Berita

Tangkapan layar Faisal Basri dalam kanal Youtube INDEF/RMOL

Bisnis

Faisal Basri: Tol Laut Istilah Sesat

RABU, 28 AGUSTUS 2024 | 05:53 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Pembangunan infrastruktur era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dari hasil utang menuai sorotan. Sejak memimpin negara dari 2014, Jokowi amat menggebu bangun infrastruktur. Namun kenyataannya, capaian pertumbuhan ekonomi tidak sebanding dengan gencarnya infrastruktur yang dibangun.

Pengamat ekonomi Faisal Basri mengkritik pola pembangunan Jokowi yang akhirnya justru menjadi beban di pemerintahan mendatang.

Faisal mengungkap skema pembangunan yang dilakukan Jokowi tidak meningkatkan indeks performa logistik nasional.


“Tidak bisa semua ditol-tolkan, gitu. Yang penting adalah, apa sih kita membangun apa sih? Untuk mengurangi logistic cost, untuk meningkatkan mobilitas. Faktanya di era Jokowi, (8:20) infrastruktur dibangun, logistic performance index kita terjun bebas dari 40-an rankingnya menjadi 60-an. Nah jadi keren-kerenan. Saya tidak anti infrastruktur, karena infrastruktur kita (memang) kurang,” kata Faisal dikutip RMOL dari kanal Youtube INDEF, Rabu (28/8).

“Tapi jangan tiru China, jangan tiru Amerika, jangan tiru Eropa, mereka negara kontinental. Infrastruktur yang dibutuhkan berbeda dengan negara maritim, archipelago dengan 17.500 pulau. Harusnya yang jadi tumpuan adalah transportasi laut. Tapi kalau anda lihat, persentase transportasi laut terhadap PDB di era Jokowi justru turun,” tambahnya menegaskan.

Sehingga lanjut dia, visi Jokowi untuk bangun poros maritim dunia dan tol laut di 2014 hanya sebatas jargon.

“Jadi jargon saja tol laut. Tol laut saja istilah sesat. Di laut itu jalan tol semua, bebas hambatan, tidak ada polisi tidur, tidak ada portal, tidak ada apa-apa. Jadi, mentalitasnya masih darat. Kalau kita lihat ya, misalnya disparitas harga antara daerah di Indonesia, tergolong (masih) sangat tinggi,” bebernya.

Dia mencontohkan Malaysia yang memiliki wilayah semenajung Melayu dan daratan di Pulau Kalimantan. Disparitas harganya sangat rendah, karena infrastruktur menyesuaikan kebutuhan wilayahnya.

"Malaysia ada Sabah, Sarawak dan semenanjung, itu harganya hampir sama, karena sistem transporatasinya sudah bagus," tandas dia.

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Kejagung Copot Kajari Kabupaten Tangerang Afrillyanna Purba, Diganti Fajar Gurindro

Kamis, 25 Desember 2025 | 21:48

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

UPDATE

Pemkot Bogor Kini Punya Gedung Pusat Kegawatdaruratan

Senin, 29 Desember 2025 | 10:12

Dana Tunggu Hunian Korban Bencana Disalurkan Langsung oleh Bank Himbara

Senin, 29 Desember 2025 | 10:07

1.392 Personel Gabungan Siap Amankan Aksi Demo Buruh di Monas

Senin, 29 Desember 2025 | 10:06

Pajak Digital Tembus Rp44,55 Triliun, OpenAI Resmi Jadi Pemungut PPN Baru

Senin, 29 Desember 2025 | 10:03

Ketum KNPI: Pelaksanaan Musda Sulsel Sah dan Legal

Senin, 29 Desember 2025 | 09:51

Bukan Soal Jumlah, Integritas KPU dan Bawaslu Justru Terletak pada Independensi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:49

PBNU Rukun Lagi Lewat Silaturahmi

Senin, 29 Desember 2025 | 09:37

PDIP Lepas Tim Medis dan Dokter Diaspora ke Lokasi Bencana Sumatera

Senin, 29 Desember 2025 | 09:36

Komisi I DPR Desak Pemerintah Selamatkan 600 WNI Korban Online Scam di Kamboja

Senin, 29 Desember 2025 | 09:24

Pengakuan Israel Atas Somaliland Manuver Berbahaya

Senin, 29 Desember 2025 | 09:20

Selengkapnya