Berita

Kolase Presiden Prabowo Subianto/RMOL

Politik

Presiden Prabowo Harus Evaluasi KKP dan TNI AL soal Pagar Laut

MINGGU, 12 JANUARI 2025 | 09:15 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Keberadaan pagar laut sepanjang lebih dari 30 kilometer di pesisir Tangerang menyita perhatian publik. Sekjen Persaudaraan Tani Nelayan Indonesia (Petani), Dharmawan, mengaku heran terhadap TNI Angkatan Laut (TNI AL) dan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) seolah-olah tidak mengetahui siapa yang membangun pagar tersebut dan sejak kapan berdirinya.

Menurut Dharma, pagar laut ini diduga kuat menjadi bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN) di kawasan Pantai Indah Kapuk (PIK) 2. 

Ia menilai sikap pemerintah yang terkesan “lepas tangan” sangat janggal, mengingat proyek di area pesisir berskala besar seharusnya melalui perencanaan dan pengawasan ketat. 


“Ini bukan sekadar pagar kecil. Panjangnya mencapai 30 kilometer lebih, tapi mengapa seakan-akan tidak ada yang tahu?” kata Dharma dalam keterangannya, Minggu, 12 Januari 2025.

Keberadaan pagar laut tersebut, lanjut dia, memunculkan sejumlah persoalan. Pertama, gangguan terhadap mata pencaharian para nelayan. Selama ini, wilayah pesisir Tangerang menjadi lokasi tradisional bagi nelayan setempat untuk menangkap ikan. Namun, dengan adanya pagar yang membentang luas, akses mereka menjadi terbatas. 

“Nelayan bingung mau mencari ikan ke mana. Pagar ini jelas menghalangi jalur tangkapan,” ujarnya.

Kedua, dampak terhadap lingkungan. Ia menduga pembangunan pagar laut ini tidak melalui Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) yang memadai, atau setidaknya tidak melibatkan partisipasi publik. Menurutnya, perubahan struktur garis pantai akibat proyek tersebut berpotensi menimbulkan kerusakan ekosistem laut. 

“Satu proyek di pesisir bisa berdampak besar pada biota laut, terumbu karang, hingga sedimentasi,” tegasnya.

Ketiga, persoalan kedaulatan. Dharmawan menilai pembangunan pagar laut tanpa pengawasan ketat dari instansi terkait dapat mengganggu stabilitas keamanan dan kewaspadaan di wilayah perairan Indonesia. Ia pun menyoroti peran TNI AL, dalam hal ini Pangkoarmada I, yang seharusnya lebih peka dan sigap mengawasi aktivitas di laut. 

“Kalau sudah terbangun sepanjang itu, artinya sudah ada proses dan kegiatan besar. Bagaimana pengawasan intelijen maritim kita?” tanyanya.

Keempat, Dharmawan turut mempersoalkan kinerja Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Ia menilai KKP selaku lembaga yang bertanggung jawab di sektor kelautan semestinya mengantisipasi kerugian yang dialami nelayan sekaligus memantau keberlanjutan ekosistem. 

“Apa fungsi KKP kalau ada proyek besar di laut dan dampaknya sebesar ini, tapi informasi di lapangan nyaris nihil?” ucapnya.

Demi kepentingan masyarakat luas, Dharma mendesak Presiden untuk segera turun tangan. Menurutnya, perlu ada evaluasi menyeluruh terhadap semua pihak yang seharusnya bertanggung jawab, terutama Menteri KKP dan Pangkoarmada I. 

“Presiden harus panggil mereka. Tanya, kenapa pengawasan kita bobol sampai bisa dibangun pagar 30 km tanpa sepengetahuan. Ini bukan main-main, karena menyangkut kepentingan rakyat dan kedaulatan negara,” tuturnya.

Selain itu, ia mengingatkan bahwa kemunculan pagar laut semacam ini dapat memicu konflik sosial. Nelayan yang kehilangan lahan penangkapan terpaksa mencari alternatif mata pencaharian, sementara di sisi lain, ketidakjelasan status proyek justru menimbulkan keresahan. 

“Konflik horizontal bisa terjadi kalau pemerintah tidak segera memberi kepastian,” imbuh Dharmawan.

Karena itulah, Persaudaraan Tani Nelayan Indonesia (Petani) akan terus mengawal perkembangan kasus ini. Organisasi yang mewadahi petani dan nelayan tersebut siap melakukan koordinasi dengan berbagai elemen, termasuk pihak akademisi dan pemerhati lingkungan, untuk menuntut transparansi dan pertanggungjawaban. 

“Laut kita adalah milik bersama, masa depan anak cucu kita. Jangan sampai dikorbankan untuk kepentingan segelintir pihak, jangan sampai kerusakan sudah parah baru kita sibuk membereskan. Lebih baik mencegah sebelum terlambat,” pungkasnya.

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya