Berita

Ilustrasi Foto/Ist

Politik

Putusan MK 60 Dobrak Keangkuhan Kartel Politik

SELASA, 20 AGUSTUS 2024 | 17:24 WIB | LAPORAN: AHMAD SATRYO

Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 60/PUU-XXII/2024 dianggap sebagai angin segar oleh sejumlah partai politik (parpol).  

Pasalnya, putusan itu membuka peluang parpol yang tidak mendapat koalisi ataupun kursi di parlemen untuk mengusung calon kepala daerah (cakada). 

Ketua The Constitutional Democracy Initiative (Consid), Kholil Pasaribu menilai, belakangan publik dihadapkan fenomena memborong partai dalam pencalonan elite politik di pemilihan kepala daerah (Pilkada) Serentak 2024.


Dia menjelaskan, partai politik yang diborong terbukti terjadi di beberapa daerah pelaksanaan pilkada, salah satu contohnya di pemilihan gubernur (Pilgub) DKI Jakarta ada 12 parpol mendukung pasangan Ridwan Kamil-Suswono. 

"Dalam beberapa waktu terakhir ini, suara rakyat dipunggungi oleh elite-elite parpol. Mereka membajaknya demi kepentingan politik sekelompok elite dengan menunggangi prosedur demokrasi yang mereka ciptakan sendiri," ujar Kholil kepada RMOL, Selasa (20/8). 

Menurutnya, tren memborong parpol di pencalonan Pilkada Serentak 2024 akan terhambat dengan keluarnya putusan MK 60/PUU-XXII/2024. 

Lanjut dia, dengan mengubah syarat pengusungan pasangan calon kepala daerah, dari awalnya ditentukan pada minimum perolehan 20 persen kursi atau 25 persen akumulasi perolehan suara pemilihan legislatif (pileg) sebelumnya, menjadi sesuai perolehan suara parpol peserta pileg sebelumnya dengan batasan jumlah pemilih yang ditentukan. 

"Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyatakan perubahan basis syarat pencalonan untuk keadilan dan kesetaraan dengan syarat pencalonan bagi bakal calon perseorangan,” jelas dia. 

“Perbedaanya, jika bakal calon perseorangan basisnya adalah jumlah penduduk dalam DPT, maka untuk jalur parpol basisnya adalah perolehan suara sah yang menyesuaikan dengan jumlah penduduk dalam DPT di provinsi atau kabupaten/kota," urainya. 

Oleh karena itu, mengingat sifat putusan MK ini final dan mengikat serta berlaku seketika setelah dibacakan, maka parpol bisa menjadikan putusan MK tersebut sebagai dasar bagi mereka untuk mengajukan paslon tanpa harus tersandera oleh kepentingan yang berasal dari luar partai. 

"Tentu saja putusan ini perlu disambut gembira dan MK layak diberikan apresiasi, karena putusan ini keluar ditengah-tengah semakin menguatnya politik kartel dalam pencalonan kepala daerah," sambungnya. 

"Karena itu, putusan MK ini harus dibaca sebagai pendobrak keangkuhan elite parpol dan kartel-kartelnya yang terbukti tidak memiliki kepedulian dan tanggung jawab akan demokrasi Indonesia yang sehat," demikian Kholil menambahkan.

Populer

Bobby dan Raja Juli Paling Bertanggung Jawab terhadap Bencana di Sumut

Senin, 01 Desember 2025 | 02:29

NU dan Muhammadiyah Dikutuk Tambang

Minggu, 30 November 2025 | 02:12

Padang Diterjang Banjir Bandang

Jumat, 28 November 2025 | 00:32

Sergap Kapal Nikel

Kamis, 27 November 2025 | 05:59

Peluncuran Tiga Pusat Studi Baru

Jumat, 28 November 2025 | 02:08

Bersihkan Sisa Bencana

Jumat, 28 November 2025 | 04:14

Evakuasi Banjir Tapsel

Kamis, 27 November 2025 | 03:45

UPDATE

Puan Harap Korban Banjir Sumatera Peroleh Penanganan Baik

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:10

Bantuan Kemensos Telah Terdistribusikan ke Wilayah Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 02:00

Prabowo Bantah Rambo Podium

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:59

Pansus Illegal Logging Dibahas Usai Penanganan Bencana Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:39

BNN Kirim 2.000 Paket Sembako ke Korban Banjir Sumatera

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:18

Bahlil Sebut Golkar Bakal Dukung Prabowo di 2029

Sabtu, 06 Desember 2025 | 01:03

Banjir Sumatera jadi Alarm Keras Rawannya Kondisi Ekologis

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:56

UEA Berpeluang Ikuti Langkah Indonesia Kirim Pasukan ke Gaza

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:47

Media Diajak Kawal Transformasi DPR Lewat Berita Berimbang

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:18

AMAN Raih Dua Penghargaan di Ajang FIABCI Award 2025

Sabtu, 06 Desember 2025 | 00:15

Selengkapnya