Berita

Presiden Prabowo Subianto/Ist

Publika

Menguji Arah Ideologis Presiden Prabowo

Oleh: Budiana Irmawan*
SENIN, 10 FEBRUARI 2025 | 13:03 WIB

PROFESOR Sarbini Somawinata, mantan anggota Dewan Pimpinan Partai Sosialis Indonesia menggariskan perlu revolusi kerakyatan menghadapi tantangan negara Indonesia di tengah perkembangan globalisasi. Pernyataannya beredar dalam buku saku pada tahun 1990. 

Tak ayal, Prof. Sarbini dianggap subversif melawan Orde Baru, dan mengakibatkan harus diperiksa Bakorstanas (Badan Koordinasi Stabilitas dan Pemantapan Stabilitas Nasional).

Masa itu puncak keemasan rezim Soeharto dengan mantra trilogi pembangunan. Dekade akhir tahun 1970-an berhasil konsolidasi kekuatan politik pasca peristiwa Malari, dan awal tahun 1980 mendapat durian runtuh Booming Oil. Momentum yang mengukuhkan ideologi developmentalisme pemerintahan Orde Baru.

Bagi Prof. Sarbini, kendati turut merumuskan arsitektur perekonomian nasional bersama Prof. Soemitro Djojohadikusumo dan Prof. Widjojo Nitisastro ketika awal Orde Baru, namun ia melihat ada kekeliruan mendasar. Presiden Soeharto lebih memanjakan elite ketimbang membangun mayoritas rakyat kelas bawah.

Sandaran teori trickle down effect hanya indah dalam ranah konsep, tetapi di level implementasi rakyat kelas bawah kerap kali menjadi objek eksploitasi. 

Karena itu, menurut Prof. Sarbini, penting revolusi kerakyatan, yakni mengubah total orientasi pembangunan untuk memberdayakan rakyat kebanyakan dan membatasi kerakusan para konglomerat.

Retorika Presiden Prabowo Subianto selalu menegaskan keberpihakan kepada kepentingan rakyat kecil. Mengingatkan kita kepada pikiran Prof. Sarbini.

Prabowo Subianto memang anak biologis begawan ekonomi Prof. Soemitro Djojohadikusumo yang semua orang tahu berpandangan sosialistik. 

Namun, apakah Presiden Prabowo yang sekian lama ditempa tradisi militeristik juga mewarisi keyakinan ideologis bapaknya? 

Pada saat menyusun Kabinet Merah Putih, demi menyenangkan partai koalisi, Presiden Prabowo membentuk kabinet gemuk melampaui kelaziman. Tentu akomodasi berlebihan ini konsekuensinya anggaran membengkak dan tumpang-tindih fungsi kementerian. 

Padahal, seharusnya memahami beban fiskal yang ditinggalkan Presiden Jokowi sangat berat. 

Presiden Jokowi ambisius membangun proyek mercusuar di tengah kondisi defisit anggaran menyebabkan pemerintah dan BI (Bank Indonesia) dengan alasan burden sharing menerbitkan SUN (Surat Utang Negara). Jangan aneh, utang jatuh tempo tahun 2025 sebesar Rp800,33 triliun.

Sementara Presiden Prabowo sendiri memprioritaskan program MBG (Makan Bergizi Gratis) untuk anak sekolah dan ibu hamil. 

Program yang pasti membutuhkan anggaran jumbo. Tentu program MBG memiliki urgensitas mengatasi persoalan mutu sumber daya manusia dampak didera kemiskinan, di samping mendorong perputaran ekonomi di akar rumput.

Program konkret lain dicanangkan Presiden Prabowo adalah menghapus utang UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) dan layanan internet murah sebagai bagian optimalisasi digitalisasi.

Tidak bisa dipungkiri kontribusi UMKM terhadap PDB (Produk Domestik Bruto)  lebih dari 60 persen. Angka yang menunjukan masuk akal pemerintah memberikan afirmasi penghapusan utang UMKM mendukung pertumbuhan ekonomi. 

Hanya saja pemerintah wajib melakukan formalisasi UMKM yang masuk kategori sektor informal melalui badan usaha koperasi. 

Layanan internet murah juga penting dalam era digitalisasi. Pengguna saluran tetap atau fixed broadband koneksi internet rumah di Indonesia cuma 15 persen. Bandingkan dengan negara jiran, Malaysia 45 persen, Thailand dan Filipina di atas 50 persen, bahkan Singapura mencapai 92 persen.

Jadi, saya kira secara keseluruhan dalam kurun waktu 100 hari kerja belum bisa menilai kebijakan Presiden Prabowo. 

Eksplisit ada itikad kuat kembali mengutamakan orientasi kerakyatan, tetapi tampak juga terlilit beban politik masa lalu yang sulit dihindari.

Realitas itu menuntut publik tetap kritis menguji arah ideologis Presiden Prabowo.

*Penulis adalah pemerhati kebijakan publik



Populer

Besar Kemungkinan Bahlil Diperintah Jokowi Larang Pengecer Jual LPG 3 Kg

Selasa, 04 Februari 2025 | 15:41

Jokowi Kena Karma Mengolok-olok SBY-Hambalang

Jumat, 07 Februari 2025 | 16:45

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Alfiansyah Komeng Harus Dipecat

Jumat, 07 Februari 2025 | 18:05

Prabowo Harus Pecat Bahlil Imbas Bikin Gaduh LPG 3 Kg

Senin, 03 Februari 2025 | 15:45

Bahlil Gembosi Wibawa Prabowo Lewat Kebijakan LPG

Senin, 03 Februari 2025 | 13:49

Pengamat: Bahlil Sengaja Bikin Skenario agar Rakyat Benci Prabowo

Selasa, 04 Februari 2025 | 14:20

UPDATE

Pangkas Anggaran Kementerian, Prabowo Lebih Peduli Rakyat Kecil

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:30

Bursa Asia Menguat di Selasa Pagi

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:22

Guncangan Politik Rumania, Presiden Klaus Iohannis Pilih Mundur

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:19

Butuh 15 Regulasi Kewenangan Khusus Pasca Status Berubah Jadi DKJ

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:17

Jokowi Harusnya Tak Olok-olok SBY soal Hambalang

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:14

Kebijakan Trump Bikin Dolar AS Menguat di Selasa Pagi

Selasa, 11 Februari 2025 | 09:05

Bursa Eropa Sumringah, Indeks Utama Kompak Naik

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:42

Menuju Bahaya Oligarki

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:29

Saham-saham Teknologi Melonjak, Bursa AS Ditutup Menghijau

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:18

Mbak Ita dan Suaminya Dikabarkan Kembali Diperiksa Hari Ini

Selasa, 11 Februari 2025 | 08:10

Selengkapnya