GPT-4, tapi cukup tangguh untuk memahami bahasa Arab dengan lebih dalam.

Namun, ada satu kendala: AI masih menjadi barang mewah. ALLaM memang open-source, bisa diunduh siapa saja. Tapi menjalankannya? Jangan harap bisa di laptop dengan kartu grafis seadanya. Setidaknya, Anda butuh GPU dengan VRAM minimal 14 GB. Jika hanya punya integrated graphics, lebih baik menyerah sebelum bertempur.

Ini mencerminkan masalah yang lebih besar: AI masih terlalu elitis. Selama harga GPU masih setara sepeda motor, AI tetap akan menjadi mainan segelintir orang. Mungkin solusi terbaik adalah Saudi juga berinvestasi di industri semikonduktor, supaya kita tidak harus terus bergantung pada chip dari Barat atau Timur.

Ke depan, Saudi tampaknya tak hanya ingin menjadi konsumen teknologi, tapi pemain di panggung AI. ALLaM langkah awal, dan jika ambisi ini berlanjut, bukan tidak mungkin kita akan melihat Saudi membangun superkomputer sendiri, meluncurkan chip AI buatan lokal, atau bahkan mengembangkan AGI (Artificial General Intelligence) yang memahami bahasa Arab lebih baik dari manusia itu sendiri.

Tentu, ini bukan pekerjaan satu-dua tahun. AI bukan sprint, tapi maraton yang butuh investasi besar, regulasi cerdas, dan ekosistem riset yang matang. Namun, jika Saudi benar-benar serius, kita mungkin akan segera melihat Riyadh berdiri sejajar dengan Silicon Valley dan Beijing dalam daftar kota-kota utama inovasi AI.

Walhasil, ALLaM made in Saudi yang dibuat dari nol ini bukan sekadar teknologi. Ini sekaligus pernyataan: Saudi tidak lagi mau sekadar menonton revolusi AI dari jauh. Mereka ingin ikut menulis masa depan —dengan bahasa mereka sendiri.

*Penulis adalah Pemerhati Kebangsaan, Pengasuh Pondok Pesantren Tadabbur Al-Qur'an



Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Puan Harap Korban Banjir Sumatera Peroleh Penanganan Baik

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:10

Bantuan Kemensos Telah Terdistribusikan ke Wilayah Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:00

Prabowo Bantah Rambo Podium

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:59

Pansus Illegal Logging Dibahas Usai Penanganan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:39

BNN Kirim 2.000 Paket Sembako ke Korban Banjir Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:18

Bahlil Sebut Golkar Bakal Dukung Prabowo di 2029

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:03

Banjir Sumatera jadi Alarm Keras Rawannya Kondisi Ekologis

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:56

UEA Berpeluang Ikuti Langkah Indonesia Kirim Pasukan ke Gaza

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:47

Media Diajak Kawal Transformasi DPR Lewat Berita Berimbang

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:18

AMAN Raih Dua Penghargaan di Ajang FIABCI Award 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:15

Selengkapnya