Berita

Ilustrasi/Net

Publika

Masalah Mendasar Koperasi Indonesia Bukan Digitalisasi

Oleh: Suroto*
SELASA, 29 OKTOBER 2024 | 03:31 WIB

KEMENTERIAN Koperasi di dalam Kabinet Merah Putih yang baru saja dibentuk dipisah dengan urusan UKM. Ini artinya ada fokus tugas penting dari kementerian ini terhadap koperasi.

Selama kepemimpinan menteri Teten Masduki sebelumnya, ada masalah mendasar yang ditinggalkan. Sebut saja misalnya pembentukkan Undang Undang Perkoperasian yang sudah tertinggal dengan zaman serta upaya pembubaran koperasi papan nama dan koperasi abal-abal yang mandek. Masalah ini akhirnya menyebabkan  perkembangan koperasi di Indonesia menjadi lamban dan bahkan tertinggal jauh dengan negara tetangga. 

Dalam ekonomi, perbandingan putaran bisnis koperasi dengan Produk Domestik Bruto (PDB) kita hanya 1,14 rata rata dalam 10 tahun terakhir. Dari prestasi organisasi secara mikro, kita dapat juga dikatakan tertinggal jauh dari negara tetangga. Contoh paling nyata adalah tidak satupun koperasi kita masuk dalam jajaran 300 koperasi dunia yang dirilis oleh International Cooperative Alliance (ICA) tahun 2023.  

Negara tetangga kita sekecil Singapura misalnya, menyumbang 2 koperasi besar dunia.  Apalagi jika dibandingkan dengan Amerika Serikat yang menyumbang hingga 77 koperasi besar dan kelola sebagian besar ekonomi domestik negara ini dan bahkan hingga layanan publik seperti listrik, rumah sakit. 

Jumlah koperasi kita memang terbanyak di dunia, namun tidak dalam kualitas. Jumlahnya sebanyak 133 ribu lebih namun lebih banyak didominasi oleh koperasi papan nama dan koperasi abal abal. Sehingga seperti fenomena gunung es, masalah penipuan investasi berkedok koperasi selalu muncul dan bukan manfaat yang didapat namun justru kerugian. 

Kementerian Koperasi dan UKM selama dalam kepemimpinan Teten Masduki belum mampu selesaikan persoalan mendasar. Koperasi papan nama dan koperasi abal abal dibiarkan berkeliaran. Bahkan kasus penipuan berkedok koperasi muncul merugikan masyarakat hingga triliunan rupiah. Tercatat seratus triliun lebih masyarakat dirugikan dan jadi masalah terbesar koperasi sepanjang sejarah Indonesia. 

Peran Kementerian ini terlalu banyak kembangkan kebijakan program teknis yang seharusnya dilakukan koperasi sendiri namun banyak dilakukan oleh Kementerian. Seperti misalnya digitalisasi koperasi. Bahkan saya melihat ada hal yang mendasar lagi, otonomi dan demokrasi koperasi yang jadi kunci berkembangnya koperasi justru diintervensi terlalu jauh. 

Masalah koperasi Indonesia menyangkut masalah paradigma, regulasi dan kebijakan, bukan masalah teknis bisnis. Bisnis dan proses digitalisasi itu keniscayaan dan kebutuhan bisnis hari ini dari semua pelaku bisnis dan pemerintah hanya perlu berikan daya dukung kebijakan secara makro. Pemerintah mestinya berfungsi subsidiaritas bukan justru menjalankan fungsi teknis perkoperasian. 

Antusiasme masyarakat untuk berkoperasi masih tinggi. Tapi terjebak dalam masalah pemahaman koperasi yang salah. Selama ini orang mengembangkan koperasi itu dianggap hanya sebatas urusan bisnis, padahal lebih dari itu, koperasi itu dikembangkan masyarakat karena ada cita cita penting untuk menciptakan keadilan ekonomi dengan angkat keunggulan sistem koperasi dibandingkan dengan lembaga bisnis lainya. 

Negara lain koperasinya berkembang menjadi besar karena pemahaman masyarakat tentang koperasinya sudah selesai. Mereka paham apa itu perbedaan mendasar koperasi dan organisasi atau bisnis non koperasi. Sehingga arah regulasi dan kebijakan yang diambil oleh pemerintah juga tepat dalam memberikan dukungan. 

Dari segi regulasi dan kebijakan, pemerintah di negara lain yang koperasinya maju sangat jelas fokusnya, secara regulasi yaitu ciptakan lingkungan yang kondusif bagi tumbuh berkembangnya koperasi dan secara kebijakan promosikan keunggulan sistem koperasi dibandingkan jenis bisnis lainya. 

Secara regulasi, pemerintah cukup menekankan pada tiga hal penting, yaitu berikan rekognisi atas praktik terbaik di lapangan, berikan distingsi dan perlindungan dengan dasar prinsip koperasi. Fungsi kebijakan pemerintah itu juga fokus ke sifat subsidiaritas bukan lakukan hal hal teknis manajerial.  


*Penulis adalah Ketua Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (AKSES) dan CEO Induk Koperasi Usaha Rakyat (INKUR Federation)

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

PDIP: Terima Kasih Warga Jakarta dan Pak Anies Baswedan

Jumat, 29 November 2024 | 10:39

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

UPDATE

Gegara Israel, World Central Kitchen Hentikan Operasi Kemanusiaan di Gaza

Minggu, 01 Desember 2024 | 10:08

Indonesia Harus Tiru Australia Larang Anak Akses Medsos

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:58

Gaungkan Semangat Perjuangan, KNRP Gelar Walk for Palestine

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:36

MK Kukuhkan Hak Pelaut Migran dalam UU PPMI

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:18

Jet Tempur Rusia Dikerahkan Gempur Pemberontak Suriah

Minggu, 01 Desember 2024 | 09:12

Strategi Gerindra Berbuah Manis di Pilkada 2024

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:53

Kubu RK-Suswono Terlalu Remehkan Lawan

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:40

Pasukan Pemberontak Makin Maju, Tentara Suriah Pilih Mundur dari Aleppo

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:30

Dirugikan KPUD, Tim Rido Instruksikan Kader dan Relawan Lapor Bawaslu

Minggu, 01 Desember 2024 | 08:06

Presiden Prabowo Diminta Bersihkan Oknum Jaksa Nakal

Minggu, 01 Desember 2024 | 07:42

Selengkapnya