Berita

Ilustrasi tambang/Net

Publika

Kampus Terancam jadi Laboratorium Broker Tambang

OLEH: FADLI RUMAKEFING
RABU, 29 JANUARI 2025 | 14:36 WIB

KAMPUS sebagai institusi pendidikan yang bertujuan mengajarkan dan memberikan ilmu pengetahuan secara formal dalam rangka mencerdaskan kehidupan anak-anak bangsa Indonesia dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi-nya, yakni, pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan serta pengabdian kepada masyarakat. 

Karena itu, tidak boleh dirasuki oleh kepentingan elite, oligarki, dan kaum pemodal atau kapital yang akan membuat kampus menyeleweng dari tujuan pendidikan.

Kita sepakat adanya revisi Undang-undang Nomor 4/2009 tentang Pertambangan Minerba dan Batu Bara dalam rangka percepatan hilirisasi dan swasembada energi nasional, tapi tidak dengan diberikannya jatah pengelolaan tambang kepada kampus.


Sebagaimana yang tertuang dalam Pasal 51A, pertama, Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral logam atau batu bara dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas.

Kedua, pemberian dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan, luas WIUP mineral logam atau batu bara; status perguruan tinggi terakreditasi; dan peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat.

Ketiga, ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP mineral logam atau batu bara dengan cara prioritas kepada perguruan tinggi diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Bahwa dari ribuan kampus yang ada di Indonesia, hanya terdapat 37 universitas, 6 institut, 3 sekolah tinggi, dan 1 politeknik yang ada jurusan teknik pertambangan berdasarkan daftar yang ada di pemutu.kemdikbud.go.id.

Dengan diberikannya jatah pengelolaan tambang kepada kampus, dapat dipastikan kampus yang tadinya adalah laboratorium pendidikan dan ilmu pengetahuan akan berubah menjadi laboratorium para broker-broker perpanjangan tangan dari para oligarki dan kaum pemodal.

Mengapa demikian? Karena kita tahu bahwa usaha di sektor pertambangan sangat membutuhkan modal cukup besar, dari mana kampus punya modal untuk melakukan uji kelayakan, eksplorasi, eksploitasi, pengolahan, reklamasi? Belum lagi kita bicara soal wajib pajak dan CSR.

Selain itu, yang dikhawatirkan adalah mahasiswa sebagai masyarakat kampus akan dirugikan. Karena nalar kritis dan rasionalitas mahasiswa akan dikontrol oleh kebijakan kampus yang lebih mementingkan mengelola tambang dibanding memajukan ilmu pengetahuan dan membangun peradaban bangsa.

Penulis adalah Direktur Eksekutif Advokasi Indonesia Raya

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya