Peneliti Perludem, Iqbal Kholidin/Ist
Legitimasi hasil Pilkada 2024 bisa terancam akibat kesalahan para pejabat negara.
Peneliti Perludem, Iqbal Kholidin mengungkapkan bahwa potensi delegitimasi hasil pilkada hanya karena pejabat, bahkan Presiden Prabowo Subianto sekalipun, tak menahan diri dan menjaga netralitasnya.
"Hasil pemilu jangan malah akan terdelegitimasi karena sikap pejabat publik tidak baik. Akibat kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan Pilkada. Kesalahan dan dosa besar pejabat politik hari ini, termasuk presiden sekalipun, adalah mereka tidak menaati sikap menahan diri yang kemudian penting dijaga, karena bakal berimbas pada pemilihan nantinya," kata Iqbal dalam keterangannya, Senin, 25 November 2024.
Iqbal menyebut publik tentu menyoroti bagaimana integritas Pilkada 2024 berjalan, sehingga jangan sampai preseden buruk ini malah dirawat, karena tidak ditindak secara tegas dan dilakukan evaluasi pembenahan.
"Hasil pemilu jangan malah akan terdelegitimasi karena sikap pejabat publik tidak baik. Akibat kecurangan yang terjadi dalam pelaksanaan Pilkada," jelasnya.
Iqbal menuturkan, saat ini Perludem masih melakukan pemantauan di lima daerah, termasuk di Jakarta, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara.
"Kita bisa berasumsi bahwa salah satu temuan awal kita dari Perludem adalah adanya abuse of power, penyalahgunaan institusi, masalah budgeting, kemudian pengaturan kebijakan hukum lokal, serta represi aparat. Itu sudah terjadi terjadi di tiga daerah tersebut," jelasnya lagi.
Ia juga menyebut Pilkada 2024 meskipun pertama kali dilakukan secara serentak, harus diakui banyak sekali persoalan kecurangan yang terjadi.
"Kita skeptis, tentang
abuse of power. Masalah netralitas aparat dan penyalahgunaan sumber daya negara," ungkap dia.
Iqbal menilai kecurangan terkait netralitas di Pilkada 2024 tidak hanya menyangkut perampokan keuangan negara, tapi ternyata ada empat hal yang dirampok.
Pertama institusi, kedua sikap netralitas pejabat, ketiga kebijakan yang tak jelas, hingga kehadiran pejabat publik aktif di tempat-tempat kampanye.
"Bahkan soal netralitas ASN kita melihat ada 3 ribu lebih kasus. Dan per 28 Oktober lalu, kita menemukan 165 kasus netralitas kepala desa di 25 provinsi. Belum termasuk pelanggaran netralitas di tingkat kecamatan, tingkat kabupaten dan kota," ujarnya.
Ia pun menyinggung tentang penangkapan Gubernur Bengkulu oleh KPK, yang kemudian menyuruh anak buahnya mencari dana agar bisa menang Pilkada.
"Ini bukan pertama. Ini kasus biasa yang terjadi akibat budaya korup dan kelakuan tidak baik," tandas Iqbal.