Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng/Ist
MATERI pertama dalam pembekalan calon anggota kabinet Koalisi Indonesia Maju (KIM) adalah diberikannya materi geopolitik. Ini baru, di luar mainstream dan perubahan besar.
Ini adalah kejutan yang luar biasa, tentu akan menjadi perbincangan di internasional dan di dalam negeri bahwa pemerintahan ke depan akan berdiri di atas pijakan yang berbeda.
Pemerintahan Prabowo-Gibran telah memberikan suntikan cairan ke dalam kepala anggota kabinetnya, yang akan mengubah secara total cara pandang dalam melihat keadaan dan memecahkan persoalan secara mendasar.
Metode berpikir dan alat analisis yang mungkin tidak pernah diterima di bangku kuliah oleh para menteri dan tidak pernah menjadi bahan kajian dalam rapat di pemerintahan atau tidak pernah dijadikan sebagai materi penting dalam menyusun perencanaan pembangunan di eksekutif dan legislatif selama ini.
Tapi sekarang harus menjadi formula atau rumus yang wajib digunakan oleh para menteri dalam mengambil keputusan.
Geopolitik adalah pisau analisis, cara pandang dalam melihat persoalan yang membedakan dirinya dengan cara pandang mainstream globalisasi, neoliberalisme, pasar bebas yang selama ini lazim digunakan di Indonesia.
Geopolitik melihat bagaimana aktor-aktor ekonomi internasional bermain, bagaimana mereka membentuk cara pandang agar sejalan dengan kepentingannya, bagaimana mereka mengubah UU atau regulasi untuk mengoptimalkan keuntungan, bagaimana memperalat pemerintahan agar dapat aliran belanja APBN suatu negara dan seterusnya.
Studi geopolitik paling relevan saat ini adalah studi tentang Indonesia pasca reformasi yang merupakan
succes story aktor internasional dalam mempertahankan dominasinya dalam rangka eksploitasi ekonomi Indonesia.
Ringkasnya pembekalan geopolitik akan membuat para menteri paham dalam membuat kebijakan yang menghasilkan keputusan yang mengutamakan, mementingkan kepentingan nasional atau kepentingan bangsa dan negara diatas semua kepentingan internasional.
Selama ini aspek geopolitik tidak dipandang penting dalam pengelolaan negara, pemerintahan dan perusahaan. Bahkan dalam satu diskusi dengan pejabat BUMN, mereka menyatakan bahwa dilarang membuat keputusan keuangan atau manajemen di atas dengan analisis geopolitik.
Tidak ada atau jarang aspek geopolitik menjadi landasan dalam membuat regulasi di DPR.
Walaupun kenyataannya bahwa banyak masalah yang dialami belakangan ini gagal diatasi karena salah pisau analisisnya. Contoh yang paling besar adalah pandemi Covid-19 atau contoh lainnya adalah mengapa kilang Tuban gagal dibangun?
Atau, mengapa harus menutup pembangkit batu bara yang masih produktif? Atau mengapa harus mengakhiri energi fosil? Atau mengapa
tax amnesty kurang berhasil?
Semua akan terang-benderang jika dikaji dengan pisau analisis geopolitik.
Pisau analisis geopolitik akan membuat kabinet pemerintahan Prabowo-Gibran cemerlang, terang-benderang dalam setiap keputusannya, tidak akan abu-abu atau samar-samar, pemihakan pada bangsa, negara dan rakyat akan terlihat kasat mata oleh awam.
Lebih hebat lagi kabinet ini akan tahu persis siapa musuh ideologinya, yakni neokolonialisme dan imperialisme atau nekolim. Darah mereka berani. Mereka progresif dan revolusioner. Itulah misi pembekalan dengan materi utama geopolitik.
Penulis adalah Direktur Asosiasi Ekonomi dan Politik Indonesia (AEPI)