Sistem Buy Now Pay Later (BNPL) semakin digandrungi. Masyarakat terlihat gemar membeli barang menggunakan sistem ini di tengah kabar yang menyebutkan bahwa daya beli masyarakat semakin menurun.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat pengguna paylater atau BNPL ini semakin meningkat. Peningkatan ini membuat utang masyarakat Indonesia mencapai Rp7,99 triliun per Agustus 2024.
OJK juga menemukan bahwa peningkatan tersebut diikuti dengan rasio pembiayaan macet atau Non Performing Financing (NPF) gross.
Saat ini rasionya terjaga di posisi 2,52 persen, yang menurutnya membaik dibandingkan pada Juli yang tercatat 2,82 persen.
"Piutang pembiayaan BNPL oleh perusahaan pembiayaan (PP) per Agustus 2024 meningkat sebesar 89,20 persen yoy menjadi Rp7,99 triliun, dengan NPF gross dalam kondisi terjaga di posisi 2,52 persen," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, LKM dan LJK Lainnya OJK Agusman dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Jumat (4/10).
Layanan Paylater atau BNL dinilai sangat membantu masyarakat sebagai sarana pembiayaan yang mudah, di tengah kondisi ekonomi yang sulit.
Kenaikan penggunaan pay later ini terjadi di tengah deflasi empat bulan beruntun yang terjadi sejak Mei-Agustus 2024.
Saat ini OJK masih mengkaji aturan terkait BNPL.
Agusman menjelaskan, aturan yang masih dalam kajian antara lain mengenai persyaratan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan kegiatan BNPL, kepemilikan sistem informasi, pelindungan data pribadi, rekam jejak audit, sistem pengamanan, akses dan penggunaan data pribadi, kerja sama dengan pihak lain, serta manajemen risiko.
Sementara, OJK juga melaporkan, outstanding pembiayaan lewat fintech P2P lending yang mencapai Rp72,03 triliun per Agustus 2024.
Jumlah tersebut mencerminkan kenaikan hingga 35,62 persen secara tahunan (yoy) bila dibandingkan bulan Juli yang sebesar 23,97 persen (yoy).
Pertumbuhan pembiayaan tersebut diikuti dengan tingkat risiko kredit macet atau Tingkat Wanprestasi Pinjaman (TWP90) berada pada level 2,38 persen, turun dari 2,53 persen di bulan Juli 2024.
Lebih lanjut, dirinya menjelaskan bahwa perkembangan industri fintech juga diiringi dengan banyak tantangan.
OJK melaporkan bahwa masih terdapat sejumlah penyelenggara fintech P2P lending yang belum memenuhi kewajiban ekuitas minimum.
Hingga Agustus 2024, dari total 147 perusahaan penyelenggara fintech P2P lending, sebanyak enam perusahaan belum memenuhi ketentuan ekuitas minimum Rp100 miliar.