Berita

Peneliti kajian keamanan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Abdul Haris Fatgehipon/Ist

Pertahanan

Pakar Ingatkan Kompleksitas Ancaman dan Potensi Failed State

RABU, 10 JULI 2024 | 14:43 WIB | LAPORAN: ADITYO NUGROHO

Dalam beberapa tahun terakhir, kompleksitas ancaman terhadap kedaulatan dan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) telah meningkat secara signifikan.

Tidak hanya menghadapi ancaman militer konvensional, Indonesia kini juga dihadapkan pada tantangan non-tradisional.

Hal tersebut diungkapkan peneliti kajian keamanan Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Abdul Haris Fatgehipon.

“Pengalaman pahit pandemi global seperti Covid-19, kebocoran pusat data nasional (PDN), serta perang yang bergeser ke bentuk yang lebih absurd dan sulit diprediksi di era VUCA (Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity) meningkatkan kompleksitas ancaman nasional,” kata Abdul Haris kepada RMOL, Rabu (10/7).

Menurutnya, berbagai ancaman ini tidak hanya menguji kemampuan pertahanan fisik negara, tetapi juga mempengaruhi stabilitas sosial, ekonomi, dan politik, menuntut respons yang lebih holistik dan terkoordinasi dari berbagai komponen nasional termasuk Tentara Nasional Indonesia sebagai komponen utama pertahanan negara.

“Berbagai ancaman nasional yang begitu kompleks telah menjadi ancaman nyata terhadap kedaulatan dan keutuhan wilayah NKRI. Dalam konteks ini, TNI memiliki peran krusial yang perlu diadaptasi sesuai dengan dinamika ancaman yang dihadapi,” jelasnya.

Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan FIS UNJ ini berpendapat bahwa secara tradisional, peran TNI lebih banyak berfokus pada pertahanan fisik dan militer saja saat ini.

“Dengan ancaman yang semakin kompleks, semestinya TNI harus memperluas cakupan perannya untuk mencakup berbagai aspek non-militer seperti keamanan siber dan penanganan krisis kesehatan seperti mitigasi dan penanggulangan pandemi Covid-19 lalu,” jelasnya lagi.

Namun, baginya terdapat kekhawatiran terhadap Rancangan UU TNI yang belum memperhatikan dinamika ancaman yang semakin kompleks tersebut.

“Dalam RUU TNI inisiasi DPR hanya memuat pasal penambahan usia pensiun dan menduduki jabatan sipil, hal ini belum substantif dalam menjawab ancaman nasional yang semakin kompleks,” beber dia.

Dia berpendapat perlu ada solusi konkret pemerintah agar lebih sensitif supaya Indonesia tidak masuk dalam negara gagal “failed state”.

“Berbahaya sekali jika kita tidak sensitif melihat fakta aktual yang terjadi, bisa-bisa kita masuk dalam failed state, berbahaya sekali jika kita benar-benar mengalami keruntuhan fungsi dasar pemerintahan, kehilangan kendali atas wilayahnya, serta tidak mampu memberikan layanan publik yang memadai kepada warganya termasuk melindungi privasi data pribadi digitalnya,” jelasnya lagi.

Dia melanjutkan, kebocoran pusat data nasional (PDN) menunjukkan bahwa ancaman siber semakin nyata dan memerlukan perhatian serius dari komponen utama pertahanan negara, sebab baginya perlindungan infrastruktur kritis termasuk data nasional merupakan komponen penting dari pertahanan negara.

“Berdasarkan teori keamanan siber menurut Richard A. Clarke, Ia merupakan mantan koordinator keamanan siber di Gedung Putih Amerika Serikat yang menulis "Cyber War," sebuah buku yang membahas potensi konflik berskala besar yang melibatkan serangan siber," ungkap Abdul Haris.

"Dari masalah bobolnya PDN, jadi pelajaran berharga bagi kita, pentingnya kesiapan nasional dalam menghadapi ancaman siber, sehingga Indonesia perlu memperkuat TNI nya untuk mengembangkan kemampuan siber yang tangguh termasuk pengembangan unit siber khusus yang mampu mendeteksi, mencegah, dan merespons serangan siber, yang tentunya adanya kolaborasi dengan lembaga-lembaga lain seperti Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) untuk menciptakan ekosistem pertahanan siber yang Tangguh,” tambahnya.

Dia pun menyarankan pemerintah perlu memperkuat peran TNI dalam mendukung penanganan krisis kesehatan agar kita lebih tangguh dalam menghadapi pandemi yang serupa di masa depan.

“Ancaman terhadap kesehatan masyarakat merupakan salah satu dimensi penting dari keamanan nasional. Oleh karena itu, TNI perlu didukung agar lebih tangguh mendeteksi, memitigasi dan menanggulangi pandemi serupa, sehingga manajemen krisis dapat dioptimalkan untuk mendukung respons nasional terhadap pandemi ini di masa depan,” tutupnya.

Populer

Sesuai Perintah Prabowo, KPK Harus Usut Mafia Bawang Putih

Minggu, 02 Maret 2025 | 17:41

Digugat CMNP, Hary Tanoe dan MNC Holding Terancam Bangkrut?

Selasa, 04 Maret 2025 | 01:51

Lolos Seleksi TNI AD Secara Gratis, Puluhan Warga Datangi Kodim Banjarnegara

Minggu, 02 Maret 2025 | 05:18

CMNP Minta Pengadilan Sita Jaminan Harta Hary Tanoe

Selasa, 04 Maret 2025 | 03:55

Nyanyian Riza Chalid Penting Mengungkap Pejabat Serakah

Minggu, 09 Maret 2025 | 20:58

Polda Metro Didesak Segera Periksa Pemilik MNC Asia Holding Hary Tanoe

Minggu, 09 Maret 2025 | 18:30

Bos Sritex Ungkap Permendag 8/2024 Bikin Industri Tekstil Mati

Senin, 03 Maret 2025 | 21:17

UPDATE

Menteri PANRB Jangan Jadi Firaun Baru

Selasa, 11 Maret 2025 | 07:13

Kemenkeu Belum Rilis APBN 2025, Rocky Gerung: Ada Data yang Disembunyikan?

Selasa, 11 Maret 2025 | 06:45

Kejar Sampai Banyumas, Polisi Tangkap Pelaku Pembunuhan Ibu dan Anak di Tambora

Selasa, 11 Maret 2025 | 06:31

Gubernur Jateng Optimistis Capai Target Pangan 11 Juta Ton

Selasa, 11 Maret 2025 | 06:16

Terlena Naturalisasi dan Tendangan Erick

Selasa, 11 Maret 2025 | 06:01

Dijemput Paksa, Pengusaha Haji Alim Dijebloskan Kejari Muba ke Rutan Palembang

Selasa, 11 Maret 2025 | 05:58

Impor Gula Vs Penghuni Usus

Selasa, 11 Maret 2025 | 05:56

Kekayaan Menteri PU Dody Hanggodo di LHKPN, Sering Pakai Ikat Pinggang Hermes

Selasa, 11 Maret 2025 | 05:51

LPH Quality Syariah Dukung BPJPH Jadikan Indonesia Pusat Halal Dunia

Selasa, 11 Maret 2025 | 05:42

Buntut Penundaan Pelantikan, Ratusan CPPPK Banjarnegara Ancam Geruduk Jakarta

Selasa, 11 Maret 2025 | 05:18

Selengkapnya