Bobby Nasution di Mandailing Natal/Ist
Hal memprihatinkan dilakukan oleh calon Gubernur Sumatera Utara, Bobby Nasution saat berkampanye di Mandailing Natal. Sebab, dalam kampanye itu, menantu presiden Jokowi tersebut membahas soal masalah jalan.
Keprihatinan ini disampaikan oleh juru bicara pasangan Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala yang menilai, Bobby Nasution memposisikan diri setara presiden terkait kemampuan dalam memperbaiki jalan.
Menurutnya pernyataan Bobby yang menyebut kepala daerah harusnya tidak melempar tanggung jawab soal perbaikan jalan seolah ingin menegaskan bahwa dirinya dapat melakukan semua hal seperti mengambil alih perbaikan tiga ruas jalan provinsi seperti yang dilakukannya di kota Medan yakni mengaspal Jalan Setia Budi- Simpang Selayang, Jalan Marelan Raya, dan Jalan T. B. Simatupang.
Hal ini seperti pengambil alihan kewenangan memperbaiki jalan Liang Melas Datas, Kabupaten Karo dan Jalan Lintas Gunting Saga- Tanjung Ledong, di Kabupaten Labuhan Batu Utara.
“Kedua ruas jalan kabupaten tersebut diperbaiki Kementerian PUPR atas perintah Presiden Jokowi, setelah viral di media sosial. Bobby harus paham, pilkada harus menghasilkan pemenang sesuai aturan, bukan superman yang dapat melampaui batas- batas kewenangannya hanya karena dirinya anak, menantu, atau cucu dari orang tertentu,” kata Sutrisno, Kamis (3/10).
Sutrisno juga mengkritik pernyataan Bobby yang membandingkan APBD Sumut dengan APBD Medan. Bobby menyebut APBD Sumut sekitar 14 triliun. Setengahnya (7 triliun) digunakan untuk belanja pegawai, sisanya 7 triliun selama 5 tahun (35 triliun) seharusnya dapat digunakan memperbaiki jalan di Sumut.
“Meski tidak “apple to apple” untuk diperbandingkan, Bobby menyebut dirinya mampu memperbaiki jalan dengan panjang 3.200 KM di Medan. Bobby percaya diri menyebut dalam 3 tahun (12 triliun) dapat memperbaiki seluruh jalan di kota Medan,” ujarnya.
Menurut Sutrisno yang juga mantan anggota DPRD Sumut ini, Bobby sama sekali tidak paham, hingga menyebut angka 35 triliun selama 5 tahun seharusnya dapat menyelesaikan persoalan jalan. Padahal APBD Sumut tidak hanya untuk perbaikan jalan, namun juga untuk pendidikan, kesehatan, pertanian, dll. Bobby pun tidak mengerti bahwa ada APBD Sumut yang diserahkan kepada kabupaten/ kota, termasuk ke Pemko Medan. Program/kegiatan yang bersumber dari APBD Sumut direalisasikan di kabupaten/kota sebagai basis otonomi daerah, termasuk kota Medan.
Atas kondisi itu, Sutrisno mengingatkan agar kedepannya Bobby menjadikan kampanye sebagai wadah sosialisasi gagasan, ide, dan program politik. Selain untuk meraih simpati warga, seharusnya dijadikan sebagai sarana edukasi politik. Cagubsu harus menunjukkan kecakapannya dalam menguasai berbagai aturan tentang Pemerintah Daerah.
Pada sisi lain, Cagubsu harus memahami aturan tentang pembagian kewenangan antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. Cagubsu mestinya juga paham bahwa persoalan jalan hanya salah satu tugas pemerintah, bukan satu- satunya.
“Saran saya, bahwa Pilgubsu 2024 menjadi Pilkada pertama dalam sejarah Indonesia yang kontestannya adalah menantu presiden aktif. Jangan muncul Cagubsu yang merasa dapat menjanjikan semua hal layaknya Capres,” ungkapnya.
Saran lainnya kata Sutrisno, bahwa kampanye Pilkada bukan sarana “show of force” yang mengakibatkan Cagub boleh menyajikan data dan informasi yang tidak akurat.
“Maka setiap calon kepala/ wakil kepala daerah wajib membaca UU No.23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah yang mengatur kewenangan pemerintah pusat, provinsi, dan kabupaten/kota. Perbanyak ide dan gagasan, bukan sekedar gimik,” demikian Sutrisno Pangaribuan.