Direktur Program Indonesia Institute for Social Development (IISD), Ahmad Fanani/
Indonesia Institute for Social Development (IISD), menyambut baik Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28/2024 sebagai aturan pelaksana dari Undang-Undang Nomor 17/2023 tentang Kesehatan.
PP ini, yang terdiri atas 1172 pasal, ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 26 Juli 2024.
Adapun, salah satu aspek penting yang diatur dalam PP ini adalah ketentuan mengenai pengendalian zat adiktif, termasuk produk tembakau dilarang dijual eceran.
Direktur Program Indonesia Institute for Social Development (IISD), Ahmad Fanani, menilai pengesahan aturan tersebut sebagai langkah penting dalam transformasi kesehatan menuju Visi Indonesia Emas 2045. Menurutnya, PP tersebut dianggap progresif.
“Larangan Penjualan kepada Orang di Bawah 21 Tahun: Rokok tidak boleh dijual atau diberikan kepada individu di bawah usia 21 tahun, meningkat dari batas usia 18 tahun dalam regulasi sebelumnya (PP 109 Tahun 2012),” kata Fanani dalam keterangannya, Rabu (31/7).
Fanani pun menyambut baiik larangan penjualan rokok dalam radius 200 neter dari Satuan Pendidikan dan Tempat Bermain Anak. Menurutnya, aturan ini bertujuan meminimalisir potensi anak-anak dan pelajar untuk merokok.
Selain itu, aturan mengenai tempat merokok harus terpisah dari bangunan utama dan jauh dari lalu lalang orang sebagaimana diatur dalam Pasal 443 Ayat (5) pun sangat baik.
Kemudian, larangan merokok atau menampilkan rokok di media apapun sebagaimana tertuang dalam Pasal 456 juga sangat positif.
Meskipun menyambut baik beberapa pengaturan progresif tersebut, Fanani mencatat beberapa kekurangan dalam PP tersebut.
“Iklan Rokok Masih Diperbolehkan: Larangan iklan hanya berlaku di media sosial. Iklan di media lain masih diperbolehkan dengan batasan tertentu, seperti di televisi pada pukul 22.00 hingga 05.00 dan di luar ruang dengan jarak minimal 500 meter dari satuan pendidikan dan tempat bermain anak,” tuturnya.
Selain itu, iklan pada anak muda dianggap sebagai salah satu faktor signifikan yang menstimulasi anak muda untuk merokok.
“Di ASEAN, hanya Indonesia yang masih membolehkan iklan rokok, yang dinilai menghambat upaya pengendalian epidemi rokok,” katanya.
“Peringatan Kesehatan yang Kurang Dominan: Pictorial health warning (PHW) hanya menempati 50% dari bagian atas kemasan sisi lebar depan dan belakang, meningkat dari 40% dalam regulasi sebelumnya. Namun, berbagai riset menunjukkan PHW lebih efektif jika besaran melebihi 80%,” sambungnya.
Lebih jauh, Fanani menegaskan bahwa pengesahan PP 28/2024 ini bukanlah akhir dari upaya mengatasi darurat tembakau, tetapi menunjukkan niat baik pemerintah untuk memperbaiki kondisi.
“Ppenting pengawalan terhadap implementasi PP ini agar semua pihak mematuhi aturan yang ditetapkan demi kesehatan masyarakat,” pungkasnya.