Seminar nasional terkait uji materi pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor dengan tema 'Tak Ada Suap, Tak Ada Korupsi', di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta Pusat, Selasa, 29 Oktober 2024/Ist
Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 dalam Undang-Undang Nomor 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) menjadi sorotan berbagai pihak.
Penasihat Hukum Senior Dr. Maqdir Ismail menilai korupsi tidak hanya menyangkut kerugian negara.
Hal ini disampaikan dalam acara seminar nasional terkait uji materi pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Tipikor dengan tema 'Tak Ada Suap, Tak Ada Korupsi', di Universitas Kristen Indonesia (UKI), Jakarta Pusat, Selasa, 29 Oktober 2024.
Maqdir mengatakan masalah saat ini yakni perlu adanya pemberantasan suap menyuap dan penyalahgunaan jabatan yang dilakukan oleh orang serakah. Hal ini yang dinilai perlu menjadi titik tolak dalam memberantas korupsi.
"Sebenarnya korupsi itu bukan hanya menyangkut kerugian negara tetapi yang pokok adalah suap menyuap, penyalahgunaan kewenangan dan sebagainya. Ini diatur dalam UU kita," ujar Maqdir.
"Salah satu penyebab terjadinya kekacauan masalah korupsi adalah karena keserakahan orang, orang serakah ini lah yang harusnya menjadi titik tolak dalam pemberantasan korupsi," sambungnya.
Pada kesempatan yang sama, Guru Besar IPDN, Ahli Keuangan Negara Prof. Dadang Suwanda menilai dalam sebuah perkara tidak semua harus dimasukkan dalam ranah pidana dan dianggap merugikan negara.
"Dalam dunia pemerintahan ada 4 pidana, kalau terjadi penyimpangan, ini penyimpangan di mana? Jangan semua ditarik ke pidana, kalau administratif tarik ke administratif," kata Dadang.
"Apakah ini kerugian negara atau bukan, tapi lebih kepada ada nggak kerugian negara, jangan sampai nggak ada kerugian negara tapi dipaksakan," tambahnya.
Dadang menilai dalam hal administrasi terdapat beberapa hal yang perlu diperbaiki yaitu sistem pengendalian manajemen. Salah satunya yakni perlu adanya pemisahan pihak yang menentukan kerugian negara dalam sebuah kasus.
"Jadi yang menentukan kerugian negara siapa, yang menentukan kerugian negara jangan semua diborong sama hukum. Pisahkan di situ, yang berwenang menentukan adalah BPK. Harus pasti siapa yang menentukan kerugian negara siapa, siapa yang punya kewenangan," tuturnya.
Selanjutnya, Guru Besar Hukum Tata Negara Prof. Dr. John Pieris dalam kesempatan yang sama menilai hukum bisa berlaku efektif jika memenuhi kejelasan dan norma hukum. Sehingga menurutnya tidak ada orang yang tidak bersalah justru dituduhkan sebagai korupsi.
"Norma hukum harus jelas misalnya soal suap, jangan mengada-ngada itu suap. Kasihan anak bangsa yang tidak bersalah atau mungkin salahnya sedikit dituduh sebagai koruptor, kasihan kan masa depannya terancam," tuturnya.
"Tidak boleh ada peraturan yang saling bertentangan baik vertikal maupun horizontal," ujarnya.
Ia lantas berharap pemerintah dengan kepemimpinan Prabowo Subianto dapat memberantas korupsi hingga ke akar.
"Pesan saya kepada Presiden Prabowo Subianto beri kesempatan dia untuk membenahi, berantas korupsi sampai ke akar akarnya saya setuju, bapak jalan terus kita di belakangnya, dia nasionalis sejati," pungkasnya.