Berita

Dok Foto/Net

Bisnis

Lebih Hemat, Ikan Harus Jadi Menu Utama Program MBG

SABTU, 18 JANUARI 2025 | 03:45 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki potensi kelautan yang melimpah, termasuk produksi ikan yang melimpah ruah. 

Kekayaan ini membuka peluang besar bagi ikan untuk menjadi komponen utama dalam program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG), yang bertujuan meningkatkan gizi anak-anak dan ibu hamil sekaligus mengatasi isu stunting yang merupakan salah satu program unggulan dari Presiden Prabowo Subianto.

Ikan dikenal sebagai sumber protein berkualitas tinggi yang kaya akan asam lemak omega-3, vitamin D, kalsium, dan fosfor. Nutrisi ini sangat penting untuk perkembangan otak, kesehatan jantung, dan pertumbuhan tulang. Menggunakan ikan sebagai alternatif daging dalam menu MBG menawarkan solusi berbasis lokal yang relevan, sekaligus mendukung keberagaman pangan sesuai kebutuhan masyarakat Indonesia.

“Ikan memiliki potensi besar untuk menjadi solusi gizi nasional, terutama dalam program MBG yang menyasar anak-anak dan ibu hamil. Dengan ketersediaan ikan yang melimpah, kita bisa menghadirkan menu sehat dan terjangkau bagi masyarakat,” ujar pengamat maritim dari Ikatan Alumni Lemhannas Strategic Center, DR. Capt. Marcellus Hakeng Jayawibawa, Jumat, 17 Januari 2025.

Namun, pelaksanaan program ini yang kick off-nya dilaksanakan di tanggal 06 januari 2025 lalu, tidak terlepas dari tantangan. Hingga kini, dari target awal 3 juta penerima, baru 600.000 yang dapat dijangkau. 

Menurut Capt. hakeng, hal ini disebabkan oleh keterbatasan infrastruktur, logistik, dan anggaran. Distribusi ikan sebagai bahan pangan utama memerlukan rantai pasok yang efisien untuk menjaga kualitasnya, mengingat sifat ikan yang mudah rusak.

Selain meningkatkan gizi masyarakat, integrasi ikan dalam program MBG juga berkontribusi pada pemberdayaan ekonomi lokal. 

Lanjut dia, dengan lebih dari 2 juta nelayan tradisional di Indonesia, peningkatan permintaan ikan dapat menciptakan pasar yang stabil, meningkatkan kesejahteraan nelayan, dan mengurangi kesenjangan ekonomi.

“Program MBG tidak hanya berfokus pada peningkatan gizi, tetapi juga membuka peluang bagi nelayan lokal untuk mendapatkan penghasilan yang lebih stabil. Ini adalah langkah strategis untuk memperkuat ketahanan pangan berbasis sumber daya lokal,” jelas  Dewan Pakar dari Pengurus Pusat Pemuda Katolik tersebut.

Beberapa kendala masih menjadi perhatian utama dalam pelaksanaan program ini. Penurunan alokasi anggaran dari Rp15.000 menjadi Rp10.000 per porsi makanan berdampak pada kualitas gizi yang dapat disediakan. Selain itu, perbedaan akses terhadap bahan baku lokal di berbagai wilayah menimbulkan ketimpangan gizi. Untuk itu, diperlukan penguatan pengelolaan logistik, termasuk penyediaan cold storage untuk distribusi ikan segar.

Masih kata dia, edukasi masyarakat tentang manfaat ikan dan cara pengolahannya juga menjadi kunci penting dalam meningkatkan penerimaan menu berbasis ikan. Dengan kolaborasi antara pemerintah, mitra katering, dan masyarakat, program ini diharapkan dapat berjalan lebih efektif dan berkelanjutan.

Saat ini, Indonesia berada di peringkat keempat sebagai produsen ikan dunia, dengan potensi ikan tangkap yang dimiliki sebesar lebih dari 12 juta ton per tahunnya. Dengan pengelolaan Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara Republik Indonesia (WPPNRI) yang serius, Indonesia berpotensi naik ke peringkat ketiga atau bahkan pertama.

“Pemanfaatan potensi laut Indonesia dapat menjadi pilar utama dalam ketahanan pangan nasional. Dengan dukungan kebijakan yang kuat dan infrastruktur yang memadai, kita bisa mengubah paradigma konsumsi masyarakat dari dominasi daging (ayam dan sapi) menjadi berbasis ikan,” tegasnya.

Program MBG berbasis ikan tidak hanya memberikan solusi gizi tetapi juga menciptakan dampak ekonomi dan sosial yang signifikan. 

“Dengan harga rata-rata daging ikan yang hanya Rp5 ribu per kilonya di pasar-pasar tradisional, maka terdapat potensi penghematan hingga Rp100 triliun dari substitusi konsumsi 4 juta ton daging ayam dan 50 ribu ton daging sapi apabila digantikan dengan ikan, program ini bisa menjadi tonggak penting dalam menciptakan ketahanan pangan nasional berbasis lokal,” pungkas Capt. Hakeng.

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

UPDATE

Sinergi Infrastruktur dan Pertahanan Kunci Stabilitas Nasional

Senin, 10 Maret 2025 | 21:36

Indonesia-Vietnam Naikkan Level Hubungan ke Kemitraan Strategis Komprehensif

Senin, 10 Maret 2025 | 21:22

Mendagri Tekan Anggaran PSU Pilkada di Bawah Rp1 Triliun

Senin, 10 Maret 2025 | 21:02

Puji Panglima, Faizal Assegaf: Dikotomi Sipil-Militer Memang Selalu Picu Ketegangan

Senin, 10 Maret 2025 | 20:55

53 Sekolah Rakyat Dibangun, Pemerintah Matangkan Infrastruktur dan Kurikulum

Senin, 10 Maret 2025 | 20:48

PEPABRI Jamin Revisi UU TNI Tak Hidupkan Dwifungsi ABRI

Senin, 10 Maret 2025 | 20:45

Panglima TNI Tegaskan Prajurit Aktif di Jabatan Sipil Harus Mundur atau Pensiun

Senin, 10 Maret 2025 | 20:24

Kopdes Merah Putih Siap Berantas Kemiskinan Ekstrem

Senin, 10 Maret 2025 | 20:19

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Airlangga dan Sekjen Partai Komunis Vietnam Hadiri High-Level Business Dialogue di Jakarta

Senin, 10 Maret 2025 | 19:59

Selengkapnya