Berita

Salah satu lukisan karya Yos Suprapto/Ist

Politik

Pemberedelan Pameran Yos Suprapto Mencoreng Muka Prabowo

SABTU, 21 DESEMBER 2024 | 13:57 WIB | LAPORAN: FAISAL ARISTAMA

Peristiwa penutupan pameran lukisan seniman senior asal Yogyakarta, Yos Suprapto di Galeri Nasional Indonesia adalah bentuk pemberedelan.

“Negara mestinya bisa memberi ruang pelaku seni dan kurator untuk berdiskusi secara kritis dengan publik. Jadi, jangan malah alergi dan intervensi," kata Anggota Komisi X DPR RI, Bonnie Triyana, Sabtu, 21 Desember 2024. 

Sebelumnya, Galeri Nasional Indonesia membatalkan pameran tunggal perupa senior Yogyakarta, Yos Suprapto, bertajuk “Kebangkitan: Tanah Untuk Kedaulatan Pangan” di Gedung A Galeri Nasional beberapa menit sebelum pembukaan pada Kamis malam, 19 Desember 2024. 


Di hari pembukaan pameran, terlihat pintu kaca digembok dan lampu dimatikan. Padahal pameran yang telah dipersiapkan sejak tahun lalu tersebut rencananya akan berlangsung selama 20 Desember 2024-19 Januari 2025.

Bonnie pun mengkritik pembatalan pameran lukisan Yos oleh Galeri Nasional yang merupakan gedung institusi milik pemerintah di bawah Kementerian Kebudayaan.

“Negara harus menjamin kebebasan berekspresi seniman. Sensor karya yang terjadi dalam pameran ini bisa jadi preseden buruk dalam pemerintahan Prabowo Subianto,” lanjut Bonnie.

Alasan pameran tunggal Yos Suprapto batal digelar adalah karena Suwarno merupakan kurator dari Galeri Nasional tidak meloloskan lima dari 30 lukisan Yos karena dianggap terlalu vulgar dan tak berkaitan dengan tema pameran tentang kedaulatan pangan.

Lima lukisan itu berkaitan dengan sosok yang pernah sangat populer di masyarakat Indonesia dan banyak kalangan menyebut beberapa gambar dalam lukisan mirip wajah Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.

Pada pameran Yos, terdapat lukisan menunjukkan gambar seorang raja yang mirip dengan Jokowi sedang menginjak orang atau dinilai sebagai rakyat. Ada juga lukisan yang menggambarkan sosok petani yang sedang memberi makan konglomerat.

Terlepas dari anggapan-anggapan itu, Bonnie menyebut seni rupa, yang dalam hal ini adalah seni lukis, merupakan ranah multitafsir. 

"Bagaimanapun karya seni merupakan medium untuk kritik sosial adalah hal yang lazim. Dan seni itu multitafsir sehingga bahaya juga kalau dilihat hanya dari satu perspektif," tandas Bonnie.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Tragedi Nasional dari Sumatra dan Suara yang Terlambat Kita Dengarkan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:44

Produktivitas Masih di Bawah ASEAN, Pemerintah Susun Langkah Percepatan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:41

Lewat Pantun Cak Imin Serukan Perbaiki Alam Bukan Cari Keributan

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:38

Bank Mandiri Sabet 5 Penghargaan BI

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:27

Liga Muslim Dunia Siap Lobi MBS untuk Permudah Pembangunan Kampung Haji Indonesia

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:18

Banjir Rob di Pesisir Jakarta Berangsur Surut

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:13

RI–Timor Leste Sepakat Majukan Koperasi

Jumat, 05 Desember 2025 | 15:08

Revisi UU Cipta Kerja Mendesak di Tengah Kerusakan Hutan Sumatera

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:57

Bahlil Telusuri Dugaan Keterkaitan Tambang Martabe dengan Banjir Sumut

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:48

BI: Cadangan Devisa RI Rp2.499 Triliun per Akhir November 2025

Jumat, 05 Desember 2025 | 14:39

Selengkapnya