Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Misteri Kalender Masehi

Oleh: Laksma TNI (Purn) Jaya Darmawan, M.Tr.Opsla*
KAMIS, 02 JANUARI 2025 | 05:19 WIB

BANYAK di antara kita baru saja mengucapkan “Selamat Tahun Baru 2025.” Namun, pernahkah kita bertanya, benarkah hari ini, Rabu, adalah 1 Januari 2025? Ataukah mungkin kita masih terjebak dalam ilusi penanggalan yang telah mengalami koreksi besar di masa lalu?

Kalender yang kita gunakan saat ini (masehi) merupakan warisan panjang dari sistem penanggalan yang telah mengalami berbagai perubahan. Awalnya, sistem ini disebut Kalender Julian, yang diperkenalkan oleh Julius Caesar pada tahun 45 SM. Kalender ini menetapkan panjang tahun sebanyak 365,25 hari, dengan tambahan 1 hari ekstra setiap 4 tahun (tahun kabisat).

Namun, meskipun tampak akurat, perhitungan ini secara perlahan melenceng dari realitas astronomis. Tahun tropis—periode yang diperlukan Bumi untuk mengelilingi Matahari satu kali penuh—sebenarnya memiliki panjang 365,2422 hari, atau sekitar 11 menit lebih pendek dari yang diperkirakan kalender Julian.

Ketidaksesuaian sebesar 11 menit per tahun ini tampak kecil, tetapi dalam jangka waktu panjang menyebabkan deviasi yang signifikan. Dalam 1 abad (100 tahun), kesalahan ini bertambah sekitar 18 jam (0,75 hari). Pada a1.000 tahun, kesalahan menjadi 7,5 hari.

Hingga abad ke-16, perbedaan ini telah bertambah hingga 10 hari, menyebabkan ketidaksesuaian antara kalender dan fenomena alam, seperti pergantian musim dan perayaan keagamaan.

Untuk memperbaiki ketidaktepatan ini, Paus Gregorius XIII mengeluarkan dekrit pada tahun 1582, memperkenalkan Kalender Gregorian yang kita gunakan hingga hari ini. Solusi drastis diambil, 10 hari dihapus dari kalender. Tanggal 4 Oktober 1582 langsung dilompati ke 15 Oktober 1582.

Sistem tahun kabisat diubah. Tahun yang habis dibagi 100 bukan lagi tahun kabisat, kecuali jika habis dibagi 400 (contohnya, tahun 1600 dan 2000 adalah kabisat, tetapi 1700, 1800, dan 1900 tidak).

Namun, langkah ini menimbulkan pertanyaan: apakah pergeseran 10 hari itu cukup? 443 Tahun Berlalu: Apakah Hari Ini Benar 1 Januari 2025? Sejak 1582, telah berlalu 443 tahun. Dengan sisa deviasi 0,0078 hari per tahun (11 menit), maka tambahan kesalahan: 443 X 0,0078 = 3,455 hari. 

Artinya, saat ini terdapat selisih tambahan sekitar 3,45 hari. Dengan demikian, secara astronomis, kita mungkin telah ‘terlambat’ sekitar 3-4 hari dari kalender yang seharusnya.

Di sisi lain, Kalender Islam atau Hijriah menggunakan metode perhitungan berdasarkan bulan sinodis—periode yang diukur dari satu fase bulan ke fase yang sama berikutnya (misalnya dari bulan baru ke bulan baru). Lama waktu ini adalah 29,53059 hari.

Dengan perhitungan ini, satu tahun Hijriah memiliki 354 atau 355 hari (tergantung tahun kabisat), yang secara ketat diatur oleh pergerakan bulan tanpa perlu penyesuaian tambahan seperti Kalender Gregorian.

Keakuratan Kalender Hijriah diakui karena mengikuti siklus astronomis langsung, bukan estimasi matematika seperti kalender matahari. Hingga hari ini, 1 Rajab 1446 H, sistem ini tetap akurat tanpa koreksi waktu bahkan 1 detik pun.

Meskipun Kalender Gregorian berhasil menyesuaikan ketidaktepatan kalender Julian, ia tetap memerlukan koreksi kecil seiring waktu. Ini menimbulkan perdebatan: apakah kita benar-benar hidup sesuai dengan waktu astronomis yang sebenarnya? Atau apakah kita masih dipengaruhi oleh kesalahan penanggalan masa lalu?

Sementara itu, Kalender Hijriah menawarkan solusi berbasis fenomena alam yang lebih presisi. Apakah ini menunjukkan bahwa manusia seharusnya lebih mengandalkan waktu berbasis bulan dibandingkan waktu berbasis matahari?

Perjalanan sistem penanggalan telah mengalami berbagai perubahan untuk menyelaraskan kehidupan manusia dengan ritme kosmik. Kalender Gregorian, meski lebih akurat dibandingkan Julian, masih memiliki sedikit deviasi. Sementara itu, Kalender Hijriah membuktikan ketepatannya sebagai sistem yang berakar pada fenomena astronomi.

Jadi, apakah hari ini benar-benar 1 Januari 2025? Ataukah ini hanya sebuah ilusi waktu yang terus kita yakini tanpa memeriksa keakuratannya? Pertanyaan ini mungkin akan terus mengundang diskusi ilmiah dan filosofis di masa depan.

*Penulis adalah Purnawirawan TNI AL

Populer

Bangun PIK 2, ASG Setor Pajak 50 Triliun dan Serap 200 Ribu Tenaga Kerja

Senin, 27 Januari 2025 | 02:16

Gara-gara Tertawa di Samping Gus Miftah, KH Usman Ali Kehilangan 40 Job Ceramah

Minggu, 26 Januari 2025 | 10:03

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

KPK Akan Digugat Buntut Mandeknya Penanganan Dugaan Korupsi Jampidsus Febrie Adriansyah

Kamis, 23 Januari 2025 | 20:17

Prabowo Harus Ganti Bahlil hingga Satryo Brodjonegoro

Minggu, 26 Januari 2025 | 09:14

Datangi Bareskrim, Petrus Selestinus Minta Kliennya Segera Dibebaskan

Jumat, 24 Januari 2025 | 16:21

Masyarakat Baru Sadar Jokowi Wariskan Kerusakan Bangsa

Senin, 27 Januari 2025 | 14:00

UPDATE

Buntut Pungli ke WN China, Menteri Imipas Copot Pejabat Imigrasi di Bandara Soetta

Sabtu, 01 Februari 2025 | 19:25

Aero India 2025 Siap Digelar, Ajang Unjuk Prestasi Dirgantara

Sabtu, 01 Februari 2025 | 19:17

Heboh Rupiah Rp8.100 per Dolar AS, BI Buka Suara

Sabtu, 01 Februari 2025 | 19:13

Asas Dominus Litis, Hati-hati Bisa Disalahgunakan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:35

Harga CPO Menguat Nyaris 2 Persen Selama Sepekan

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:18

Pramono: Saya Penganut Monogami Tulen

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:10

Viral, Kurs Dolar Anjlok ke Rp8.170, Prabowo Effect?

Sabtu, 01 Februari 2025 | 18:05

Vihara Amurva Bhumi Menang Kasasi, Menhut: Kado Terbaik Imlek dari Negara

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:45

Komisi VI Sepakati RUU BUMN Dibawa ke Paripurna

Sabtu, 01 Februari 2025 | 17:11

Eddy Soeparno Gandeng FPCI Dukung Diplomasi Iklim Presiden Prabowo

Sabtu, 01 Februari 2025 | 16:40

Selengkapnya