Ilustrasi (Foto: thoughtco.com)
GELIAT saham-saham group Bakrie kembali mewarnai jalannya sesi perdagangan awal pekan ini secara dominan. Di tengah situasi ketidakpastian dari sentimen yang berkembang di pasar global, kinerja moncer kembali dibukukan tiga saham dari konglomerasi Aburizal Bakrie.
Serangkaian laporan yang beredar sebelumnya menyebutkan, merahnya indeks Wall Street dalam menutup sesi pekan lalu menyulitkan optimisme pelaku pasar di Asia untuk bertahan. Meski begitu sejumlah sentimen regional mampu menepis pesimisme dari Wall Street.
Bursa saham Jepang merosot tajam dalam menutup sesi hari perdana pekan ini dengan runtuh 1,09 persen di 38.220,85. Pelaku pasar dilaporkan gagal mendapatkan pijakan untuk setidaknya menahan tekanan jual yang hinggap. Investor disebutkan mencoba mengantisipasi rilis data inflasi terkini yang mungkin kurang meyakinkan. Situasi berkebalikan terjadi di bursa saham Korea Selatan, di mana Indeks KOSPI melambung fantastis 2,16 persen setelah menutup di 2.469,07.
Pelaku pasar di negeri ginseng itu mendapatkan suntikan sentimen domestik yang mengejutkan, di mana emiten terkemuka raksasa teknologi Samsung merilis rencana aksi buyback saham senilai $7,19 milyar atau sekitar Rp11,5 triliun. Rencana kejutan tersebut dirilis usai berhasilnya kesepakatan awal dengan serikat pekerja yang menggelar aksi mogok.
Investor merespon laporan tersebut dengan menggelar aksi akumulasi sangat agresif hingga mengangkat saham Samsung lebih dari 7 persen. Lonjakan curam ini sekaligus melanjutkan lonjakan identik sebelumnya pada akhir pekan lalu usai tercapai kesepakatan awal dengan serikat pekerja. Pesta saham Samsung ini kemudian memantik aksi serupa pada saham teknologi lainnya hingga melambungkan Indeks KOSPI.
Sementara pada bursa saham Australia, indeks ASX200 hanya mampu mencetak gerak sempit di sepanjang sesi perdagangan. ASX200 menutup sesi dengan naik moderat 0,18 persen di 8.300,2.
Dengan kepungan sentimen global dan regional yang meragukan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) akhirnya cenderung terjebak dalam gerak moderat. Pantauan memperlihatkan, gerak IHSG yang mengawali sesi pagi dengan menginjak zona hijau, namun sekitar sejak kemudian beralih merah dan konsisten hingga sesi perdagangan sore ditutup. IHSG yang terkesan bergerak lemas akhirnya menutup sesi awal pekan ini, Senin 18 November 2024 dengan turun 0,38 persen di 7.134,27.
Sejumlah saham unggulan terpantau bergerak bervariasi sekaligus mencerminkan sikap ragu investor. Saham-saham unggulan yang masuk dalam jajaran teraktif ditransaksikan kembali terperosok merah, seperti: BBRI, BBCA, BMRI, ADRO, ASII, BBNI, UNTR, serta PTBA. Sedangkan sejumlah kecil saham unggulan lain mampu bertahan positif, seperti: TLKM, ITMG dan ICBP.
Pantauan lebih rinci dari jalannya sesi perdagangan menunjukkan, kinerja tiga saham dari kelompok Bakrie yang mencoba mendominasi: BRMS, BUMI dan DEWA. Saham BRMS, perusahaan penambang mineral termasuk Emas, kali ini mengukuhkan diri sebagai saham teraktif ditransaksikan berdasar nilai perdagangan dan sekaligus mencetak lonjakan fantastis 12,5 persen dengan berakhir di Rp450.
Kinerja saham BRMS terkesan berupaya mengejar lonjakan yang sedang berlangsung pada harga komoditas Emas di pasar Dunia. Laporan terkini menunjukkan, harga Emas Dunia yang kini bertengger di kisaran $2.600-an per troy onz setelah sempat meninju level tertingginya sepanjang sejarah beberapa hari lalu di kisaran $2.800. Tren penguatan komoditas emas terlihat masih sangat solid dan sangat mungkin untuk melampaui titik termahal nya sepanjang sejarah yang dicapai beberapa waktu lalu.
Sedangkan saham BUMI juga masuk dalam Saham teraktif ditransaksikan berdasar nilai perdagangan dengan melompat 2,68 persen di Rp153. Dan saham DEWA melambung 0,86 persen dengan menutup di Rp117.
Rupiah Terangkat Rebound GlobalPerforma sedikit berbeda ditorehkan nilai tukar Rupiah di pasar uang. Setelah gagal bertahan dari tekanan jual pada sepanjang sesi pekan lalu, Rupiah mencoba melawan pada pembukaan pekan ini. Meski kisaran penguatan yang dicetak masih dalam rentang moderat, kinerja Rupiah terbilang lumayan ketimbang sejumlah mata uang Asia lainnya.
Pantauan hingga sesi perdagangan sore ini menunjukkan, Rupiah yang bertengger di kisaran Rp.15.845 per Dolar AS atau menguat tipis 0,03 persen. Sementara kinerja mata uang Asia terlihat bervariasi dan konsisten dalam rentang terbatas. Yuan China, Ringgit Malaysia, Baht Thailand serta Dolar Singapura masih bergulat di zona merah. Sedangkan Peso Filipina bersama Dolar Hong Kong dan Rupee India mampu menjejak zona penguatan.
Gerak bervariasi mata uang Asia kali ini terjadi di tengah upaya rebound teknikal yang dilakukan seluruh mata uang utama dunia. Nilai tukar Euro, Poundsterling, Dolar Australia dan Dolar Kanada terpantau mencoba berbalik sedikit menguat usai runtuh curam pada sesi perdagangan penutupan pekan lalu.
Sentimen dari rilis data perekonomian terkini AS akhir pekan lalu terkait penjualan ritel dan ditambah pernyataan pimpinan The Fed, Jerome Powell yang menyatakan tidak perlu terburu-buru dalam melakukan penurunan suku bunga lanjutan menjadi dalih pelaku pasar menghajar mata uang utama dunia.
Rebound teknikal dalam rentang terbatas pada mata uang utama dunia, kemudian mencoba dimaksimalkan sejumlah mata uang Asia untuk menjejak zona hijau. Terlebih pada Rupiah, yang telah mengalami pelemahan secara konsisten dalam beberapa pekan sesi perdagangan terakhir.
Tiadanya sentimen domestik membuat Rupiah semakin mengandalkan sentimen global. Namun situasi di pasar global terlihat masih jauh dari bersahabat hingga memaksa Rupiah hanya mengalami penguatan dalam rentang moderat untuk sekaligus merealisasikan potensi teknikal.