Presiden Prabowo Subianto/Repro
MENCENGANGKAN, gagasan Presiden Prabowo untuk swasembada energi. Swasembada berarti memenuhi kebutuhan energi nasional dengan kemampuan Indonesia sendiri. Tidak terbayangkan bagaimana berat masalahnya dan betapa banyak musuhnya pemerintah untuk dapat mencapai tujuan ini.
Mari kita lihat masalahnya yang paling berat adalah impor energi, yakni impor bahan bakar minyak yang sudah berada pada level ketergantungan yang sangat besar. Keadaan paling parah justru terjadi dalam satu dekade terakhir.
Menurut data BPS 10 komoditas impor terbesar Indonesia, 3 barang impor paling besar adalah impor bahan bakar Refined Petroleum: 23,2 miliar Dolar AS, Crude Petroleum: 10,1 miliar Dolar AS dan Petroleum Gas: 4,92 miliar Dolar AS.
Nilai ketiga barang impor ini mencapai 38-40 miliar Dolar atau mencapai Rp620-650 triliun sangat tergantung pada harganya dan nilai tukar.
Impor 3 bahan bakar minyak dan gas tersebut mencakup 61 persen dari seluruh 10 besar impor barang terbesar Indonesia. Adapun barang impor terbesar lainnya adalah
motor vehicles and parts 4,19 miliar Dolar AS,
broadcasting equipment 4,01 miliar Dolar AS,
machinery including computers 3,9 miliar Dolar AS,
electrical machinery and equipment 3,5 miliar Dolar AS,
iron and steel 3,2 miliar Dolar AS,
plastics and plastic articles 2,9 miliar Dolar AS dan
organic chemicals 2,5 miliar Dolar AS.
Ketujuh barang ini bernilai 24,2 miliar Dolar AS.
Jadi walaupun secara kasat mata di jalan-jalan, di kantor-kantor, di dalam rumah penduduk, di badan-badan orang, banyak sekali kita lihat barang impor dari Tiongkok, Amerika, Eropa dan dari berbagai negara lainnya.
Namun semua impor itu belum menyamai hebatnya impor bahan bakar minyak yang sebagian besar hanya datang dari dua negara saja.
Sehingga untuk mencapai swasembada energi, maka Presiden Prabowo akan menggantikan semua impor minyak itu dengan hasil minyak dalam negeri.
Akan tetapi, hal itu peluangnya kecil sekali jika melihat produksi minyak nasional dalam 3 dekade terakhir menurun secara konsisten, terus menerus dan mencapai titik terendah sehingga membawa Indonesia sebagai net importir minyak saat ini.
Menghentikan impor minyak akan membawa konsekuensi kepada para pemain minyak yang telah membangun infrastruktur mereka yang siap digunakan untuk mendukung impor minyak itu sendiri.
Seperti misalnya kilang-kilang minyak Indonesia yang dibangun untuk menyerap
crude oil impor, kapal-kapal tanker yang dibeli dalam jumlah banyak untuk mendukung importasi minyak, infrastruktur pendukung minyak dalam negeri yang dibangun untuk melahap minyak impor.
Jika meningkatkan produksi minyak bumi Indonesia sudah tidak mungkin karena masalah dan penyakitnya sudah sangat kronis, maka Presiden Prabowo punya satu peluang dalam mencapai swasembada energi, yakni dengan minyak nabati, bio energi, yang sumber bahan bakunya cukup melimpah di Indonesia.
Namun seberapa kuat menghadapi para pedagang minyak impor beserta para pendukungnya, yakni sektor keuangan yang menopang mereka, hingga perdagangan otomotif serta peralatan industri pendukung minyak keberlanjutan energi fosil?
Itu akan menjadi pertarungan yang sangat hebat.
Welcome To The Jungle!
Penulis adalah Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)