Berita

Ilustrasi politik preman/Dok Budiana

Publika

Tugas Berat Prabowo Membereskan Politik Ala Preman

OLEH: BUDIANA IRMAWAN
JUMAT, 20 SEPTEMBER 2024 | 20:24 WIB

PENULIS teringat sepuluh tahun lalu berdiskusi dengan legenda aktivis pergerakan A Rahman Tolleng. Ia mengatakan, “kalau orang bodoh berkuasa berpotensi besar menjadi fasis”.

Bung Tolleng ketika itu terlihat tanpa pretensi mendukung atau menolak euforia kehadiran Joko Widodo sebagai calon presiden pada Pemilu 2014 yang dikategorisasi wong ndeso, sederhana, dan orang baik.

Namun ia menegaskan politik Indonesia ke depan diliputi awan mendung. Oligarki semakin berani masuk arena politik, sementara para politikus miskin ide dan mengabaikan integritas. Tidak aneh kekuatan uang kaum oligarki bisa mendikte kehidupan kepolitikan kita.

Kini rasanya kecemasan tersebut terbukti nyata. Selama pemerintahan Presiden Joko Widodo, pelembagaan politik produk reformasi 1998 porak-poranda dikalahkan oleh intervensi kepentingan yang bersifat individual atau kelompok.

Pelembagaan politik ini meliputi semua unsur sistem kenegaraan dalam memperkuat konsolidasi demokrasi.

Partai politik lembaga untuk mengagregasi dan mengartikulasi kehendak rakyat diselewengkan sebatas selera elite pengurus pusat. Partai politik kemudian berjalan ke arah “personalisasi” nihil platform dan program pembeda antar partai politik. Keadaan sangat miris yang mengakibatkan hampir semua ketua umum partai politik tersandera kekuasaan.

Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) lembaga mandatori Tap MPR No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme dikerdilkan melalui UU 19/2019.

Paling memalukan, Mahkamah Konstitusi (MK) benteng konstitusi justru merendahkan diri untuk mengakomodir anak Presiden Jokowi.

Banyak yang terhipnotis dengan kepiawaian Jokowi melakukan cawe-cawe. Elite partai politik patuh ibarat kerbau dicokok hidungnya, tidak peduli indeks demokrasi melorot tajam. Sindiran dunia internasional yang menilai pemerintahan Presiden Jokowi menjalankan “autocratic legalism” seolah-olah tutup mata.

Padahal, model kekuasaan seperti ini sama persis dengan preman jalanan bersandar pada logika adu jago dan melabrak pakem peraturan hukum yang berlaku.

Fungsi jabatan melekat pada seorang presiden dengan semua instrumen negara sudah pasti memiliki kekuasaan lebih daripada warga negara biasa lainnya. Jadi, mereka yang menganggap Jokowi jago mengatasi lawan dalam permainan catur politik, sebenarnya tidak mengerti esensi politik.

Machiavelli, pemikir politik abad pencerahan Eropa yang kerap kali disalahpahami memandang politik mempunyai tujuan mulia, yakni meletakkan kepentingan bersama (res publica) di atas kepentingan pribadi (res privata).

Karena itu, setiap politikus apalagi presiden adalah seorang patriotik selalu mengedepankan keutamaan (virtuous) demi kemaslahatan publik (common good).

Berkaca dari pemikiran Machiavellian, realisme politik harus disandarkan kepada virtuous yang merupakan konstanta, kendati politik juga dihadapkan dengan variabel fortuna sesuatu yang tidak pasti.

Dengan demikian, tugas berat presiden terpilih Prabowo Subianto membereskan politik ala preman jalanan agar makna politik kembali sesuai esensi sebenarnya.

Arena politik dihuni mereka yang kaya gagasan, sekaligus berintegritas berani mengambil keputusan di tengah situasi sulit apa pun demi kemaslahatan publik, dan bukan untuk dirinya pribadi.

Penulis adalah Pemerhati Kebijakan Publik

Populer

Jaksa Agung Tidak Jujur, Jam Tangan Breitling Limited Edition Tidak Masuk LHKPN

Kamis, 21 November 2024 | 08:14

MUI Imbau Umat Islam Tak Pilih Pemimpin Pendukung Dinasti Politik

Jumat, 22 November 2024 | 09:27

Kejagung Periksa OC Kaligis serta Anak-Istri Zarof Ricar

Selasa, 26 November 2024 | 00:21

Rusia Siap Bombardir Ukraina dengan Rudal Hipersonik Oreshnik, Harga Minyak Langsung Naik

Sabtu, 23 November 2024 | 07:41

Ini Identitas 8 Orang yang Terjaring OTT KPK di Bengkulu

Minggu, 24 November 2024 | 16:14

Sikap Jokowi Munculkan Potensi konflik di Pilkada Jateng dan Jakarta

Senin, 25 November 2024 | 18:57

Legislator PKS Soroti Deindustrialisasi Jadi Mimpi Buruk Industri

Rabu, 20 November 2024 | 13:30

UPDATE

Jokowi Tak Serius Dukung RK-Suswono

Jumat, 29 November 2024 | 08:08

Ferdian Dwi Purwoko Tetap jadi Kesatria

Jumat, 29 November 2024 | 06:52

Pergantian Manajer Bikin Kantong Man United Terkuras Rp430 Miliar

Jumat, 29 November 2024 | 06:36

Perolehan Suara Tak Sesuai Harapan, Andika-Hendi: Kami Mohon Maaf

Jumat, 29 November 2024 | 06:18

Kita Bangsa Dermawan

Jumat, 29 November 2024 | 06:12

Pemerintah Beri Sinyal Lanjutkan Subsidi, Harga EV Diprediksi Tetap Kompetitif

Jumat, 29 November 2024 | 05:59

PDIP Akan Gugat Hasil Pilgub Banten, Tim Andra Soni: Enggak Masalah

Jumat, 29 November 2024 | 05:46

Sejumlah Petahana Tumbang di Pilkada Lampung, Pengamat: Masyarakat Ingin Perubahan

Jumat, 29 November 2024 | 05:31

Tim Hukum Mualem-Dek Fadh Tak Gentar dengan Gugatan Paslon 01

Jumat, 29 November 2024 | 05:15

Partisipasi Pemilih Hanya 55 Persen, KPU Kota Bekasi Dinilai Gagal

Jumat, 29 November 2024 | 04:56

Selengkapnya