Majelis Hakim Peradilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pengadilan Tinggi Banda Aceh (PT BNA) memutus lepas Rudi Yanto, terdakwa korupsi pada Rumah Sakit Umum Daerah Yuliddin Away (RSUDYA) Aceh Selatan.
Putusan tersebut dibacakan Ketua Majelis Hakim Syamsul Qamar didampingi oleh M. Joni Kemri dan Taqwaddin sebagai Hakim Anggota, pada Senin 8 Juli 2024.
Sebelumnya pada tingkat pertama Rudi Yanto divonis penjara selama empat tahun dan denda Rp 100 juta. Terdakwa juga diwajibkan membayar uang pengganti Rp 425 juta.
Kemudian terhadap putusan pengadilan Tipikor Banda Aceh, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dan Terdakwa mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi. Perkara tersebut diregistrasi dengan Perkara Nomor perkara 27/PID.SUS/TIPIKOR/2024/PT BNA.
Dalam Amar putusannya Majelis Hakim menyatakan terdakwa Rudi Yanto tidak terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana didakwakan dalam Dakwaan Primair maupun Dakwaan Subsidair.
"Melepaskan Terdakwa oleh karena itu dari seluruh Dakwaan Penuntut Umum," ucap Ketua Majelis Hakim dalam Amar putusan yang diperoleh redaksi penelusuran pada SIPP (Sistem Informasi Penelusuran Perkara) PT BNA.
Majelis Hakim juga memerintahkan Terdakwa dilepaskan dari tahanan seketika setelah putusan ini diucapkan Memulihkan hak-hak Terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat serta martabanya, serta barang bukti dikembalikan kepada pemiliknya.
Hakim Humas PT BNA, Taqwaddin menjelaskan, putusan lepas ini berbeda dengan putusan bebas. Hal tersebut mengacu pada pasal 191 ayat (2) KUHAP yang berbunyi “jika pengadilan berpendapat bahwa perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan itu tidak merupakan suatu tindak pidana, maka terdakwa diputus lepas dari segala tuntutan hukum”.
"Majelis Hakim Tingkat Banding tidak sependapat dengan pertimbangan hukum Majelis Hakim Tingkat Pertama," ujar Taqwaddin dalam keterangan persnya di Banda Aceh Rabu, 10 Juli 2024.
Menurut Taqwaddin, dalam pertimbangannya Majelis Hakim Tingkat Banding berpendapat bahwa dalam perkara ini tunduk pada hukum perjanjian keperdataan, maka yang berlaku terhadap mereka adalah asas pacta sun servanda, yaitu perjanjian yang dibuat secara sah, mengikat para pihak untuk mematuhi sebagaimana mengikatnya mereka pada peraturan perundangan. Sehingga perkara ini merupakan perkara perdata, bukan pidana.
Pertimbangan lain, berdasarkan hasil pemeriksaan setempat oleh Majelis Hakim Tingkat Pertama, bahwa SIMRS RSUDYA telah berfungsi optimal dalam mempercepat dan mempermudah pekerjaan pelayanan kepada pasien. Bahkan telah memberi dampak positif bagi RSUDYA sehingga sangat banyak perubahan positif pelayanan RSUDYA kepada warga masyarakat.
"Setelah diterapkan SIMRS pekerjaan paramedis menjadi lebih mudah dan lebih cepat," ujar Taqwaddin menjelaskan isi pertimbangan majelis Hakim.
Majelis Hakim juga menimbang bahwa baik dalam dakwaan maupun dalam persidangan tidak terungkap adanya niat jahat dari Terdakwa untuk melakukan kejahatan, dimana menurut asas actus non facit reum nisi mens sit rea, yang berarti sesuatu perbuatan tidak dapat membuat orang menjadi bersalah kecuali bila dilakukan dengan niat jahat.