Berita

Anggota KPU Idham Holik/RMOL

Politik

KPU Beberkan Alasan Gerakan Coblos Tiga Paslon Potensi Dipidana

SENIN, 16 SEPTEMBER 2024 | 11:02 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Santernya gerakan coblos tiga pasangan calon (paslon) di Pilgub Jakarta, diindikasikan sebagai salah satu bentuk dugaan pelanggaran pidana pemilihan. 

Anggota KPU Idham Holik menjelaskan, gerakan coblos tiga paslon dipastikan sebagai bentuk golongan putih (golput), karena membuat surat suara menjadi tidak sah. 

Idham menyebutkan, aksi golput yang diorganisir dikategorikan sebagai tindakan melawan ketentuan Pasal 73 ayat (4) UU 10/2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada). 

Pasal 73 ayat (4) UU No. 10 Tahun 2016 menyatakan, selain calon atau pasangan calon, anggota partai politik, tim kampanye, dan relawan, atau pihak lain juga dilarang dengan sengaja melakukan perbuatan melawan hukum menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada warga negara Indonesia baik secara langsung ataupun tidak langsung untuk mempengaruhi Pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih. 

"Kemudian juga menggunakan hak pilih dengan cara tertentu sehingga mengakibatkan suara tidak sah; dan mempengaruhi untuk memilih calon tertentu atau tidak memilih calon tertentu," kata Idham kepada wartawan, Senin (16/9). 

Di sisi lain, Idham mengungkapkan, sanksi yang diatur UU Pilkada apabila gerakan mencoblos tiga paslon terbukti sebagai aksi perbuatan melawan hukum, sebagaimana tertulis dalam Pasal 187 A ayat (1) UU Pilkada. 

Dalam pasal itu tertulis bahwa setiap orang yang telah sengaja melakukan perbuatan melawan hukum atau terbukti mempengaruhi pemilih untuk tidak menggunakan hak pilih atau menggunakan cara-cara hingga surat suara tidak sah, maka akan dikenakan disanksi pidana. 

Oleh karena itu, KPU juga meminta seluruh pihak agar tidak melakukan aksi coblos tiga paslon agar tahapan dan pelaksanaan Pilkada 2024 berjalan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 

"Pasal 73 ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 36 (tiga puluh enam) bulan dan paling lama 72 (tujuh puluh dua) bulan dan serta denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan juga paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)," demikian Idham.


Populer

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Duit Sitaan Korupsi di Kejagung Tak Pernah Utuh Kembali ke Rakyat

Senin, 10 Maret 2025 | 12:58

Menag Masih Pelajari Kasus Pelarangan Ibadah di Bandung

Senin, 10 Maret 2025 | 20:00

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

UPDATE

Minta Maaf, Dirut Pertamina: Ini Tanggung Jawab Saya

Rabu, 12 Maret 2025 | 13:37

Perempuan Bangsa PKB Bantu Korban Banjir di Bekasi

Rabu, 12 Maret 2025 | 13:33

Perang Tarif Kian Panas, Volkswagen PHK Ribuan Karyawan

Rabu, 12 Maret 2025 | 13:25

Kabar Baik, Paus Fransiskus Tidak Lagi Terkena Serangan Pneumonia Ganda

Rabu, 12 Maret 2025 | 13:23

Pertamina: Harga Avtur Turun, Diskon Pelita Air, Promo Hotel

Rabu, 12 Maret 2025 | 13:23

Rumah Diobok-obok KPK: Apakah Ini Ujung Karier Ridwan Kamil?

Rabu, 12 Maret 2025 | 13:12

Tenaga Ahli Heri Gunawan Hingga Pegawai Bank BJB Dipanggil KPK

Rabu, 12 Maret 2025 | 13:06

KPK: Ridwan Kamil Masih Berstatus Saksi

Rabu, 12 Maret 2025 | 12:47

Raja Adil: Disembah atau Disanggah?

Rabu, 12 Maret 2025 | 12:45

Buntut Efisiensi Trump, Departemen Pendidikan PHK 1.300 Staf

Rabu, 12 Maret 2025 | 12:41

Selengkapnya