Berita

Akademisi FH Unila, Yusdianto/RMOLNetwork

Politik

Akademisi Dukung Penghapusan Presidential Threshold

SABTU, 04 JANUARI 2025 | 03:32 WIB | LAPORAN: AGUS DWI

Penghapusan Presidential Threshold (PT) oleh Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan perkara nomor 62/PUU-XXII/2024 yang dibacakan Kamis, 2 Januari 2024, mendapat apresiasi masyarakat.

MK mengabulkan uji materi atas Pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Majelis hakim konstitusi menilai pasal yang mengatur tentang PT itu bertentangan dengan konstitusi.

Putusan itu otomatis menghapus ketentuan presidential threshold atau ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden 20 persen kursi DPR RI atau 25 persen suara nasional.


“Sebelumnya sudah banyak gugatan soal presidential threshold, tapi akhirnya gugatan yang diajukan mahasiswa kali ini dikabulkan majelis,” kata akademisi Fakultas Hukum Universitas Lampung (FH Unila), Yusdianto , dikutip RMOLLampung, Jumat 3 Januari 2025.

Yusdianto menyebutkan bahwa dalam kajian hukum tata negara, presidential threshold memang tidak dibutuhkan negara Indonesia yang menganut sistem presidensial.

“Adanya putusan ini akan menjadi pondasi kuat dalam pelaksanaan sistem presidensial,” jelasnya.

Putusan ini juga menyederhanakan sistem multipartai di Indonesia yang cukup kompleks. Sehingga membuka ruang supaya partai menjadi lebih demokratis dan modern.

“Selama ini kita tahu yang tidak mereformasi dirinya adalah partai politik, maka hal ini bisa menguatkan parpol sebagai pilar demokrasi,” lanjutnya.

Ketua Jurusan Hukum Tata Negara (HTN) FH Unila menambahkan, putusan ini akan berdampak para koalisi dan formasi partai pendukung presiden dengan partai penguasa parlemen.

“Selama ini partai pendukung presiden dan partai penguasa di parlemen itu berbeda, mulai dari SBY, Jokowi, dan sekarang Prabowo. Dampaknya pada koalisi, koalisi tidak hanya hadir saat pemilihan tapi koalisi akan lebih kuat dan bisa permanen seperti di Amerika yang memiliki partai Republik dan Demokrat,” jelasnya.

“Nantinya, pemenang presiden juga bisa pemenang parlemen,” sambungnya.

Selain itu, hilangnya presidential threshold juga bisa memunculkan beragam tokoh yang akan membawa isu-isu lokasi menjadi isu nasional.

“Tentunya ini akan memperkuat edukasi kepada masyarakat untuk menentukan pilihan. Harapannya kita juga bisa punya pemilu pendahuluan untuk menguji elektabilitas dan popularitas calon,” pungkasnya.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya