Berita

Pelabuhan Malahayati di Aceh Besar/Ist

Publika

Menghadang Dominasi Maritim Singapura dan Malaysia

Oleh: Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla*
SABTU, 08 FEBRUARI 2025 | 05:36 WIB

INDONESIA memiliki peluang emas untuk merebut kendali jalur logistik Asia Tenggara dengan memanfaatkan posisi strategisnya di Selat Malaka. Dengan akan dioperasikannya Terusan Kra di Thailand, pergeseran besar dalam jalur perdagangan maritim dunia akan terjadi.

Jika Indonesia tidak segera bergerak, maka Singapura dan Malaysia akan tetap menjadi pemain utama dalam rantai logistik regional, sedangkan Indonesia hanya akan menjadi penonton.

Namun, ada cara untuk membalikkan keadaan: Indonesia harus membangun dan mengoperasikan dua hub port utama, yaitu Pelabuhan Malahayati di Aceh sebagai Hub Port Barat dan Pelabuhan Kijing di Kalimantan Barat sebagai Hub Port Timur. Dengan strategi ini, Indonesia dapat menguasai alur cargo di Selat Malaka, memangkas dominasi Singapura dan Malaysia, serta menghemat biaya logistik nasional hingga Rp4 triliun per tahun.


Mengapa Pelabuhan Malahayati dan Kijing?

Pelabuhan Malahayati merupakan benteng pertama di Ujung Barat Indonesia. Pelabuhan Malahayati di Aceh memiliki potensi besar untuk memotong jalur cargo yang datang dari Asia Barat dan Eropa sebelum mencapai Singapura. Dengan menjadikan Malahayati sebagai Hub Port Barat, Indonesia bisa menarik kapal-kapal besar (Motor Vessel) untuk singgah dan menurunkan muatan di Aceh sebelum melanjutkan perjalanan ke Terusan Kra dan China.

Keuntungan strateginya mampu menekan ancaman penyelundupan di Pantai Timur Sumatera (PTS), karena semua cargo ke Indonesia sudah turun di Malahayati. Kemudian menguasai distribusi barang ke Malaysia, karena cargo ke Malaysia bisa diturunkan di Malahayati terlebih dahulu.

Selanjutnya menghidupkan jalur transportasi multi-moda, baik jalur laut (Aceh?"Meulaboh?"Sibolga?"Teluk Bayur?"Bengkulu?"Lampung) maupun jalur darat via tol dari Aceh hingga Palembang.

Sementara untuk Pelabuhan Kijing berpotensi menjadi penguasa logistik di Asia Timur. Pelabuhan Kijing di Kalimantan Barat akan menjadi titik utama untuk menangkap cargo dari Asia Timur (Jepang, Korea Selatan, China) dan Amerika Serikat sebelum masuk ke Terusan Kra.

Semua cargo yang ditujukan untuk Indonesia dapat diturunkan di sini, termasuk barang untuk Malaysia dan Singapura, yang justru bisa kita kendalikan distribusinya.

Keuntungan strategisnya, selain bisa menekan ketergantungan pada Pelabuhan Singapura, karena cargo Indonesia sekitar 60-70 persen tidak perlu transit lagi di sana, juga bisa menegakkan asas Cabotage, sehingga kapal berbendera Indonesia lebih berdaulat di jalur logistik nasional.

Kemudian, keuntungan lainnya ialah menekan biaya logistik nasional, karena dengan volume 7 juta TEUs per tahun, penghematan bisa mencapai Rp4 triliun per tahun. Dan meningkatkan efisiensi perdagangan dalam negeri, karena barang ekspor dan impor bisa langsung dikonsolidasikan di Kijing tanpa harus melewati negara lain.

Misi Besar Indonesia

Setelah membaca buku ”Paradoks Indonesia” dan ”Strategi Transformasi Bangsa” karya Presiden Prabowo Subianto, semakin jelas bahwa Indonesia harus menjadi pemain utama dalam rantai logistik global, bukan sekadar boneka pelabuhan Singapura dan Malaysia.

Strategi membangun Hub Port Malahayati dan Kijing adalah implementasi nyata dari visi menjadikan Indonesia sebagai Macan Asia. Dengan menguasai jalur cargo di Selat Malaka, kita bisa menarik pusat perdagangan global ke Indonesia, mengubah peta ekonomi kawasan, dan mengakhiri dominasi pelabuhan negara tetangga.

Jika strategi ini berjalan, maka kantor-kantor dagang yang selama ini berbasis di Singapura bisa dipindahkan ke Aceh dan Pontianak. Singapura hanya akan menjadi kota wisata, bukan lagi pusat logistik utama. Ekonomi Indonesia akan tumbuh pesat dengan peningkatan aktivitas perdagangan dan industri di kedua hub port.

Indonesia harus melihat Terusan Kra bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai peluang besar untuk merebut dominasi jalur perdagangan Asia Tenggara. Jika kita tidak segera bertindak, maka selamanya kita akan berada di bawah bayang-bayang Singapura dan Malaysia.

Tidak ada pilihan lain, kita harus bangun dan operasikan Hub Port Malahayati dan Kijing sekarang juga. Jangan biarkan negara ini terus menjadi tempat transit barang bagi negara lain. Saatnya Indonesia bangkit, menguasai jalur perdagangan maritim dan benar-benar menjadi bangsa maritim yang berdaulat. Kita bisa..!

*Penulis adalah Ketua Presidium Pejuang Bela Negara

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Puan Harap Korban Banjir Sumatera Peroleh Penanganan Baik

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:10

Bantuan Kemensos Telah Terdistribusikan ke Wilayah Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:00

Prabowo Bantah Rambo Podium

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:59

Pansus Illegal Logging Dibahas Usai Penanganan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:39

BNN Kirim 2.000 Paket Sembako ke Korban Banjir Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:18

Bahlil Sebut Golkar Bakal Dukung Prabowo di 2029

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:03

Banjir Sumatera jadi Alarm Keras Rawannya Kondisi Ekologis

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:56

UEA Berpeluang Ikuti Langkah Indonesia Kirim Pasukan ke Gaza

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:47

Media Diajak Kawal Transformasi DPR Lewat Berita Berimbang

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:18

AMAN Raih Dua Penghargaan di Ajang FIABCI Award 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:15

Selengkapnya