Indonesia Traffic Watch (ITW) berharap Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto lebih serius dalam menangani masalah lalu lintas dan angkutan umum.
Ketua Presidium ITW, Edison Siahaan, melihat belum ada indikasi kepedulian khusus pemerintah terhadap isu lalu lintas.
Bahkan, dalam buku "Paradoks Indonesia dan Solusinya" karya Prabowo Subianto, permasalahan lalu lintas tidak mendapatkan porsi bahasan yang mendalam.
"Padahal lalu lintas adalah budaya bangsa, potret modrenisasi dan urat nadi kehidupan. Semestinya mendapat perhatian serius dari pemerintah," kata Edison lewat keterangan tertulisnya, Minggu 27 Oktober 2024.
ITW menyoroti bahwa kemacetan di berbagai kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Medan tidak hanya menyebabkan ketidaknyamanan, tetapi juga kerugian ekonomi yang signifikan.
Berdasarkan data dari Kementerian Perhubungan, kemacetan di Jabodetabek saja dapat menyebabkan kerugian hingga Rp100 triliun per tahun. Sementara kota besar lainnya seperti Surabaya dan Bandung diperkirakan menyumbang kerugian sekitar Rp12 triliun per tahun.
Edison menegaskan bahwa pemerintah perlu beralih dari prinsip "car mobility" yang berfokus pada pembangunan jalan tol dan layang, yang justru memicu masyarakat untuk menggunakan kendaraan pribadi.
ITW mengusulkan agar pemerintah mengedepankan prinsip "accessibility," yakni menciptakan infrastruktur transportasi yang mudah diakses, terintegrasi, dan terjangkau.
Penyebab utama kemacetan, menurut ITW, adalah lonjakan jumlah kendaraan yang tidak terkendali.
ITW menyarankan pembatasan kendaraan melalui persyaratan surat keterangan kepemilikan garasi bagi pemilik kendaraan baru.
"Pelanggaran rambu lalu lintas dan sikap tidak peduli memicu terjadinya kesemrawutan hingga kecelakaan di jalan raya," tegasnya.
Pemerintah diharapkan tidak lagi "beternak konflik" dengan membiarkan pelanggaran lalu lintas terus terjadi tanpa tindakan tegas, karena hal ini berpotensi memicu konflik dan mengganggu keamanan masyarakat.
“Pemerintah harus memperlakukan keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran lalu lintas sebagai pelayanan publik, bukan sebagai bisnis atau alat mencari keuntungan,” pungkas Edison.