Berita

Presiden AS, Donald Trump/Net

Dunia

Hakim AS Tolak Perintah Trump Batasi Kewarganegaraan Berdasarkan Kelahiran

JUMAT, 24 JANUARI 2025 | 11:10 WIB | LAPORAN: HANI FATUNNISA

Salah satu perintah eksekutif Presiden Amerika Serikat Donald Trump untuk membatasi penerimaan kewarganegaraan berdasarkan kelahiran telah ditolak oleh hakim federal.

Hakim Distrik AS yang berkantor pusat di Seattle, John Coughenour sementara memblokir perintah tersebut karena dinilai bertentangan dengan aturan hukum AS.

"Saya sudah menjadi hakim selama lebih dari empat dekade. Saya tidak ingat kasus lain di mana pertanyaan yang diajukan sejelas ini. Ini adalah perintah yang jelas-jelas tidak konstitusional," kata Coughenour tentang kebijakan Trump, seperti dimuat Reuters pada Jumat, 24 Januari 2025.

Perintah eksekutif Trump telah mengarahkan badan-badan AS untuk menolak mengakui kewarganegaraan anak-anak yang lahir di Amerika Serikat jika ibu atau ayah mereka bukan warga negara AS atau penduduk tetap yang sah.

Negara-negara bagian berpendapat bahwa perintah Trump melanggar hak yang diabadikan dalam klausul kewarganegaraan Amandemen ke-14 Konstitusi AS yang menyatakan bahwa siapapun yang lahir di Amerika Serikat adalah warga negara.

Pemblokiran Coughenour, yang diumumkan setelah sidang singkat yang dihadiri hakim lain, mencegah kebijakan Trump diberlakukan secara nasional selama 14 hari.

Sementara hakim mempertimbangkan apakah akan mengeluarkan putusan pendahuluan yang berlaku lama. Keputusannya akan diumumkan pada Februari mendatang.

Berdasarkan perintah Trump, setiap anak yang lahir di Amerika Serikat setelah tanggal 19 Februari yang ibu dan ayahnya bukan warga negara Amerika atau penduduk tetap yang sah akan dikenakan deportasi dan akan dicegah memperoleh nomor Jaminan Sosial, berbagai tunjangan pemerintah, dan kemampuan saat mereka bertambah tua untuk bekerja secara sah.

"Berdasarkan perintah ini, bayi yang lahir hari ini tidak dihitung sebagai warga negara AS," Asisten Jaksa Agung negara bagian Washington Lane Polozola, mengacu pada kebijakan Trump, mengatakan kepada hakim selama sidang.

Pengacara Departemen Kehakiman Brett Shumate berpendapat bahwa tindakan Trump itu konstitusional dan menyebut perintah pengadilan apa pun yang memblokirnya sangat tidak pantas.

Namun, sebelum Shumate selesai menanggapi argumen Polozola, Coughenour mengatakan bahwa ia telah menandatangani perintah penahanan sementara.

Shumate mengatakan pihaknya berencana mengajukan dokumen minggu depan guna mendesak hakim agar tidak mengeluarkan perintah pemblokiran yang lebih lama.

Jaksa Agung Washington Nick Brown, seorang Demokrat, mengaku pesimis Departemen Kehakiman akan berhasil membatalkan putusan Coughenour melalui banding.

Bahkan menurutnya itu tidak akan berhasil meski dibawa ke Mahkamah Agung AS, yang mayoritas konservatifnya 6-3 mencakup tiga hakim yang ditunjuk oleh Trump.

"Anda adalah warga negara Amerika jika Anda lahir di tanah Amerika titik. Tidak ada yang dapat dilakukan presiden untuk mengubahnya," tegasnya.

Lebih dari 150.000 bayi baru lahir akan ditolak kewarganegaraannya setiap tahun jika perintah Trump dibiarkan berlaku, menurut negara-negara bagian yang dipimpin Demokrat.

Sejak Trump menandatangani perintah tersebut, setidaknya enam gugatan hukum telah diajukan untuk menentangnya, sebagian besar oleh kelompok hak-hak sipil dan jaksa agung Demokrat dari 22 negara bagian.

Jaksa agung negara bagian Demokrat mengatakan bahwa pemahaman tentang klausul kewarganegaraan Konstitusi telah diperkuat 127 tahun yang lalu ketika Mahkamah Agung AS memutuskan bahwa anak-anak yang lahir di Amerika Serikat dari orang tua non-warga negara berhak atas kewarganegaraan Amerika.

Amandemen ke-14, yang diadopsi pada tahun 1868 setelah Perang Saudara AS, membatalkan keputusan Dred Scott yang terkenal dari Mahkamah Agung tahun 1857 yang menyatakan bahwa perlindungan Konstitusi tidak berlaku untuk orang kulit hitam yang diperbudak.

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Buntut Pungli ke WN China, Menteri Imipas Copot Pejabat Imigrasi di Bandara Soetta

Sabtu, 01 Februari 2025 | 19:25

Aero India 2025 Siap Digelar, Ajang Unjuk Prestasi Dirgantara

Sabtu, 01 Februari 2025 | 19:17

Heboh Rupiah Rp8.100 per Dolar AS, BI Buka Suara

Sabtu, 01 Februari 2025 | 19:13

Asas Dominus Litis, Hati-hati Bisa Disalahgunakan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:35

Harga CPO Menguat Nyaris 2 Persen Selama Sepekan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:18

Pramono: Saya Penganut Monogami Tulen

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:10

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Vihara Amurva Bhumi Menang Kasasi, Menhut: Kado Terbaik Imlek dari Negara

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:45

Komisi VI Sepakati RUU BUMN Dibawa ke Paripurna

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:11

Eddy Soeparno Gandeng FPCI Dukung Diplomasi Iklim Presiden Prabowo

Sabtu, 01 Februari 2025 | 16:40

Selengkapnya