Berita

Bank Sentral Rusia/Bloomberg

Bisnis

Rusia Naikkan Suku Bunga ke Level 21 Persen, Tertinggi dalam Sejarah

SENIN, 28 OKTOBER 2024 | 14:14 WIB | LAPORAN: ALIFIA DWI RAMANDHITA

Bank Sentral Rusia memutuskan menaikkan suku bunga ke level 21 persen, menjadi yang paling tinggi dalam sejarah negara itu.

Seperti dikutip Associated Press, Senin 28 Oktober 2024, langkah tersebut diambil untuk mengendalikan inflasi Moskow yang terus melonjak akibat belanja militer besar-besaran.

Kondisi tersebut telah membebani kapasitas ekonomi Rusia dalam memproduksi barang dan jasa serta mendorong kenaikan upah pekerja.

Dalam pernyataannya pada 25 Oktober 2024, Bank Sentral Rusia mengatakan bahwa pertumbuhan permintaan domestik masih jauh melampaui kemampuan untuk memperluas pasokan barang dan jasa.

"Inflasi jauh melampaui perkiraan Bank Rusia pada Juli, dan ekspektasi inflasi terus meningkat," kata bank tersebut sambil memprediksi adanya kenaikan suku bunga lebih lanjut pada Desember mendatang.

Untuk diketahui, ekonomi Rusia terus mengalami pertumbuhan karena meningkatnya pendapatan ekspor minyak dan belanja pemerintah yang mayoritas dialokasikan untuk militer. Namun, pengeluaran tersebut memicu inflasi yang tinggi.

Gubernur bank sentral, Elvira Nabiullina, memperkirakan inflasi negaranya akan dua kali lipat lebih tinggi dari target bank sebesar 4 persen per tahun. Ia juga menekankan komitmen bank untuk menurunkan inflasi ke tingkat yang ditargetkan.

"Semakin jauh inflasi melebihi target, semakin sedikit orang dan perusahaan yang percaya bahwa inflasi bisa kembali ke level rendah," katanya.

Suku bunga tertinggi sejak 2013 ini diharapkan dapat mengurangi tekanan pada harga. Sebelumnya, suku bunga tertinggi terjadi pada Februari 2022, ketika bank sentral menaikkan suku bunga menjadi 20 persen untuk menopang rubel sebagai respons terhadap sanksi Barat setelah Kremlin mengirim pasukan ke Ukraina.

Ekonomi Rusia diketahui tumbuh 4,4 persen pada kuartal kedua 2024, dengan tingkat pengangguran rendah sebesar 2,4 persen. 

Sejumlah pabrik di negara itu telah beroperasi penuh, banyak di antaranya berfokus pada produksi senjata dan perlengkapan militer. Produsen domestik juga mengisi kekosongan akibat penurunan impor yang dipengaruhi oleh sanksi Barat dan keputusan perusahaan asing untuk menghentikan bisnis di Rusia.

Populer

Prabowo Perintahkan Sri Mulyani Pangkas Anggaran Seremonial

Kamis, 24 Oktober 2024 | 01:39

Karangan Bunga untuk Ferry Juliantono Terus Berdatangan

Selasa, 22 Oktober 2024 | 12:24

Jejak S1 dan S2 Bahlil Lahadalia Tidak Terdaftar di PDDikti

Sabtu, 19 Oktober 2024 | 14:30

KPK Usut Keterlibatan Rachland Nashidik dalam Kasus Suap MA

Jumat, 25 Oktober 2024 | 23:11

UI Buka Suara soal Gelar Doktor Kilat Bahlil Lahadalia

Senin, 21 Oktober 2024 | 16:21

Hikmah Heboh Fufufafa

Minggu, 20 Oktober 2024 | 19:22

Begini Kata PKS Soal Tidak Ada Kader di Kabinet Prabowo-Gibran

Minggu, 20 Oktober 2024 | 15:45

UPDATE

BSD Kantongi Rp6,84 Triliun dari Prapenjualan Properti

Senin, 28 Oktober 2024 | 16:02

Pukulan Keras Ilia Topuria Tumbangkan Max Holloway di UFC 308

Senin, 28 Oktober 2024 | 15:53

Ipda Rudy Soik: Bapak Kapolda Orang Baik, Tapi Informasi Sampai ke Beliau Tidak Benar

Senin, 28 Oktober 2024 | 15:30

HUT ke-20, UCLG ASPAC Komitmen Ciptakan Kota Ramah Lingkungan, Digital, dan Berteknologi Tinggi

Senin, 28 Oktober 2024 | 15:29

Baleg DPR Gelar Rapat Pleno, Ini Agendanya

Senin, 28 Oktober 2024 | 15:22

Ekonom Sebut Pemerintah Tak Boleh Asal Bantu Selamatkan Sritex

Senin, 28 Oktober 2024 | 15:16

Direstui Jokowi Jadi Parpol, Projo Harus Buktikan Punya Banyak Pasukan

Senin, 28 Oktober 2024 | 14:59

Retret Kabinet Merah Putih di Akademi Militer Jadi Sorotan Media Asing

Senin, 28 Oktober 2024 | 14:55

Kapolda Sulteng Diingatkan DPR Sering-sering Main ke Tahanan

Senin, 28 Oktober 2024 | 14:48

Awal Pekan, Mayoritas Harga Bahan Pokok Naik

Senin, 28 Oktober 2024 | 14:45

Selengkapnya