Presiden Prabowo Subianto/Ist
Sesi perdagangan yang serius nampaknya mulai hinggap di bursa saham Indonesia. Sikap pelaku pasar yang biasanya mampu bertahan optimis dalam menyambut pemerintahan baru hasil pemilihan presiden beberapa bulan lalu, kini seperti tinggal menangani.
Presiden Prabowo Subianto, yang baru menduduki istana lebih dari sebulan, kini harus mulai berjibaku dengan situasi menantang.
Rilis data perekonomian terkini menunjukkan, Indeks PMI manufaktur untuk periode November lalu yang berada di kisaran 49,6. Besaran tersebut mencerminkan terjadinya kontraksi pada manufaktur nasional. Catatan menunjukkan, kontraksi pada manufaktur nasional yang kini telah berlangsung 5 bulan terakhir.
Laporan lebih jauh menunjukkan, kontraksi untuk November yang terjadi akibat turunnya permintaan. Terlebih permintaan dari luar negeri disebutkan kembali menurun untuk 9 bulan terakhir.
Indeks PMI bulan November memang masih lebih baik ketimbang bulan sebelumnya yang menunjukkan kontraksi mulai jinak. Namun masih berlanjutnya kontraksi dalam lima bulan terakhir tentu menjadi perhatian serius pelaku pasar.
Tantangan pemerintahan Prabowo Subianto, oleh karenanya kini terlihat kian berat. Dan pelaku pasar tentu menantikan serangkaian langkah yang akan diambil pemerintah.
Sementara rilis data lain memperlihatkan inflasi pada November lalu yang sebesar 0,3 persen atau sedikit di atas ekspektasi pasar yang sebesar 0,26 persen. Kinerja inflasi ini, yang menjadi salah satu data yang sangat dinantikan investor, terkesan gagal meredam kekhawatiran investor. Pantauan menunjukkan, gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang justru beralih merah usai rilis data inflasi.
IHSG terpantau mampu mengawali sesi perdagangan pagi dengan konsisten menjejak zona penguatan moderat. Namun kemudian beralih turun menjelang rilis data inflasi. IHSG selanjutnya konsisten menjejak zona pelemahan di sepanjang sesi perdagangan untuk menutup turun signifikan 0,95 persen di 7.046,98 di sesi perdagangan sore.
Kegagalan sentimen domestik dalam mengangkat kinerja IHSG di sesi awal pekan ini, menjadikan bursa saham Indonesia akan sangat bergantung pada rangkaian rilis data perekonomian global di sepanjang pekan ini untuk setidaknya bertahan dari tekanan jual lebih suram.
Pantauan lebih rinci memperlihatkan, performa lesu IHSG yang dikontribusi secara signifikan oleh sejumlah saham unggulan. Saham unggulan yang masuk dalam jajaran teraktif ditransaksikan kembali merosot dalam rentang bervariasi, seperti: BBRI, BMRI, ASII, BBCA, BBNI, TLKM dan ICBP. Saham unggulan tercatat menyisakan ADRO, PGAS dan UNTR yang masih mampu bertahan positif.
Lesunya IHSG kali ini terlihat lumayan kontras dengan situasi di bursa saham regional dan global. Laporan terkait menyebutkan, kinerja Indeks di bursa saham utama Asia yang mampu kompak membukukan penguatan. Pelaku pasar di Asia mendapatkan bekal sentimen positif dari sesi penutupan pekan lalu di bursa Wall Street, di mana Indeks DJIA kembali mencetak rekor tertingginya sepanjang sejarah.
Suntikan sentimen regional yang positif datang dari China, di mana negeri perekonomian terbesar Asia itu merilis Indeks PMI manufaktur yang secara mengejutkan mampu mengalami pertumbuhan untuk November lalu dengan berada di kisaran 51,5 atau jauh melampaui ekspektasi pasar di kisaran 50,5. Sedangkan data resmi yang dirilis akhir pekan lalu oleh pemerintah China menunjukkan Indeks PMI manufaktur di kisaran 50,3.
Serangkaian data tersebut tentu menjadi angin segar bagi investor di Asia dalam mengawali sesi perdagangan pekan ini, Senin 2 Desember 2024. Berpadu dengan bekal positif dari penutupan pekan lalu di bursa Wall Street, optimisme akhirnya mampu bertahan.
Indeks Nikkei (Jepang) menutup sesi dengan menguat tajam 0,8 persen di 38.513,02, sementara indeks KOSPI (Korea Selatan) flat alias turun sangat tipis 0,06 persen dengan berakhir di 2.454,48 dan indeks ASX200 Australia yang naik tipis 0,14 persen setelah singgah di 8.447,9.