DPR RI diminta untuk segera menghentikan pembahasan revisi UU 34/2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Desakan itu disampaikan Aliansi BEM Seluruh Indonesia Kerakyatan dalam pernyataan sikap seiring berjalannya revisi UU TNI.
"Mendesak DPR RI agar menghentikan pembahasan Rancangan UU tentang Perubahan atas UU 34/2004 Tentara Nasional Indonesia," ujar Koordinator Pusat BEM SI Kerakyatan Satria Naufal Putra Ansar dalam keterangan tertulis, Rabu (10/7).
Dikatakan Satria, dalam rancangan perubahan undang-undang tersebut terdapat masalah serius. Yaitu dihidupkannya kembali Dwifungsi ABRI/TNI yang di masa lalu telah merusak tata kelola demokrasi dan meminggirkan hak asasi manusia (HAM).
Katanya, BEM SI berpendapat bahwa pembahasan revisi UU TNI menunjukkan bahwa DPR RI sebagai pengusul telah gagal dalam menjaga demokrasi sebab berusaha menghidupkan Dwifungsi TNI sekaligus telah mengantarkan Indonesia kedepan pintu gerbang otoritarianisme dan militerisme baru.
"Kita tahu kekuasaan otoritarian Orde Baru yang bertahan hingga 32 tahun salah satunya dikarenakan sokongan penuh ABRI melalui peran sosial-politiknya yakni Dwifungsi," katanya.
"Dengan dalih Dwifungsi, ABRI pada saat itu menduduki hampir seluruh sendi bernegara Indonesia," imbuhnya.
Dia mengingatkan, amanat penghapusan Dwifungsi yang tercermin dari Tap MPR Nomor VI/MPR/2000 Tentang Pemisahan TNI dan Polri dan amandemen ke-2 Pasal 30 UUD NRI Tahun 1945.
Namun, masih kata Satria, peluang Dwifungsi ABRI ini kembali dibukakan jalan. Tepatnya, dengan membuat penempatan prajurit aktif di lembaga pemerintahan melalui revisi UU TNI.
"Meskipun RUU ini mengatur bahwa penempatan prajurit aktif harus didasarkan atas permintaan dari pimpinan lembaga terkait, ketentuan ini tetap membuka celah bagi intervensi militer dalam ranah sipil," urainya.
Karena itu, ditegaskan Satria, BEM SI Kerakyatan mengutuk keras segala tindakan yang tidak sesuai dengan cita-cita reformasi dan upaya membangkitkan kembali Dwifungsi ABRI.
"Kami juga mendesak Pemerintah dan DPR melibatkan masyarakat secara bermakna dalam seluruh pembuatan undang-undang," pungkasnya.