Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid/Istimewa
Pernyataan Presiden Prabowo Subianto dalam pidatonya seusai dilantik pada 20 Oktober 2024, yang menyatakan bahwa “ikan busuk dari kepala”, dinilai mengandung banyak interpretasi.
Dalam konteks kekinian, di tengah maraknya kritik publik terhadap institusi Polri, Direktur Eksekutif Amnesty International, Usman Hamid menyebut, “kepala” dalam konteks kenegaraan yang lebih tinggi tidak hanya berhenti di Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Menurut Usman Hamid, secara kelembagaan institusi Polri berada langsung di bawah Presiden RI, dalam hal ini Presiden Prabowo Subianto.
“Nah, ‘ikan busuk dimulai dari kepalanya’. Apakah perlu Kapolri diganti? Kepalanya siapa? Kapolri itu atau Presiden? Kalau dibandingkan antara Kapolri sama Presiden, mana kepalanya? Menurut saya kalau ikannya (busuk) sampai eksekutif, ya Presiden harus diganti,” kata Usman dalam diskusi publik yang diprakarsai Ikatan Wartawan Hukum (Iwakum) bertajuk “Urgensi Reformasi Polri” di bilangan Jakarta Selatan, Jumat, 7 Maret 2025.
“Tapi, kalau yang dimaksud 'ikannya' adalah kepolisian, ya Kapolri harus diganti,” tegas Usman.
Usman menambahkan, soal pergantian Kapolri, Amnesty International sendiri telah mengeluarkan rilis resmi tentang represi oknum Polri terhadap warga sipil dan mahasiswa, pada Agustus 2024 lalu. Hasilnya, represi berbasis kekerasan itu tidak dilakukan oleh perseorangan oknum anggota Polri, melainkan melibatkan institusi.
“Bagi kami perilaku eksesif dari kepolisian itu bukanlah berlaku perorangan. Karena hampir menjadi pola umum. Karena tanggung jawabnya ada pada institusi. Dalam hal ini tentu institusi adalah entitas yang abstrak. Harus dikonkretkan siapa? Kapolri,” tegas aktivis Pro Demokrasi ini.
Bahkan, lanjut Usman, secara organisasi, Amnesty Internasional pun telah mendesak dilakukan hak angket atau hak lainnya yang bersifat penyelidikan dari DPR untuk meminta pertanggung jawaban Kapolri terkait hal tersebut.
“Nah sayangnya, DPR hingga hari ini belum mengarah ke sana. Bahkan dalam kritik masyarakat dan mahasiswa terakhir kepada pemerintah, pemerintahan Prabowo dan juga kepada kepolisian, Ketua Komisi III mengatakan 'untung ada di Polisi'. Padahal itu hanya empat hari setelah (intimidasi oknum polisi terhadap) kelompok Band Punk Sukatani,” tuturnya.
Atas dasar itu, dalam pandangan Amnesty Internasional, DPR kurang optimal dalam menjalankan fungsi-fungsi kontrol dan pengawasan.
“Akibatnya tidak ada koreksi yang signifikan,” pungkas Usman.