Sekitar 40.000 perusahaan di Israel dilaporkan telah gulung tikar akibat serangan kelompok militan Palestina, Hamas, terhadap Tel Aviv.
Seperti dikutip dari Middle East Monitor, Jumat (12/7), jumlah tersebut diprediksi akan meningkat menjadi 60.000 perusahaan yang tutup pada akhir tahun ini.
“Ini adalah angka yang sangat tinggi yang mencakup banyak sektor," kata CEO perusahaan informasi bisnis CofaceBDI, Yoel Amir.
Data dari CofaceBDI menunjukkan bahwa 77 persen dari perusahaan yang tutup adalah usaha kecil dan menengah, serta perusahaan di sektor konstruksi dan industri terkait seperti keramik, AC, aluminium, dan bahan bangunan.
Selain itu, usaha lainnya di bidang fesyen, furnitur, peralatan rumah tangga, serta sektor jasa seperti kafe, pariwisata, hiburan, dan transportasi juga tercatat ikut terdampak.
Sektor pariwisata Israel pun disebut menjadi salah satu yang paling terpukul, dengan hampir tidak ada wisatawan asing yang datang ke Israel karena konflik yang masih berlangsung.
"Kerusakan di zona perang lebih serius, namun kerugian terhadap dunia usaha terjadi di seluruh negeri, dan hampir tidak ada sektor yang tidak terdampak," kata Amir.
Kerugian akibat perang ini diperkirakan sangat besar dan mempengaruhi seluruh aspek perekonomian Israel.
Sejak perang pecah pada tahun lalu, aktivitas korporasi di berbagai sektor pun diketahui memang menurun tajam, dengan penjualan yang merosot.
"Pada akhirnya, ketika perusahaan-perusahaan menutup usahanya dan tidak memiliki kemampuan untuk membayar utangnya, maka akan timbul juga kerusakan kecil pada pelanggan, pemasok dan perusahaan yang menjadi bagian dari sistem kerjanya," tuturnya.
Kondisi ini menjadi tantangan besar yang diahadapi Israel di tengah kurangnya tenaga kerja, penurunan penjualan, tingkat suku bunga dan biaya hidup yang tinggi, kekurangan bahan mentah, serta masyarakat yang tidak dapat mengakses lahan pertanian di zona perang. Hal ini diperkirakan akan membuat lebih banyak usaha bangkrut tahun ini.
"Kami memperkirakan pada akhir tahun 2024, sekitar 60.000 perusahaan akan tutup di Israel. Sebagai perbandingan, pada tahun 2020 saat krisis Covid-19, sekitar 74.000 perusahaan bangkrut," pungkas Amir.