Salah satu aksi menuntut kejelasan nasib aktivis Balochistan yang dihilangkan secara paksa, salah seorang di antaranya Shabir Baloch, beberapa waktu lalu./The Diplomat
Aktivis Balochistan di seluruh dunia memperingati delapan tahun penghilangan paksa Shabir Baloch, sekretaris informasi pusat Organisasi Mahasiswa Baloch.
Shabir diduga diculik oleh Angkatan Bersenjata Pakistan pada tanggal 4 Oktober 2016 dari Gowarkop saat menghadiri pertemuan terkait Koridor Ekonomi Tiongkok-Pakistan (CPEC). Tentara melakukan penggerebekan di tempat tersebut, dan bersama Shabir, sebanyak 29 orang lainnya juga diculik.
Sejak saat itu, istrinya Zarina dan saudara perempuannya Seema telah memimpin kampanye berkelanjutan untuk pemulihannya, mengorganisir protes di Islamabad, Quetta, Hub Chowki, dan Karachi. Namun, upaya mereka belum mendapat tanggapan dari pengadilan Pakistan atau badan hak asasi manusia, Balochistan Post melaporkan.
"Penghilangan paksa adalah kutukan bagi Balochistan. Bukan hanya para korban yang menderita, tetapi ribuan keluarga yang hidupnya hancur. Shabir Baloch, seorang pemimpin mahasiswa, disiksa dan menghilang... dan keberadaannya masih belum diketahui. Kakaknya, Seema, telah berjuang tanpa lelah untuk pembebasannya dengan aman, membesarkan kedua anaknya, Meeras dan Shari, di jalanan,” tulis Mahrang Baloch, seorang aktivis hak asasi Baloch di akun
X.
Mahrang Baloch lebih lanjut menyatakan, "Zarina, istri Shabir, hidup dalam siksaan ketidakpastian, bukan seorang janda maupun istri. Yang lebih memilukan adalah ia menyaksikan penculikannya, dan kesehatan mentalnya sangat terpengaruh. Suatu kali, ia berkata kepada saya, 'Saya selalu mengutuk saat mereka membawa Shabir di hadapan saya. Saya berharap mereka juga membawa saya, jadi saya tidak harus menanggung penantian yang tak berujung ini.'"
Sekretaris Jenderal Voice for Baloch Missing Persons (VBMP), Sammi Deen Baloch, seperti dikutip dari
Ani News membahas dampak emosional pada keluarga Shabir.
"Delapan tahun telah berlalu sejak penghilangan paksa Shabir Baloch. Selama delapan tahun ini, saudara perempuan Shabir Baloch, Seema, pasangannya Zarina, dan ibunya telah menuntut kesembuhannya di setiap demonstrasi protes di Islamabad, Karachi, dan Quetta,” ujarnya.
"Namun alih-alih meringankan penderitaan mereka, kekerasan terburuk justru dilakukan dengan pentungan, dan penangkapan dilakukan selama protes damai. Setelah delapan tahun menderita, wajah keluarga Shabir Baloch tampak pucat," ujarnya lagi.
Sejumlah besar aktivis politik, intelektual, perempuan, dan anak-anak di provinsi Balochistan, Pakistan, menjadi korban penghilangan paksa oleh badan keamanan. Banyak dari mereka mendekam di pusat penahanan, sedangkan jasad sebagian orang Baloch yang diculik yang dimutilasi ditemukan di tempat-tempat terpencil.
"Penderitaan ini telah berubah menjadi rayap dan menggerogoti keluarga korban penghilangan paksa setiap hari. Mereka telah menuntut kesembuhan orang-orang yang mereka cintai dari para penguasa negara yang terus berubah ini,” demikian Sammi Deen Baloch.