Berita

Prihandoyo Kuswanto/Ist

Publika

FTA, Memperkuat Demokrasi Liberal Ala Amerika (Bagian I)

OLEH: PRIHANDOYO KUSWANTO
SABTU, 05 OKTOBER 2024 | 07:36 WIB

INISIATOR Forum Tanah Air (FTA) adalah Chris Komari. Saya mengenal beliau sejak tahun 2010 di diskusi Forum Indonesia Sejahtera (FIS) yang dipandegani (dipimpin) oleh Almarhum Prof Hendarmin dan Mas Ade Muhammad.

Ada juga sahabat saya yang sampai hari ini masih bersahabat, yaitu Ali Syarief, ada Almarhum Hasan Basri, ada Don Lumento, Parikesit, dan Burhan Rosidi. Jadi jauh sebelum kawan-kawan, saya ikut menjadi penggerak FTA di berbagai daerah.

Saya sudah berdebat dengan Chris Komari yang menentang demokrasi Pancasila sejak tahun 2010. Perdebatan itu bukan sehari-dua hari, bulanan, bahkan tahunan.


Saya bagian yang ditawur atau dikeroyok oleh mereka yang ingin Indonesia menjadi liberal seperti demokrasi ala Amerika.

Peristiwa Diskusi Kemang yang diobrak-abrik oleh preman buat saya hal yang tidak mengejutkan dibanding dengan cara-cara menyogok elite politik untuk mengganti UUD 1945 dengan rakyat ditipu UUD 2002 masih dikatakan UUD 1945, dan ra?yat tidak minta persetujuan untuk amandemen UUD 1945.

Masih kurang ajar ini dibanding para preman mengobrak-abrik acara diskusi, walau para elite politik yang hadir melakukan sumpah serapah, tetapi mengapa pada amandemen yang penuh dengan pelanggaran etika dan demokrasi semua diam membisu.

Sebagian besar kawan saya banyak yang tidak mengerti bahwa FTA adalah mempunyai tujuan dan gerakan memperkokoh demokrasi liberal yang sesungguhnya.

Mereka telah memporak-porandakan UUD 1945 dan Pancasila yang didukung oleh USAID dan NDI, melalui NGO dalam negeri Indonesia yang telah mendukung diamandemennya UUD 1945 tanpa menanyakan pada rakyat Indonesia.

Bahkan kemufakatan jahat ini didahului dengan menghapus Tap MPR No.IV/MPR/1983 dan UU 5/1985 tentang referendum. Sebelum melakukan amandemen kedua, aturan ini dicabut agar rakyat tidak perlu dimintai pertimbangan suara.

Apakah USAID dan NDI yang mensponsori amandemen ini untuk melakukan proses demokrasi? Ya tidak!

Padahal di Amerika sendiri untuk merubah satu ayat butuh jajak pendapat selama dua tahun untuk meminta persetujuan pada rakyat. (Bersambung).

Penulis adalah Ketua Pusat Studi Kajian Rumah Pancasila

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Puan Harap Korban Banjir Sumatera Peroleh Penanganan Baik

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:10

Bantuan Kemensos Telah Terdistribusikan ke Wilayah Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:00

Prabowo Bantah Rambo Podium

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:59

Pansus Illegal Logging Dibahas Usai Penanganan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:39

BNN Kirim 2.000 Paket Sembako ke Korban Banjir Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:18

Bahlil Sebut Golkar Bakal Dukung Prabowo di 2029

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:03

Banjir Sumatera jadi Alarm Keras Rawannya Kondisi Ekologis

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:56

UEA Berpeluang Ikuti Langkah Indonesia Kirim Pasukan ke Gaza

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:47

Media Diajak Kawal Transformasi DPR Lewat Berita Berimbang

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:18

AMAN Raih Dua Penghargaan di Ajang FIABCI Award 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:15

Selengkapnya