Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky/Net
Debat terbuka antara Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden AS Donald Trump mendapat tanggapan dari pihak Rusia.
Mantan presiden Rusia Dmitry Medvedev mengatakan, Zelensky telah menerima tamparan keras setelah Trump mengatakan dia tidak menghormati Amerika Serikat (AS) dan tidak ada terima kasihnya.
"Teguran brutal di Ruang Oval," tulis Medvedev, yang merupakan wakil ketua Dewan Keamanan Rusia, di Telegram, seperti dikutip dari
Reuters, Sabtu 1 Maret 2025.
Dalam unggahan itu Medvedev mengatakan Zelensky telah mendengar langsung sebuah kebenaran.
"Rezim Kyiv sedang bermain-main dengan Perang Dunia Ketiga," ujarnya.
Medvedev juga menyerukan agar bantuan militer untuk Ukraina dihentikan, sesuatu yang sudah lama diinginkan oleh Moskow.
Sementara itu, Jurubicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova mengatakan merupakan suatu keajaiban bahwa Trump dan Vance menahan diri untuk tidak memukul Zelensky selama pertengkaran tersebut, yang disiarkan di saluran berita di seluruh dunia.
"Zelensky menggigit tangan yang memberinya makan," kata Zakharova.
Komentator TV nasionalis garis keras, Vladimir Solovyov, bahkan mengumumkan acara khusus yang berjudul "Bunuh Diri Zelensky di Gedung Putih".
Selama ini, Rusia menggambarkan Zelensky sebagai boneka Amerika Serikat yang tidak stabil dan egois. Menurut Rusia, pemerintahan Biden sudah memanfaatkan Zelensky untuk mencoba mengalahkan Moskow secara strategis dengan cara berperang sampai orang Ukraina musnah.
Zelenskiy menolak karakterisasi tersebut, dan mengatakan dirinya melakukan semua yang dia bisa untuk mempertahankan negaranya dari Rusia dengan bantuan sekutu Ukraina.
Pemulihan hubungan yang cepat antara Moskow dan Washington telah membuat Ukraina dan sekutu-sekutunya di Eropa khawatir bahwa Trump dan Presiden Vladimir Putin dapat membuat kesepakatan yang mengesampingkan dan merusak keamanan mereka.
Putin telah berulang kali mengatakan bahwa Zelensky bukanlah pemimpin yang sah karena masa jabatan lima tahunnya berakhir tahun lalu.
aina sendiri memang tidak dapat menyelenggarakan pemilu karena berada di bawah darurat militer sejak perang skala penuh meletus pada Februari 2022.