Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar AS yang kini stabil di kisaran Rp15 ribu-an diduga dipengaruhi oleh berbagai faktor.
Pasalnya, Rupiah sebelumnya sempat tertekan dan menyentuh level di atas Rp16 ribu per Dolar AS, namun dalam dua pekan terakhir, mata uang Garuda ini kembali menguat.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa perubahan nilai tukar Rupiah ini tidak lepas dari pengaruh faktor global, terutama dari negara-negara maju yang memberikan dampak signifikan pada ekonomi dunia.
"Ini menggambarkan bahwa ada faktor global yang mempengaruhi, terutama dari sisi negara-negara maju yang memiliki dampak kepada seluruh dunia," kata Sri Mulyani, pada Selasa (27/8).
Selain faktor eksternal, Sri Mulyani juga menyebut bahwa rupiah ditopang oleh pondasi ekonomi Indonesia, khususnya pada outlook neraca pembayaran.
"Di sisi lain, landasan ekonomi makro terutama dari sisi fiskal memberikan kredibilitas yang mampu menarik arus modal kembali pada saat terjadi ketidakpastian," katanya.
Sri Mulyani juga menyoroti kondisi ekonomi AS yang mengalami defisit APBN sangat besar, yang akan mendorong penerbitan surat berharga negara (SBN) AS dalam jumlah signifikan.
Hal ini, menurutnya, dapat menekan yield US Treasury yang berdampak pada banyak SBN negara berkembang, termasuk Indonesia.
Meski demikian, ia yakin dengan reputasi dan kredibilitas APBN Indonesia, selisih yield tersebut akan tetap terjaga.
Lebih lanjut, ia memprediksi bahwa suku bunga AS akan dipangkas sebanyak tiga kali dengan total penurunan 100 basis point, lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang hanya 75 basis point.
Adapun dalam penutupan perdagangan sore ini, Rupiah ditutup ke level Rp15.495 per Dolar AS. Mata uang Garuda ini melemah 56 poin atau minus 0,37 persen dari perdagangan sebelumnya.