CEWEK cantik lulusan universitas, Maria Livia, 23, merampok taksi online disopiri Pujiono, 47, di Gunung Anyar, Surabaya, Selasa (1/9) pagi. Dari jok belakang dia menjerat leher korban. Saat korban melawan, Maria menikam leher kirinya. Pisau masih tertancap saat korban dilarikan ke RSUD dr Soetomo.
Gesit dan sadis. Tikaman di posisi itu pasti mengenai arteri karotis, pembuluh darah arteri di leher pemasok darah ke otak. Berarti darah langsung menyembur bagai selang air yang bocor. Menyemprot arah jok kiri dan plafon.
Kapolsek Gunung Anyar, Iptu Sumianto Harsya Fahroni kepada wartawan menceritakan kronologi: Selasa, 1 September 2024 sekitar pukul 07.30 WIB Maria berangkat dari rumah di Apartemen Amor, Pakuwon City, Surabaya Timur. “Dari situ tersangka pesan taksi
online bertujuan ke Mulyosari. Tapi menggunakan HP orang lain,” tuturnya.
Tiba di sebuah toko digital printing di Mulyosari, Maria membayar kontan dan turun dari taksi. Tak lama di situ, Maria pesan taksi
online lagi. Dia meminjam HP milik pria tak dikenalnya untuk pemesanan taksi, dan dipinjami. Mungkin, karena dia cantik dan rapi.
Datanglah taksi itu. Daihatsu Sigra putih berplat L 1867 CAS dikemudikan Pujiono. Kali ini tujuan Maria ke Perumahan Royal Park Residence, Gunung Anyar. Maria duduk di jok belakang, seperti saat naik taksi pertama.
Tiba di sebuah rumah di sana, mobil berhenti. Seketika Maria menjerat leher Pujiono dengan tali yang sudah disiapkan. Pujiono pun tercekik. Tapi ia berontak melawan, berusaha meraih kepala Maria.
Maria, dengan tangan kanan tetap menahan tali jeratan, sementara tangan kiri mencabut pisau dapur dari tas. Pisau ditusukkan ke pipi korban, lalu ditancapkan ke leher korban. Pujiono menjerit kesakitan. Ia segera membuka pintu mobil. Dengan kondisi pisau tertancap, ia keluar dari mobil.
Maria meloncat dari jok belakang ke depan, mengambil alih kemudi. Mobil langsung dia jalankan. Kabur. Sementara Pujiono berteriak-teriak minta tolong. Warga mendatanginya.
Maria menjalankan mobil keluar perumahan tersebut. Tapi dia lupa jalan keluar, sehingga berputar di sekitar situ. Sedangkan warga mengejarnya dengan motor. Sampai, mobil Maria menabrak keras mobil yang parkir pinggir jalan. Bagian kiri depan mobil taksi penyok parah. Bumper melesak ke roda. Sehingga roda tak bisa bergerak. Maria terpaksa turun, lalu lari menghindari massa. Dia ditangkap warga.
Tidak ada warga yang memukul. Warga cuma telepon polisi, yang segera tiba di TKP, mengamankan Maria. Saat awal diinterogasi polisi, Maria membuat trik unik. Ditanya polisi, “Mana komplotanmu?” Maria menjawab ada tiga pria, sudah kabur ke tempat rahasia di Galaxy Mall, kawasan Mulyorejo. Tempat rahasia itu disebutkan.
Segera, tim polisi memburu ke lokasi tersebut. Lokasi itu diperiksa. Ternyata polisi memastikan, pengakuan tersebut bohong. “Tersangka cuma mengecoh polisi, supaya tidak fokus ke dia,” ujar Iptu Sumianto.
Maka, polisi mencurigai Maria mabuk miras atau narkoba, terkait aksi nekat itu. Dia diuji urine. Hasilnya negatif semua.
Sumianto: “Hasil observasi awal, tersangka tergolong introvert (tipe kepribadian berfokus pada pikiran dan perasaannya sendiri, atau penyendiri). Bukan psikopat (gangguan jiwa, bersifat antisosial). Dia mengaku, suka menonton film, dan perampokan itu terinspirasi film.”
Maria bukan orang miskin. Dia berasal dari Jalan Patimura, Kabupaten Ende, Nusa Tenggara Timur. Sejak tamat SMA di sana, 2019 dia merantau ke Surabaya, mukim di rumah kakak perempuan di Apartemen Amor. Dia kuliah di sebuah universitas swasta di Surabaya, lulus 2022.
Sejak lulus, dia menganggur di rumah. Mencari kerja tak pernah dapat. “Karena lama tak dapat pekerjaan, dia bosan. Kemudian mencari cara agar bisa kerja di Australia, sekalian liburan,” tutur Sumianto.
Maria sudah mendaftar ke sebuah aplikasi untuk berangkat ke Australia. Syaratnya biaya berangkat AUD 500 (sekitar Rp 5,26 juta). Kakak Maria tidak setuju dan tidak memberi uang. Maria tak punya uang. Dari situlah muncul ide merampok taksi.
Mengapa merampok taksi? Sumianto: “Tersangka sudah mencari tahu lewat
online, ada pembeli mobil bodong tanpa surat-surat, bisa Rp 50 juta. Tapi hasil penyelidikan kami, tersangka belum terhubung dengan calon pembeli mobil.”
Maka, Maria merancang perampokan. Sumianto; “Tiga hari sebelum perampokan, tersangka menulis susunan rencana perampokan di sebuah kertas. Antara lain, dia butuh obat bius untuk membius korban. Tersangka paham obat bius, sebab kakaknya kuliah di fakultas kedokteran sebuah universitas di Surabaya.”
Tapi dia kesulitan dapat obat bius. Gantinya, pisau dapur, lakban dan tali untuk melumpuhkan korban. Alat yang terpakai saat perampokan adalah tali dan pisau. Tersangka dijerat Pasal 365 KUHP, ancaman hukuman maksimal sembilan tahun penjara.
Ditarik mundur, masalah di balik motif perampokan itu adalah pengangguran. Sarjana menganggur dua tahun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2023 ada ratusan ribu lulusan sarjana S1, S2, dan S3 rentang usia 15 sampai 24 tahun tidak bekerja, sekolah, atau mendapat pelatihan (
not in employment, education, and training - NEET). Menganggur total.
Data BPS Agustus 2023 terpublikasi Mei 2024, tercatat 452.713 orang lulusan S1, S2, dan S3 yang tergolong NEET, sedangkan lulusan diploma ada 108.464 orang.
Jumlah anak muda berusia 15 sampai dengan 24 tahun yang tergolong NEET untuk semua latar belakang pendidikan ada 9,9 juta. Itu setara 22,25 persen dari 44,7 juta anak muda generasi Z (lahir 1997 - 2012).
Gen Z yang NEET terbanyak di perkotaan yakni 5,2 juta orang. Dan 4,6 juta di pedesaan. Inilah salah satu problem Indonesia, selain ribuan problem lainnya.
Dikutip dari buku berjudul:
What Kind of Joblessness Affects Crime? A National Case-Control Study of Serious Property Crime (2016) hasil riset ilmuwan Amerika Serikat Gary Kleck dan Dylan Jackson, disebutkan bahwa pengangguran salah satu pemicu tindak kriminal. Khususnya
property crime (kejahatan bermotif merampas harta atau uang).
Di situ pengangguran dibagi dalam empat jenis:
1. Penganggur total (NEET), tetapi penganggurnya aktif mencari kerja.
2. Individu setengah menganggur (bekerja paruh waktu) tetapi aktif mencari kerja penuh waktu.
3. Keluar dari tempat kerja karena alasan logis. Misalnya, pensiun atau cacat atau bekerja di rumah, mengasuh anak kecil.
4. Penganggur yang tidak mencari pekerjaan, juga tidak memenuhi karakteristik dari tiga kategori tersebut.
Riset itu dipublikasikan dalam Journal of Quantitative Criminology, 2016. Fokus pada kasus-kasus kriminal yang diambil dari narapidana di penjara Negara Bagian dan Federal tahun 2004. Bentuknya survei di dalam penjara terhadap sampel probabilitas nasional narapidana.
Para penulis menganalisis informasi terkait narapidana dewasa di penjara negara bagian yang telah dihukum karena perampokan atau pencurian dengan pemberatan. Data itu dibandingkan dengan informasi yang dikumpulkan dari narapidana dengan kelompok kontrol orang dewasa AS yang tidak dilembagakan.
Sampel 476 kasus perampok, 325 kasus pencuri, dan 5.582 anggota populasi dewasa AS secara umum.
Hasilnya: Penganggur kategori nomor empat, lebih mungkin melakukan pencurian dengan pemberatan. Mereka juga paling mungkin melakukan perampokan.
Penganggur kategori satu dan dua, tidak lebih mungkin melakukan perampokan atau pencurian dengan pemberatan dibandingkan penganggur kategori empat.
Pengangguran dibedakan dalam kelompok usia. Penganggur kategori empat yang berusia antara 18 dan 29 tahun, empat kali lebih mungkin melakukan perampokan daripada seseorang yang berusia lebih dari 30 tahun dan berada dalam kategori pengangguran yang sama.
Data dari Journal of Quantitative Criminology itu jelas: penganggur berpotensi jadi perampok. Pria atau wanita. Jika data tersebut dikaitkan dengan data BPS di atas, maka Indonesia kini rawan perampokan.
Kendati, tak semua penganggur pasti merampok. Tidak semuanya. Bisa saja jadi pengemis, pengamen, pak ogah (pengatur lalu lintas). Pastinya, mereka butuh memenuhi kebutuhan dasar hidup manusia. Kecuali mereka yang menyerah, bunuh diri.
Penulis adalah Wartawan Senior