Berita

Ilustrasi (AI/AT)

Publika

Dari Tren YOLO ke YONO

MINGGU, 12 JANUARI 2025 | 07:55 WIB | OLEH: AHMADIE THAHA

PERNAKAH Anda merasa hidup seperti kereta cepat yang tak pernah berhenti, di mana setiap stasiun adalah ajakan untuk membeli sesuatu - barang, pakaian, pengalaman, atau bahkan gaya hidup? Dari perjalanan liburan mewah hingga sepeda lipat seharga puluhan juta, kita semua pernah tergoda oleh slogan "You Only Live Once" alias YOLO.

Namun, seperti pesta yang berakhir larut malam, euforia YOLO kini mulai pudar. Datanglah YONO, filosofi baru yang perlahan-lahan menarik rem darurat dalam hidup kita. YONO "You Only Need One" adalah suara hati yang memanggil kita untuk merenungkan, "Apakah saya benar-benar membutuhkan ini?"

Sebagai fenomena yang mulai mencuat setelah pandemi Covid-19, YONO menjadi antitesis dari YOLO, dengan pesan kuat tentang kesederhanaan dan efisiensi. Tapi, apakah ini hanya tren sesaat atau sebuah revolusi global? Mari kita jelajahi fenomena ini -- dengan fakta, hitungan ekonomi, dan sedikit sentuhan humor yang mencerahkan.

Jika YOLO ibarat pesta kembang api di malam tahun baru, maka YONO adalah pagi setelahnya: sunyi, penuh renungan, dan sedikit hangover finansial. Dunia yang semula memuja kebebasan hedonistik kini perlahan berpindah ke kesederhanaan minimalis, dengan YONO sebagai bintangnya. Namun, apakah ini hanya angin lalu pascapandemi, ataukah fenomena yang mendunia?

Fenomena YONO tidak terbatas di satu negara. Seperti YOLO yang dahulu mendominasi media sosial dengan gambar-gambar liburan mahal dan barang mewah, YONO kini menjadi pembicaraan global. Dari tren No Buy Challenge di Indonesia hingga komunitas minimalis di Jepang, pola hidup ini merefleksikan kebutuhan mendasar manusia untuk beradaptasi dengan keterbatasan, seperti sekarang.

Namun, ada keunikan tersendiri pada adaptasi lokalnya. Di negara maju seperti Jepang, YONO menyatu dengan filosofi wabi-sabi, sementara di Indonesia, ia lebih mirip "hemat pangkal kaya," tapi dengan sentuhan modern. Kesulitan ekonomi yang membuat hidup semakin buram menjadi pendorongnya.

Saat YOLO berjaya, seorang teman saya, sebut saja Andi, membeli sepeda lipat bermerek seharga Rp30 juta untuk olahraga pagi. Namun dalam semangat YONO, dia kini cukup puas dengan sepeda bekas seharga Rp1 juta yang berfungsi sama untuk mengantar anak ke sekolah. Selisih Rp29 juta bisa digunakan untuk investasi pendidikan atau dana darurat.

Contoh lain: belanja pakaian. Siti, seorang pekerja kantoran, dulunya membeli koleksi pakaian setiap bulan demi outfit of the day untuk Instagram. Setelah YONO, Siti hanya membeli satu blazer hitam berkualitas tinggi seharga Rp1 juta yang ia pakai dalam berbagai kombinasi. Dibanding kebiasaannya sebelumnya yang menghabiskan Rp5 juta per musim, ia kini menabung Rp4 juta per kuartal.

Secara psikologis, YONO bisa menjadi obat untuk tekanan hidup modern. Prinsip ini membantu mengurangi stres finansial, kecemasan akan tren, dan perasaan tidak cukup baik akibat membandingkan diri dengan orang lain di media sosial.

Psikolog Endang Mariani mencatat bahwa gaya hidup ini dapat meningkatkan self-worth seseorang. Ketika fokus lebih ditujukan pada kebutuhan esensial, dalam tasawuf disebut qana'ah, seseorang menjadi lebih puas dengan diri sendiri apa adanya, alih-alih terus mengejar validasi eksternal.

Namun, ada tantangan tersendiri. Bagi sebagian orang, terutama generasi muda, meninggalkan YOLO bukanlah hal mudah. Fear of Missing Out (FOMO) tetap menjadi musuh utama. Maka, penting untuk mendidik generasi berikutnya tentang pengelolaan emosi dan kebutuhan versus keinginan, yang membawa kita ke isu parenting.

Tren YONO membawa pesan penting bagi orang tua. Pendidikan konsumerisme harus dimulai sejak dini. Misalnya, ajarkan anak bahwa mainan baru tidak selalu berarti kebahagiaan lebih besar.

Contoh: Ali, anak berusia 7 tahun, menginginkan mainan robot seharga Rp500 ribu. Orang tuanya menawarkan alternatif: membaca buku tentang robot yang hanya berharga Rp50 ribu. Selain lebih hemat, pilihan ini juga mendukung perkembangan intelektual.

Orang tua juga perlu mencontohkan gaya hidup sederhana secara langsung. Jangan hanya bicara, tapi berilah teladan. Anak belajar dari tindakan, bukan kata-kata. Jika orang tua tetap mengunggah barang mewah di Instagram sembari berkhotbah tentang minimalisme, pesan YONO hanya akan menjadi ilusi.

Fenomena YONO, seperti pendahulunya YOLO, adalah cerminan dari kondisi sosial-ekonomi dan budaya zaman. Apakah ini akan menjadi gaya hidup permanen atau sekadar tren sesaat, tergantung pada sejauh mana masyarakat dapat mengintegrasikan nilai-nilainya ke dalam kehidupan sehari-hari.

Namun satu hal yang pasti: YONO bukan sekadar soal hemat, tetapi juga soal menemukan kebahagiaan dalam kesederhanaan. Jadi, apakah Anda siap berpindah dari pesta YOLO ke gaya hidup meditatif YONO? Sebelum menjawab, periksa isi dompet Anda. Kembang api memang indah penuh warna, tapi hanya sampai tagihan datang!

*Penulis adalah wartawan senior

Populer

KPK Kembali Periksa Pramugari Jet Pribadi

Jumat, 28 Februari 2025 | 14:59

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

KPK Terus Didesak Periksa Ganjar Pranowo dan Agun Gunandjar

Jumat, 28 Februari 2025 | 17:13

Bos Sritex Ungkap Permendag 8/2024 Bikin Industri Tekstil Mati

Senin, 03 Maret 2025 | 21:17

UPDATE

Tekuk Fiorentina 2-1, Napoli Tak Biarkan Inter Tenang

Senin, 10 Maret 2025 | 01:21

Polda Jateng Tegas Larang Petasan Sepanjang Ramadan

Senin, 10 Maret 2025 | 00:59

Kluivert Tiba di Jakarta Ditemani Mantan Pemain Man United

Senin, 10 Maret 2025 | 00:41

Cegah Bencana Seperti di Jabotabek, Menteri ATR/BPN Evaluasi Tata Ruang di Jatim

Senin, 10 Maret 2025 | 00:25

Asiang Versus JACCS MPM Finance, Peneliti IPD-LP Yakin Hakim MA Lebih Adil

Minggu, 09 Maret 2025 | 23:58

Beri Bantuan untuk Korban Banjir di Candulan, Okta Kumala Dewi Berharap Ada Solusi Jangka Panjang

Minggu, 09 Maret 2025 | 23:41

PSU Empat Lawang Diikuti Dua Paslon, Pencoblosan pada 19 April 2025

Minggu, 09 Maret 2025 | 23:20

Update Banjir dan Longsor Sukabumi: 5 Orang Wafat, 4 Orang Hilang

Minggu, 09 Maret 2025 | 22:44

Menanti Keberanian Kejagung Bongkar Biang Kerok Korupsi Migas

Minggu, 09 Maret 2025 | 22:30

PTPN IV PalmCo Siapkan 23 Bus untuk Mudik di Sumatera dan Kalimantan

Minggu, 09 Maret 2025 | 22:18

Selengkapnya