Berita

Ilustrasi/RMOL

Bisnis

Rusia: Hentikan Monopoli Amerika, Dunia Harus Tinggalkan Dolar

RABU, 11 SEPTEMBER 2024 | 08:50 WIB | LAPORAN: RENI ERINA

Kontrol Amerika atas mata uang cadangan global dan sistem keuangan berbasis dolar semakin meresahkan negara-negara lain. Begitu menurut Sekretaris Dewan Keamanan Rusia Sergey Shoigu.

Shoigu mengatakan Washington telah menyalahgunakan dominasi dolar untuk merugikan negara lain dengan sanksi dan penyitaan aset.

“Sekarang jelas bagi setiap orang bahwa tabungan apa pun yang mereka miliki mungkin berakhir di kantong orang lain daripada kantong mereka sendiri,” kata Shoigu pada Selasa, seperti dikutip dari RT, Rabu (11/9).

"Oleh karena itu, pemerintah menyadari bahwa mereka perlu meninggalkan sistem keuangan yang bergantung pada AS. Diperlukan struktur yang tidak terlalu dimonopoli dan bergantung pada hukum domestik AS,” imbuhnya. 

"Sistem saat ini tidak dapat dipertahankan," lanjut Shoigu.

Shoigu kemudian mencontohkan bagaimana Rusia menjadi sasaran AS atas krisis Ukraina, dan aset negaranya senilai sekitar 300 miliar dolar AS yang disimpan di yurisdiksi Barat dibekukan. 

"Kejadian ini saja menunjukkan bahwa dunia harus menjauh dari dolar, tetapi itu hanyalah satu dari banyak kejadian," kata Shoigu.

Ia juga mengutip penyitaan dana Libya selama intervensi militer NATO untuk menggulingkan Muammar Gaddafi pada tahun 2011. 

"Ada juga eksploitasi cadangan minyak Suriah yang sedang berlangsung oleh perusahaan-perusahaan yang terkait dengan AS di wilayah-wilayah yang dikuasai Kurdi di negara itu," kata Shoigu.

"Perusahaan-perusahaan itu menjual minyak mentah curian, sementara Damaskus kekurangan bahan bakar karena sanksi Amerika," lanjutnya.

Shoigu juga menyatakan bahwa peran global AS yang berlebihan merugikan pembuatan kebijakan oleh negara lain. 

"Pemerintah asing harus menyesuaikan keputusan mereka dengan hasil yang diproyeksikan dari pemilihan presiden AS dan terkadang harus berubah pikiran, ketika beberapa kejutan terjadi, seperti kemenangan Donald Trump pada tahun 2016," jelasnya.

Populer

Fenomena Seragam Militer di Ormas

Minggu, 16 Februari 2025 | 04:50

Asian Paints Hengkang dari Indonesia dengan Kerugian Rp158 Miliar

Sabtu, 15 Februari 2025 | 09:54

Bos Sinarmas Indra Widjaja Mangkir

Kamis, 13 Februari 2025 | 07:44

PT Lumbung Kencana Sakti Diduga Tunggangi Demo Warga Kapuk Muara

Selasa, 18 Februari 2025 | 03:39

Temuan Gemah: Pengembang PIK 2 Beli Tanah Warga Jauh di Atas NJOP

Jumat, 14 Februari 2025 | 21:40

Pengiriman 13 Tabung Raksasa dari Semarang ke Banjarnegara Bikin Heboh Pengendara

Senin, 17 Februari 2025 | 06:32

Dugaan Tunggangi Aksi Warga Kapuk Muara, Mabes Polri Diminta Periksa PT Lumbung Kencana Sakti

Selasa, 18 Februari 2025 | 17:59

UPDATE

Kejanggalan LHKPN Wakil DPRD Langkat Dilapor ke KPK

Minggu, 23 Februari 2025 | 21:23

Jumhur Hidayat Apresiasi Prabowo Subianto Naikkan Upah di 2025

Minggu, 23 Februari 2025 | 20:56

Indeks Korupsi Pakistan Merosot Kelemahan Hampir di Semua Sektor

Minggu, 23 Februari 2025 | 20:44

Beban Kerja Picu Aksi Anggota KPU Medan Umbar Kalimat Pembunuhan

Minggu, 23 Februari 2025 | 20:10

Wamenag Minta PUI Inisiasi Silaturahmi Akbar Ormas Islam

Minggu, 23 Februari 2025 | 20:08

Bawaslu Sumut Dorong Transparansi Layanan Informasi Publik

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:52

Empat Negara Utama Alami Krisis Demografi, Pergeseran ke Belahan Selatan Dunia, India Paling Siap

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:46

Galon Polikarbonat Bisa Sebabkan Kanker? Simak Faktanya

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:34

Indra Gunawan Purba: RUU KUHAP Perlu Dievaluasi

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:31

Kolaborasi Kunci Keberhasilan Genjot Perekonomian Koperasi

Minggu, 23 Februari 2025 | 19:13

Selengkapnya