Berita

Mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Ricar/Dok Kejagung

Hukum

Mampukah Negara Sita Aset Triliunan Zarof Ricar?

RABU, 19 FEBRUARI 2025 | 06:10 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Kasus dugaan mafia peradilan dalam perkara Gregorius Ronald Tannur membuka tabir kelam sistem hukum Indonesia. Kasus yang awalnya tampak sebagai pidana biasa, kini berubah menjadi skandal besar setelah Kejaksaan Agung (Kejagung) menemukan uang mencapai Rp915 miliar dan 51 kilogram emas di rumah Zarof Ricar, mantan pejabat Mahkamah Agung (MA).

Kejaksaan Agung menangkap Zarof Ricar atas dugaan suap dalam pengurusan kasasi di MA. Dalam kasus tersebut, pengacara Ronald Tannur, Lisa Rahmat, diduga menjanjikan Rp5 miliar kepada Hakim Agung melalui Zarof, dengan komisi Rp1 miliar untuk dirinya.

Direktur Eksekutif Indonesia Yudikatif Watch (IYW), Dinalara Butarbutar, menilai kasus tersebut mengindikasikan adanya sistem yang sudah mengakar di MA. Temuan tersebut juga memunculkan pertanyaan besar mengenai seberapa luas jaringan mafia peradilan di dalam lembaga yang seharusnya menjadi benteng keadilan

"Jika seorang pejabat non-hakim saja memiliki aset sebesar itu, bagaimana dengan mereka yang berwenang memutus perkara, seperti hakim agung?" ujar Dinalara dalam keterangannya, dikutip RMOLJabar, Selasa, 18 Februari 2025.

"Pertanyaan lainnya, jika komisinya hanya Rp1 miliar, dari mana asal uang Rp1 triliun dan 51 kg emas yang disimpannya?" imbuh Dosen Fakultas Hukum di Universitas Pakuan (Unpak) tersebut.

Apabila setiap kasus suap yang ditangani Zarof bernilai Rp1 miliar, Dinalara meyakini uang sebanyak itu bisa berasal dari sekitar 1.000 kasus korupsi. Hal tersebut menunjukkan, praktik suap di MA bukan hanya tindakan individu, melainkan bagian dari jaringan sistematis yang sudah berlangsung lama.

Menurut Dinalara, skandal tersebut semakin memperburuk kepercayaan publik terhadap sistem peradilan. Masyarakat semakin skeptis terhadap putusan pengadilan, apalagi jika kasus-kasus besar bisa "diatur" dengan uang.

"Banyak pihak juga menyerukan perlunya reformasi besar-besaran di MA dan menuntut agar penyelidikan tidak berhenti pada Zarof saja, tetapi juga menelusuri hakim-hakim serta pejabat tinggi lainnya yang mungkin terlibat," ujarnya 

Di sisi lain, Kejaksaan Agung kini menghadapi ujian besar. Jika mereka berhasil membongkar seluruh jaringan mafia hukum tersebut, maka bisa menjadi tonggak sejarah baru dalam pemberantasan korupsi di sektor peradilan. Namun, jika kasus tersebut berakhir tanpa hasil yang signifikan, kepercayaan publik terhadap hukum bisa semakin hancur.

"Agar uang dan emas yang disita dari Zarof dapat dirampas untuk negara, Kejagung harus membuktikan aset tersebut berasal dari praktik mafia peradilan, bukan sekadar kekayaan pribadi yang sah. Beberapa langkah yang dapat dilakukan adalah audit forensik keuangan, analisis putusan MA, serta penyelidikan lebih lanjut terhadap jaringan mafia peradilan yang mungkin lebih luas," beber Dinalara.

Berdasarkan Pasal 18 UU Tipikor (UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001), negara berhak merampas aset hasil korupsi. Selain itu, Pasal 33 UU TPPU (UU No. 8 Tahun 2010) juga memungkinkan perampasan aset tanpa harus ada putusan pidana terhadap pelaku utama, melalui mekanisme Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCBAF).

Lebih lanjut, Dinalara menuturkan, jika Kejaksaan Agung gagal membuktikan uang Rp1 triliun berasal dari tindak pidana korupsi, maka aset bisa dikembalikan kepada Zarof. Dalam skenario tersebut, ada beberapa kemungkinan yang bisa terjadi.

"Jika Zarof dapat membuktikan asetnya diperoleh secara sah, maka negara tidak bisa menyita uang tersebut. Namun, berdasarkan Pasal 37A UU Tipikor, pembalikan beban pembuktian bisa digunakan, di mana Zarof harus membuktikan sendiri bahwa asetnya bukan hasil kejahatan. Jika ia gagal, maka negara tetap bisa merampasnya," jelasnya.

Mekanisme NCBAF juga bisa menjadi opsi jika terbukti kekayaan Zarof tidak sesuai dengan penghasilannya sebagai pejabat negara. Pengadilan bisa memutuskan perampasan meski tidak ada vonis pidana terhadap Zarof, selama ada cukup bukti aset tersebut berasal dari praktik korupsi.

Dinalara menekankan, kasus tersebut menjadi momen krusial bagi Kejaksaan Agung dan sistem hukum Indonesia. Jika ditangani dengan transparan dan tuntas, skandal tersebut bisa menjadi awal dari reformasi peradilan yang telah lama dinantikan.

Namun, jika penyelidikan justru terhenti di tengah jalan atau hanya menyentuh aktor-aktor kecil, maka masyarakat akan semakin yakin hukum di Indonesia memang bisa diperjualbelikan.

"Jawaban ada di tangan Kejaksaan Agung dan sistem hukum Indonesia. Jika mereka berhasil, ini menjadi langkah besar dalam membersihkan mafia hukum di negeri ini. Jika tidak, maka keadilan di Indonesia akan tetap menjadi komoditas yang bisa diperjualbelikan," demikian Dinalara.

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

PDIP Minta Seluruh Kader Banteng Tenang

Kamis, 20 Februari 2025 | 23:23

Megawati Instruksikan Kepala Daerah dari PDIP Tunda Retret ke Magelang

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:43

Wujudkan Pertanian Berkelanjutan dan Ketahanan Pangan, Pemerintah Luncurkan FAST Programme

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:27

Trump Gak Ada Obat, IHSG Terseret Merah

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:26

Uchok: Erick Thohir Akali Prabowo soal Danantara

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:24

Hasto Ditahan, Megawati Tidak Menunjuk Plt Sekjen PDIP

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:21

Resmi Pimpin Banten, Andra Soni-Dimyati Diingatkan Jangan Korupsi

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:18

KPK Tahan Hasto, PDIP: Operasi Politik Mengawut-awut Partai

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:17

Hasto Ditahan, PDIP: KPK Dikendalikan dari Luar Melalui AKBP Rossa

Kamis, 20 Februari 2025 | 22:16

Adityawarman Adil Apresiasi BSF CGM 2025: Gambaran Kekayaan Budaya Kota Bogor

Kamis, 20 Februari 2025 | 21:56

Selengkapnya