Roket M90 yang digunakan Hamas untuk menyerang Israel pada Selasa, 13 Agustus 2024/Roya News
Di tengah ketegangan kawasan, Hamas melancarkan serangan roket ke arah ibu kota Tel Aviv, Israel pada Selasa (13/8).
Sayap bersenjata Hamas, Brigade al-Qassam mengatakan bahwa pihaknya menargetkan Tel Aviv dengan dua roket M90.
Kelompok militer itu menegaskan bahwa serangan itu merupakan pembalasan terhadap pembantaian yang dilakukan Israel selama lebih dari 10 bulan terakhir.
"Brigade Al-Qassam membombardir kota Tel Aviv dan pinggirannya dengan dua rudal M90 sebagai tanggapan atas pembantaian Zionis terhadap warga sipil dan pemindahan paksa rakyat kami secara sengaja," tegas pernyataan tersebut, seperti dimuat Reuters.
Segera setelah Hamas mengumumkan serangan baru, militer Israel kemudian mengklaim bahwa salah satu roket jatuh ke laut di lepas pantai Tel Aviv.
"Beberapa saat yang lalu, sebuah proyektil yang diidentifikasi melintas dari Jalur Gaza jatuh di wilayah maritim di Israel tengah," bunyi pernyataan militer Israel.
Penduduk setempat melaporkan mendengar ledakan keras di kota tersebut, tetapi tidak ada kerusakan pada bangunan yang dilaporkan.
Serangan itu terjadi saat Israel dalam keadaan siaga tinggi terhadap potensi serangan Iran dan proksinya menyusul pembunuhan tokoh senior dari Hamas dan Hizbullah.
Beberapa jam sebelum serangan roket Hamas, Israel telah melancarkan serangan udara ke Jalur Gaza dan menewaskan 19 warga di sana.
Satu serangan menewaskan enam orang di Deir Al-Balah, termasuk seorang ibu dan bayi kembarnya yang berusia empat hari, sementara tujuh warga Palestina lainnya tewas dalam serangan terhadap sebuah rumah di kamp Al-Bureij di dekatnya.
Sementara itu, Amerika Serikat pada hari Senin (12/8) mengatakan pembicaraan gencatan senjata untuk Gaza, yang dijadwalkan pada hari Kamis depan (15/8), diharapkan berjalan sesuai rencana, dan kesepakatan masih mungkin terjadi antara kedua pihak.
Israel mengaku akan mengirim delegasi ke pertemuan tersebut. Sementara Hamas menuntut agar proposal gencatan senjata harus sesuai dengan apa yang dipaparkan Presiden AS Joe Biden Mei lalu.