Berita

Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi/Ist

Politik

Revisi UU Kejaksaan dan KUHAP Bisa Mengulang Kembali Tragedi 2019

RABU, 05 FEBRUARI 2025 | 04:20 WIB | LAPORAN: WIDODO BOGIARTO

Presiden Prabowo Subianto diingatkan langkah revisi UU Kejaksaan dan KUHAP berpotensi mengulang kembali tragedi 2019.

"Sebelum terlambat, kita harus mengingatkan Presiden Prabowo Subianto agar jangan sampai tragedi 2019 terulang kembali," kata Pendiri Haidar Alwi Institute (HAI), R Haidar Alwi melalui keterangan tertulisnya, Rabu 5 Februari 2025.

Hampir enam tahun berlalu sejak demonstrasi penolakan Revisi UU KPK dan KUHP. Saat itu, gelombang aksi demonstrasi pecah dimana-mana karena dianggap sebagai upaya untuk melemahkan KPK.


"Akibatnya, mobilitas masyarakat dan stabilitas keamanan terganggu, banyak fasilitas umum yang rusak, benturan rakyat dengan aparat hingga korban luka bahkan menelan setidaknya lima korban jiwa dari kalangan pelajar dan mahasiswa," kata Alwi.

Haidar mengaku khawatir tragedi 2019 kembali terulang. Penyebabnya adalah revisi UU Kejaksaan yang diusulkan oleh Komisi III dan KUHAP yang diusulkan oleh Baleg. DPR telah menyepakati keduanya masuk dalam 41 prolegnas prioritas 2025.

"Bukan untuk memperlemah, tapi untuk memperkuat lembaga karena Kejaksaan diberikan kewenangan penuh dalam perkara pidana melalui asas dominus litis. Justru ini yang jadi masalahnya," ungkap Haidar.

Di satu sisi, asas dominus litis memang dapat meningkatkan efektivitas penegakan hukum. Berkas perkara tidak perlu lagi bolak-balik antara penyidik dan jaksa karena perbedaan pandangan terkait kelengkapan alat bukti.

"Namun di sisi lain, malah tumpang tindih apabila tidak ingin disebut melucuti kewenangan kepolisian dan kehakiman," sambung Haidar.

Selain melakukan penyelidikan dan penyidikan sendiri, jaksa juga bisa mengintervensi penyidikan yang dilakukan kepolisian. Jaksa bebas menentukan kapan suatu perkara naik penyelidikan dan penyidikan serta kapan suatu perkara dilanjutkan atau dihentikan. 

Bahkan jaksa dapat menentukan sah atau tidaknya penangkapan dan penyitaan yang menjadi kewenangan kehakiman.

"Hal ini rawan disalahgunakan karena mengabaikan checks and balances. Entah oleh tekanan politik, kepentingan pribadi, korupsi atau kasus-kasus yang menyangkut elite," pungkas Haidar.




Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya