Berita

India menunggu ekstradisi Tahawwur Rana yang terlibat aktif dalam aksi teror di Mumbai.

Dunia

16 Tahun Teror Mumbai, India Menunggu Ekstradisi Tahawwur Rana dari Amerika

KAMIS, 28 NOVEMBER 2024 | 00:47 WIB | LAPORAN: JONRIS PURBA

India tengah memperingati 16 tahun aksi terorisme yang terjadi di kota Mumbai. Serangan itu terjadi malam hari, 26 November 2008. Sebanyak 10 yang diyakini memiliki kaitan dengan kelompok militan Lashkar-e-Taiba (LeT) di Pakistan, melancarakan serangan mematikan di sejumlah titik, menewaskan 166 orang, termasuk enam warga Amerika, dan melukai lebih dari 300 orang.

Kelompok teroris menyerbu tempat-tempat bersejarah, termasuk Istana dan Menara Taj Mahal, Oberoi Trident, stasiun kereta api Chhatrapati Shivaji, dan Kafe Leopold, dan masih banyak lagi.

Pengepungan di Istana dan Menara Taj Mahal, Trisula Oberoi, dan Rumah Nariman berlangsung selama berhari-hari, dengan pasukan keamanan India akhirnya mengakhiri pertikaian tersebut. Sembilan dari 10 penyerang tewas, dan satu-satunya yang selamat, Ajmal Amir Kasab, ditangkap. Pengakuan Kasab sangat penting dalam mengungkap rencana di balik serangan dan peran Lashkar-e-Taiba. Pengadilannya akhirnya berujung pada vonis dan eksekusi pada tahun 2012.

Setelah serangan tersebut, India mendesak agar dilakukan tindakan internasional terhadap mereka yang bertanggung jawab. Keterlibatan kelompok-kelompok yang berbasis di Pakistan dan dugaan keterlibatan badan intelijen Pakistan, ISI, memperjelas bahwa serangan Mumbai bukanlah insiden yang berdiri sendiri, tetapi bagian dari tantangan regional yang lebih luas. 

Kecaman global mengalir deras, tetapi kasus tersebut juga membuat hubungan diplomatik antara India dan Pakistan menjadi tegang, dengan India menuduh tetangganya itu tidak mengambil tindakan yang memadai terhadap elemen-elemen teroris yang beroperasi di wilayahnya.

Salah satu tokoh kunci yang diduga membantu memfasilitasi serangan tersebut adalah David Coleman Headley, seorang warga negara Pakistan-Amerika yang melakukan misi pengintaian di Mumbai sebelum serangan tersebut. Kesaksian Headley pada tahun 2011 melibatkan beberapa orang, termasuk Tahawwur Rana, yang diduga memberikan dukungan logistik untuk operasi Headley. Namun, peran Rana masih kontroversial, dan pertikaian hukum atas ekstradisinya terus berlanjut hingga hari ini.

Tahawwur Rana, yang dibebaskan pada tahun 2011 oleh pengadilan AS atas tuduhan terkait serangan tersebut, telah berjuang dalam pertikaian hukum yang sedang berlangsung untuk menghindari ekstradisi ke India. Meskipun dibebaskan di Chicago, India bersikeras bahwa Rana adalah peserta aktif dalam perencanaan dan pelaksanaan serangan tersebut, yang memberikan dukungan logistik utama kepada Headley. 

Pengacara Rana berpendapat bahwa pembebasannya di AS berarti ia tidak dapat diadili lagi atas kejahatan yang dituduhkan yang sama, dengan mengutip prinsip double jeopardy.

Prinsip hukum ini secara umum melarang seseorang diadili dua kali atas pelanggaran yang sama. Petisi Rana, yang diajukan ke Mahkamah Agung AS pada bulan November 2023, berupaya untuk memblokir ekstradisinya ke India, di mana ia menghadapi kemungkinan hukuman mati. Kasusnya menimbulkan pertanyaan rumit tentang hubungan hukum internasional dan perjanjian ekstradisi, dan dapat berdampak luas pada penanganan kasus serupa di masa mendatang.

Sistem pengadilan federal AS sebelumnya telah memutuskan mendukung ekstradisi Rana, tetapi ia kini berharap Mahkamah Agung AS akan mengambil pandangan berbeda. Jika Mahkamah Agung menolak petisi Rana, ia dapat segera berangkat ke India untuk diadili atas dugaan perannya dalam salah satu serangan teroris paling mematikan dalam sejarah terkini.

Perjuangan untuk keadilan masih berlangsung bagi para korban serangan Mumbai. Enam belas tahun setelah tragedi tersebut, bekas luka di kota dan kehidupan mereka yang terkena dampak masih terlihat jelas. Bagi India, mengamankan ekstradisi tokoh-tokoh penting seperti Rana akan menjadi langkah maju untuk meminta pertanggungjawaban mereka yang bertanggung jawab. Pertarungan hukum telah menjadi simbol perjuangan global melawan terorisme dan pengejaran keadilan, tanpa memandang batas negara.

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Sehari Usai Pencoblosan, Pj Gubernur DKI Lantik Walikota Jakpus

Kamis, 28 November 2024 | 22:00

Timses Zahir-Aslam Kena OTT Dugaan ‘Money Politik’ di Pilkada Batubara

Kamis, 28 November 2024 | 21:51

Polri Perkuat Kerja Sama Bareng Dukcapil Kemendagri

Kamis, 28 November 2024 | 21:49

KPK Tahan 3 Ketua Pokja Paket Pekerjaan Perkeretaapian DJKA

Kamis, 28 November 2024 | 21:49

Firli Bahuri Tak Hadiri Pemeriksaan Polisi karena Ada Pengajian

Kamis, 28 November 2024 | 21:25

Ini Kebijakan Baru Mendikdasmen Untuk Mudahkan Guru

Kamis, 28 November 2024 | 21:22

Rupiah Terangkat Pilkada, Dolar AS Masih di Rp15.800

Kamis, 28 November 2024 | 21:13

Prabowo Menangis di Depan Ribuan Guru Indonesia

Kamis, 28 November 2024 | 21:11

Pengamat: RK-Suswono Kalah karena Meremehkan Pramono-Doel

Kamis, 28 November 2024 | 21:04

Perbaiki Tata Ekosistem Logistik Nasional, Mendag Budi Sosialisasi Aturan Baru

Kamis, 28 November 2024 | 21:02

Selengkapnya